BAB I: Oh

61.2K 5.8K 313
                                    

Beberapa tahun kemudian.

Diumur yang sekarang aku mulai mendengar pertanyaan yang menjadi momok menakutkan bagi wanita yang usianya sudah melebihi seperempat abad sepertiku.

Kapan nikah?

Kapan nyusul masmu yang sudah berumah tangga? Bahkan udah punya anak.

Yang lebih parah adalah ucapan seperti menyumpahi.

Jangan kelamaan, nanti jadi perawan tua.

Jangan terlalu pemilih, nanti gak ada yang mau loh.

Percayalah, aku juga tak tau jawaban dari pertanyaan kapan menikah. Kalau aku tau mungkin aku tak akan bingung mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini.

Kupingku saja sudah mulai muak mendengar pertanyaan yang sama. Bahkan aku menghindari pertemuan keluarga besar hanya agar aku bisa lari dari pertanyaan yang membuat otakku mendadak blank.

Dulu aku sempat diledek oleh mas Bagas, saudaraku senasib sepenanggungan, seibu dan sebapak karena berpenampilan tomboi sehingga laki-laki tidak akan tertarik padaku. Dengan entengnya aku berkata, "kalo seandainya umur gue udah cukup tapi gue gak punya calon suami, gue bersedia kok dijodohin." Candaanku saat itu sukses membuat kedua orang tuaku tertawa.

Tapi ternyata memang benar ucapan itu adalah doa. Sekarang doaku benar-benar terkabul.

Berita perjodohan tadi pagi yang kudengar dari kedua orang tuaku sukses membuatku tidak konsen untuk mengedit beberapa naskah yang hendak diterbitkan. Padahal ini hampir deadline.

Selama empat tahun berkuliah, aku lulus dan menyandang predikat sarjana ekonomi. Jurusanku saat kuliah dulu adalah akuntansi. Saat ini aku bekerja sebagai seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan. Anehnya sekarang aku lebih betah menjadi seorang editor daripada harus mengurus laporan keuangan.

Ruangan tempatku bekerja diisi oleh lima orang editor. Diantara kami diberi sekat atau pembatas yang membuat kita susah berbicara, kecuali jika bersebelahan.

Suara denting hp sontak mengalihkan perhatianku. Perasaanku menjadi tidak enak. Apa aku harus menghitung kelopak mawar dulu sebelum membuka pesan ini? Beginilah hidupku, penuh drama. Persis seperti kesukaanku, menonton drama.

Hana yang tadi sedang sibuk mengetik menatapku penuh selidik. "Tumben banget ada notif chat." Ledeknya. Aku berdecak pelan. 'Tiada hari tanpa meledek orang lain', begitu motto hidupnya. Mentang-mentang sudah punya pasangan halal.

Hana adalah temanku waktu SMA. Awalnya kami mengenal hanya sebatas nama dan wajah tanpa saling akrab karena tidak pernah berada di kelas yang sama.

Saat kuliah pun kami berbeda kampus dan dipertemukan lagi tempat kerja yang sama yaitu di kantor ini. Dia sudah editor senior karena bekerja lebih dari lima tahun sementara aku masih tergolong junior karena baru bekerja hampir dua tahun.

Bunda❤️
Jangan lupa nanti sore pulangnya lebih awal ya. Langsung ke tempat fitting baju. Alamatnya di butik tante Miya. Kamu tau kan dimana? Nanti ketemu langsung sama calonnya disana. Kalau mau tanya-tanya dia gimana tanya aja sama mbak Wiwidmu. Mereka dulu seangkatan waktu kuliah.

Mbak Wiwid adalah kakak iparku. Aku mengenalnya sejak ia berpacaran dengan mas Bagas saat SMA. Betapa romantisnya hubungan mereka, pacaran bertahun-tahun tapi tetap awet sampai ke jenjang pernikahan. Bahkan sekarang sudah memiliki buntut yang lucu dan imut.

Aku cemberut. Akankah kisahku berlangsung secepat ini? Aku bahkan tak pernah merasakan apa itu jatuh cinta. Tapi melihat orang jatuh cinta sudah sering, di drama tentunya.

Rainy [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum