Bagian 11

48 4 1
                                    


Kantor adalah salah satu tempat dengan kemungkinan Dru banyak bertemu orang. Namun, kantor juga tempat risih yang sering membuatnya ingin segera pulang. Bertemu dengan banyak orang, berbeda selera dengan isi otak kepala yang berbeda pula.

Terkadang apa yang ingin Dru sampaikan hanya sampai di tenggorokan saja. Dia lebih sering memilih diam daripada harus ngotot sama atasan yang ujung-ujungnya pendapatnya tidak akan mereka pakai.

Setelah menyelesaikan rapat siang ini, Dru merasa perutnya melilit, bahkan bunyi nyaringnya membuat dia memejamkan mata malu. Fix dia butuh makanan. Dia sudah muak sama data keluar masuk barang yang jlimet karena salah ketik alias typo. Salah dia memang, tapi rasanya otaknya benar-benar terkuras siang ini.

Sampai di lantai satu, dia menemukan Darko sedang menelepon seseorang yang akhirnya dia sudahi saat Dru sampai di sampingnya.

"Kemana?" tanya Darko sambil memasukkan ponselnya ke saku celana.

"Makan," jawab Dru singkat.

"Tumben?"

"Laper."

"Keluar apa ke kantin?"

"Kantin saja kali, ya?"

"Ya sudah, yuk!" kedua sahabat itu mulai berjalan menuju kantin. Sesekali mereka menyapa saat berpapasan dengan tim departement lain. Di kantor ini memang seringnya makan berkelompok. Mungkin karena apa yang akan mereka bahas sepemikiran.

"Bunda apakabar?" tanya Dru sambil menggeser bangku kosong setelah mereka selesai memesan sate kambing untuk Dru dan gado-gado untuk Darko.

"Baik." Darko membuka tutup botol air mineral dan menenggak sebagian isinya.

"Gue sudah lama banget gak kesana, ya?"

"Lebih tepatnya lo cuma kesana dua kali selama Papa sakit. Pertama lo anterin gue pas jatuh, yang kedua lo jengukin gue pas kena DB."

"Hehe... iya, juga, ya?"

"Dru, lo ketawa?"

"Memang ada yang salah kalau gue ketawa?"

"Ya aneh saja, begitu. Ada apa?"

"Gak ada." Darko memicingkan matanya mencari kebenaran.

"Lo serius?"

"Ya iyalah. Lagian gue cuma ketawa, Ko." Dia terkekeh lagi, "gue sudah janji sama bokap buat ini. Kayaknya gue juga mesti cari teman cewek, deh!"

"Begitu dong, Dru! Akhirnya teman gue balik, ya Tuhan!"

"Gue pengen Papa cepet-cepet sehat, Ko. Gue gak bisa lama-lama lihat dia menderita. Sekarang apapun itu rasanya gue mesti belajar membuka diri, minimal untuk bokap gue."

"Kenapa lo gak deketin tetangga lo saja?"

"Ah... ngomong-omong dia, gue kemarin datang ke rumahnya buat minta maaf."

"Demi apa, Dru?!"

"Mungkin lo gak tahu kalau gue hampir seminggu marahan sama Papa."

"What? Kenapa?"

"Karena cewek itu. Gue berantem besar lah pokoknya."

"Bentar, kenapa gue sekarang bingung ya sama kalian. Hubungan kalian apaan sih?"

"Ya, gak ada. Dia teman Papa, seenggaknya itu yang dia katakan."

Pesanan mereka datang, sate kambing yang sangat menggiurkan ini rasanya gak rela buat lama-lama dibiarkan. Sate berdaging empuk, kecapnya tebel, dan bumbu bawang sama cabainya nendang banget. Biasanya setiap Dru makan ini, ia akan mampir ke Cak Heri untuk bungkus sate buat papanya, entah kenapa hari ini dia makan sendiri tanpa papanya. Mungkin ini satu dari sekian banyak cara untuk mewujudkan apa yang papanya minta.

DRUWhere stories live. Discover now