40. Pisah lagi

71.5K 4.5K 273
                                    

Orion baru saja selesai mandi. Jam masih menunjukkan pukul setengah tiga lewat.

"Mau jalan-jalan?" tanya Orion. Kanaya menggeleng. Ia masih merebahkan tubuhnya di kasur.

"Mandi gih kamu," ujar Orion. Bukannya beranjak, Kanaya malah menutup matanya.

Orion duduk di bibir kasur, Kanaya sontak memindahkan kepalanya ke paha Orion. Orion menggeleng menatap kelakukan istrinya.

"Makasih udah ngakui aku," ujar Kanaya.

"Kapan saya gak pernah akui kamu?"

"Ya kan beda. Maksudnya ini mengikrarkan kalau aku ini istri kamu."

"Loh, kan ikrar mah pas nikah juga udah."

"Mas belum pernah di tendang dari Sabang sampai Merauke ya? Mau Kanaya tendang?"

Orion terbahak.

"Sekali aja gitu kalau di puji jangan tengil. Jadi nyesel nih ngomongnya!" ketus Kanaya.

Orion terkekeh, ia mengusap kepala Kanaya "Cape ya?" tanyanya.

Kanaya tidak bohong, dirinya memang lelah. Kanaya mengangguk.

"Kita flight jam enam sore. Masih ada waktu untuk kamu istirahat."

"Tidur gih," ujar Orion.

Untungnya, jarak hotel tidak terlalu jauh dari bandara. Kanaya tidur dengan menjadikan Orion bantalnya.

***

Dengan mata yang masih sayup, Kanaya harus memaksakan dirinya untuk kembali ke Jakarta. Yang membuat dirinya lesu bukan tidak jalan-jalan di Surabaya, hanya saja, detik perpisahannya dengan Orion semakin dekat.

Semakin dekat semakin ia enggan untuk siap. Selalu saja begini. Drama perpisahan yang tidak bisa terelakkan adalah air mata.

"Kamu kenapa? Sakit? Gak fit banget," ujar Orion mendorong troli. Mereka sudah ada di Bandara.

Kanaya menggeleng. Langkah kakinya berat sekali. Dari tadi, dirinya memang banyak diam. Tidak cerewet seperti biasanya.

Di Bandara, mereka masih harus menunggu karna nyatanya mereka datang lebih awal dari jadwal flight.

"Makan dulu," ujar Orion menyodorkan breadtalk pada Kanaya. Kanaya menggeleng. Ia tidak selera. Meski wangi roti ini menghidupkan cacingnya.

"Mas?" panggil Kanaya.

"Kamu kenapa?" tanya Orion.

Kanaya kembali diam, ia tidak berani menyuarakan kesedihannya.

"Gak mau cerita?" tanya Orion lagi.

"Sedih karna saya mau ke Singapura?" tebak Orion.

Kanaya mengangguk pelan. Air matanya menetes lagi.

Orion menghela napasnya, ia menarik tubuh Kanaya ke pelukannya.

"Sayang, sabar ya," ujarnya. Kanaya menganguk "Tapi sedih," cicitnya.

"Gak suka jauh sama Mas hiks."

"Kamu mau dengerin Mas nyanyi?"

Kanaya tidak menjawab, ia masih memikirkan sepi harinya setelah ini.

"Waktu tlah tiba, aku kan meninggalkan."

Orion mulai bernyanyi lagu dari Pasto itu.

"Tinggalkan kamu, tuk sementara."

Suara Orion tidak cempreng. Nyatanya, meski dalam nada pelan, suaranya masih tetap bagus di telinga Kanaya.

Suamiku Dosen (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang