BAB III: Oh lagi?

42.9K 5.2K 152
                                    

"Kamu ngapain disini? Saya udah bilang kan jangan temui Panca sendiri?" Tante Lusi terlihat murka saat melihat cewek yang berbicara dengan Mas Panca tadi.

Jalanku langsung terhenti. Ada apa ini? Kenapa Tante Lusi seperti tidak suka sama cewek yang berbicara dengan Mas Panca?

"Aku cuma kebetulan lewat tadi, terus..."

"Saya gak terima alasan ya. Walaupun kamu temennya Panca, tetap aja kamu sudah bersuami. Apa kata orang kalau melihat Panca berdua sama kamu?" Wajah cewek itu sepertinya terlihat sedikit kesal.

"Ma...."

"Panca, kamu udah gak mau dengerin ucapan mama ya?" Mas Panca langsung terdiam.

Aku melirik Afif yang juga melirikku. Aku menaikkan sebelah alis untuk bertanya ada apa ini. Tapi Afif mengangkat kedua bahu tak tau. Suasananya mendadak aneh.

"Alika, lebih baik kamu pulang sebelum saya usir." Cewek bernama Alika itu tersenyum hambar dan pamit. Ia sempat melirik kearahku sebentar sebelum benar-benar pergi.

"Afif sama Rainy keatas aja ya. Nanti tante minta pelayan yang mengantar. Tante mau bicara dulu sama Panca." Titah Tante Lusi akhirnya. Aku dan Afif mengangguk kikuk.

Seorang pelayan mengantarkan aku dan Afif menuju lantai dua. Kami masuk ke salah satu ruangan yang sepertinya dijadikan tempat makan bagi orang yang menginginkan privasi.

Aku langsung menarik Afif untuk duduk di sampingku. Sebelum mulai berbicara, aku melirik sekitar untuk mengecek apakah ada cctv atau gak.

"Fif, emang Tante Lusi sering marah ya?" Tanyaku. Aku mendadak parno. Afif menggeleng cepat.

"Gue baru kali ini liat Tante marah Mbak, biasanya gak pernah. Apa karena Mbak Alika itu ternyata gak sesuai ekspektasi ya? Eh, keceplosan gue." Ekspektasi apa yang dimaksud Afif?

"Tapi Mbak, lo beneran calon istrinya Mas Panca? Tadi kok biasa aja pas liat Mas Panca sama Mbak Alika? Lo juga gak tau ini restoran punya Mas Panca. Nyapa dia juga gak. Sebenarnya ada apa sih Mbak?" Pertanyaannya komplit sekali, kayak ketoprak karet dua. Aku memijat kening pusing.

"Itu gak musti dibahas sekarang deh kayaknya. Panjang ceritanya. Tapi gue penasaran sama Alika itu." Tuntutku.

"Ini aib keluarga sih Mbak." Ujar Afif.

"Aib?" Aku membeo.

"Berhubung lo calon istrinya Mas Panca, kayaknya lo musti tau hal ini deh." Afif mulai memelankan suaranya. Aku mendekat kearahnya.

"Gue ngomong kek gitu tadi sama anak-anak karena gue gak mau mereka spekulasi macam-macam. Bagaimana pun ini rahasia keluarga. Gue gak mau aib ini kesebar. Jadi, kalau lo tau tentang hal ini jangan sampai kesebar ya Mbak." Aku mengangguk cepat. Rasa penasaranku sudah tak tertahankan.

"Mbak Alika itu temenan lama sama Mas Panca, sahabatan gitu. Mereka gak pacaran, tapi langsung rencanain pernikahan. Kayaknya gak usah intro dulu deh. Langsung bahas aibnya aja apa gimana?" Aku langsung menjitak keras kepala Afif. Tanganku benar-benar gatal jika berhadapan dengannya.

"Gue emang gemesin Mbak." Ujarnya sambil mengelus bekas jitakanku.

"Lanjutin ceritanya." Perintahku.

"Jadi intinya setelah lamaran, mereka udah nentuin tanggal. Eh Mbak Alika ketahuan selingkuh sama Mas Bian. Semua rencananya dibatalkan. Padahal yang gue tau persiapannya hampir kelar. Tapi ya gitu Mbak, namanya gak jodoh. Tante Lusi saat itu hanya diam, tapi gue tau diamnya tante itu tanda marah."

Ternyata kisah cinta mereka sangat tragis. Aku jadi kasian pada Mas Panca.

Tapi setelah dikecewakan seperti itu, Mas Panca tetap biasa saja pada Mbak Alika. Kalau aku di posisi Mas Panca, mungkin aku enggan bertemu dengan orang yang sudah mengecewakanku. Aku memang sedikit pendendam.

Rainy [END]Where stories live. Discover now