Bagian 12

46 4 3
                                    

Semoga hari ini dapat kabar yang membahagiakan.

Have great day!

Love,

Rina Setyaningsih

-------------------------

Setelah tragedi pulang bersama, gadis mungil berambut panjang itu lama kelamaan lebih berani dan sesuka hati. Seperti sore ini, dia membawa setumpuk buku fotografi dan sate untuk satu porsi. Ya, hanya satu porsi.

Widuri mengajak Ray ngobrol panjang lebar, tertawa, dan minum es teh bersama. Mereka berdua, hanya berdua tanpa Dru. Sedangkan Dru hanya memperhatikan interaksi mereka dari sofa sambil sesekali melihat handphonenya.

Dia tidak bisa mengelak, semenjak Widuri datang, ayahnya tertawa lebih lepas dari biasanya. Sudah berapa bulan belakangan ini juga Ray tidak kambuh sesak napasnya, wajahnya lebih cerah, dan bahagia.

Jika ini adalah jalan yang Tuhan berikan untuk mempermudah kesembuhan ayahnya, dia tidak keberatan kalau rumah ini akan berisik setiap saat.

"Tahu, gak, Om? Masa ya, si Bibi nonton drama sampai nangis-nangis. Aku kira kan sedih kenapa begitu, eh ternyata gara-gara drama."

"Terus kamu apain?"

"Ya, pas Wid tahu kalau dia nangis gara-gara drama, Wid biarin saja."

"Kenapa begitu?"

"Karena dia bahagianya begitu, ya masa Wid mau ngerusak kebahagiaan Bibi, padahal kan dia sambil istirahat cuma beberapa jam."

"Iya, memang harusnya kita lebih longgar sama kebahagiaan orang lain."

"Wid kan bukan macam orang-orang yang galak sama mbaknya."

"Tapi, kamu kelihatan galak sama Dru."

"Itu mah dianya saja yang bikin Wid kesel mulu!"

"Memang dia ngeselin?"

"Ya begitu, deh." Widuri terlihat melihat ke arah Dru, lalu membisikkan sesuatu yang Dru gak bakal dengar, lalu mereka berdua tertawa bersama.

Semua yang mereka lakukan tidak luput dari penglihatan Dru. Wajahnya masam sekali, kusut, dan kesal karena tidak dilibatkan dalam obrolan sore mereka.

Widuri benar-benar menjadikan Ray sebagai temannya. Di hati kecilnya, Dru bahagia bisa melihat Ray bahagia. Namun, benci kala dia terlihat diam-diam menangis di kegelapan.

Saat Widuri tiba-tiba beranjak, Dru buru-buru membenarkan posisi duduknya, letak handphonenya, dan membuka satu aplikasi apapun untuk menyembunyikan kebenaran bahwa ia telah menguping begitu lama.

Widuri duduk di sampingnya, entah karena takut ketahuan atau hatinya memang sedang bergembira, jantung Dru seperti ingin melompat dari tempatnya. Debarnya cepat dan dia tidak salah kalau dia suka. Ya, dia suka di dekat Widuri.

"Dru," ucap Widuri sambil memainkan handphonenya.

"Hm," gumam Dru membalas perkataan Widuri.

"Lo mau ngapain malam ini?"

"Tidur."

"Ya, maksud gue selain itu?"

"Makan, nemenin Papa nonton tv, ngelamun, cuci piring, sama..."

"Oke! Harusnya gue gak tanya gini." Widuri memalingkan wajahnya ke arah Ray sambil cemberut. "Kenapa anak sama Bapak beda banget, ya? Harusnya jiwanya Om Ray di taruh di tubuhnya Dru saja! pasti tambah keren!"

"Lo mau ngakuin kalau gue keren? Memang dari dulu, sih." Ray yang melihat anaknya terkekeh geli tersenyum samar.

"Dih, kalau sama-sama masih muda Om Ray pasti lebih keren daripada lo!"

DRUWhere stories live. Discover now