Bagian 1

172 4 1
                                    

"Mama harus bekerja, Sayang,"

"Kenapa harus jauh?"

"Pekerjaan yang menuntut Mama harus ke luar kota. Mama janji Mama akan sering pulang."

"Mama aku ikut!"

"Maaf, Sayang."

"Mamaaaaa!!! Jangan pergi! Jangan tinggalin aku!"

Sekelebat bayangan menghantui mimpinya akhir-akhir ini. Dru bangkit, menyambar handuknya untuk mandi. Mimpi sialan yang entah sampai kapan merusak paginya seperti ini. Guyuran air hangat yang terjun bersama kenangan buruk yang berlalu enam belas tahun lalu. Harapannya begitu.

Namanya Dru, Dru Aksa Arrayan. Seorang sarjana dari kampus tekniknya di Semarang yang sekarang bekerja di sebuah perusahaan benefit di Cikarang.

Tinggal bersama satu-satunya orang yang benar-benar ia sayang adalah satu dari bentuk bahagia yang selama ini ia coba lakukan.

Ibunya pergi entah kemana, selama enam belas tahun ia dan ayahnya tinggal berpindah-pindah sampai sekarang memutuskan untuk menetap di Bekasi.

Cinta? Selama ini seorang Dru tidak pernah bisa jatuh cinta. Menyimpan luka masa lalu dengan ibunya sudah membuat torehan itu semakin dalam. Ini yang membuat pria berperawakan tinggi dengan rambut gondrong ikal itu belum berpasangan dengan siapapun.

Hal yang selalu diulangnya hampir enam tahun lamanya adalah bangun tidur, membuat sarapan untuk dua porsi dan berangkat bekerja. Semua hal yang terasa monoton tapi tak sedikitpun ada rasa bosan.

Jika hidupnya akan seperti ini terus menerus, dia yakin hidupnya akan aman, dan semua masalah kemungkinan kecil datang padanya. Ya, dia hanya butuh hidup tanpa masalah.

Jam kantor dimulai pukul delapan, untungnya dia selalu datang tepat waktu dan tidak pernah terlambat selama dia bekerja di sini.

"Dru, nanti lo disuruh ketemu supplier di luar," ucap Hanas, teman satu departemennya.

"Kenapa gak ketemu di kantor saja, sih? Gue gak ada kendaraan," sergah Dru malas. Acara keluar kantor memang menarik untuk sebagian orang. Katakan dia aneh, sungguh dia malas keluar kantor hanya untuk basa-basi harga alat kaya gini.

***

"Darko!" teriaknya menggelegar sepanjang lorong parkir. Teman yang sudah ia kenal dari semenjak masuk kuliah itu selalu menyumpal telinganya dengan ear phone yang membuat suaranya mungkin akan sia-sia ia gunakan sekarang. Dia benar-benar sudah lelah tanpa berniat untuk berlari mengejarnya.

Darko sudah biasa pulang - pergi dengannya, dia selalu yakin temannya itu akan menunggunya seperti biasa. Tapi, sepertinya dewi keberuntungan tidak berpihak dengannya saat matanya menangkap mobil Darko keluar dari gate dua.

Sial!

Dia memutuskan untuk mengejar mobil hitam dengan garis kuning yang sedikit norak itu. Pasalnya, tasnya ia tinggal di mobil saat sebelum ke kantor lagi setelah bertemu dengan seorang suplier di luar.

Nafasnya terengah, keringatnya sudah membanjiri pelipisnya, rambutnya sudah berantakan kesana kemari.

Setelah ia berlari sekitar dua ratus meter akhirnya mobil yang Drko kendarai berhenti juga di lampu merah. Senyumnya terbit, dia mempercepat langkah kakinya sebelum lampu merah berubah menjadi hijau.

"Lo ngapain, Dru?" tanya Darko dengan sok polos saat Dru masuk mobilnya dengan wajah kesal. Dia mengambil botol air mineral yang selalu ada di mobil ini, menenggaknya sampai menyisakan setengah.

DRUWhere stories live. Discover now