Bagian 5

96 3 1
                                    


Pagi ini Dru masih tidak membuka omongan dengan papanya. Cowok berambut gondrong itu masih membuatkan sarapan dan makan siang untuk papanya. Tapi, mulutnya ia kunci sampai sepertinya Ray tidak tahan untuk menegur anaknya itu.

"Kamu kenapa?"

"Enggak,"

"Kamu marah sama Papa karena menyuruh tetangga baru kita masuk kemarin?"

"Kalau Papa tahu kenapa harus tanya."

"Dru, apa yang kamu takutkan gak akan pernah terjadi."

"Dari mana Papa tahu?"

"Karena setiap orang akan menemui takdirnya masing-masing, termasuk anak Papa. Kamu dan Papa berbeda, jangan samakan takdir kamu dengan takdir Papa."

"Dru cuma menghindari, Pa. Dru gak mau kalau suatu saat nanti Dru yang jadi Mama."

"Kamu tahu? jika takdir mengatakan kamu akan menjadi Mama, berteman dengan banyak orang ataupun berteman hanya dengan satu orang, kamu akan melakukannya, Dru."

Dru terdiam, dia hanya mengambil rotinya dan memasukkannya ke dalam mulut. Roti panggang dengan telur ceplok yang disiram madu kesukaannya ini tiba-tiba menjadi hambar. Dia yang biasanya akan mengisi sarapannya dengan tertawa, tiba-tiba menjadi hening dan menegangkan. Mereka tidak pernah membicarakan hal-hal yang serius seperti akhir-akhir ini.

Belum dia pulih dari ketegangan yang Ayah dan anak itu ciptakan, tiba-tiba suara riang itu mengisi rumahnya.

"Selamat pagi, Om Ray!" sapanya sambil nyelonong masuk tanpa permisi.

"Selamat pagi, Wid." Ray tersenyum hangat, bagaimana Dru bisa mendorong gadis riang dan manis ini?

"Om, Wid mau ngajakin Dru buat berangkat bareng. Tadi Wid kesiangan, eh belum make up ini," sambil menunjukkan wajahnya yang polos tanpa make up, tapi menurut Dru dia tetap cantik walau tanpa make up.

Tunggu!

Apa Dru sedang menyatakan kalau dia telah mengagumi kecantikan gadis noisy itu? Yang benar saja, Dru?

"Jadi, boleh gak, Om?" tanya Widuri kepada Ray dengan puppy eyes nya.

"Tanya Dru dong, Wid." Ray tersenyum sambil melihat ke arah Dru.

"Bang, lo mau, 'kan?" tanya Widuri sambil memperlihatkan kunci mobilnya di depan wajah Dru.

"Jijik gue dengernya," ucap Dru sambil menyambar kunci mobil Widuri.

Tawa Widuri pecah seketika saat ia berhasil membuat paginya pergi bersama cowok sok jual mahal ini. Sebelum langkah Widuri benar-benar keluar dia berbalik dan mngacungkan ibu jarinya ke arah Ray, yang disambut Ray dengan senyum lebar dan gelengan kepala.

Langkah Ray sudah benar, dia harus membuat anaknya membuka hati. Minimal untuk sekedar berteman dengan orang selain Darko.

Di dalam mobil, Widuri berakting seperti tidak ada apa-apa. Dia mengeluarkan pouch make up nya, mengambil satu persatu dan diaplikasikan ke wajahnya. Dru masih diam, dia hanya fokus menyetir tanpa mau repot-repot bertanya atau marah, karena dia tahu usahanya akan sia-sia jika ini Widuri.

Mobil yang mereka naiki berbelok ke jalan utama menuju kantornya, berhenti di lampu merah, berhenti sejenak karena ada yang mau nyebrang, atau mobil tiba-tiba melaju perlahan karena ada seorang kakek tua yang sedang menarik gerobaknya. Semua tak luput dari penglihatan Widuri.

Lihat bagaimana Dru fokus pada jalan, sesekali dahinya mengkerut, rahang yang tegas membuat dia setuju kalau Dru adalah laki-laki yang tampan. Tapi, dia penasaran kenapa sorot matanya selalu penuh dengan kebohongan. Seperti ada rahasia yang coba ia sembunyikan sendiri.

DRUWo Geschichten leben. Entdecke jetzt