BAB 4

19K 2.2K 249
                                    

"Austin," ibunya memanggil namanya malam itu dan ia tidak mendengar apa yang baru saja ibunya katakan karena ia terlalu sibuk memikirkan kata-kata Riley kepadanya tadi siang di rumah sakit.

"I don't date Riley, I fuck."

Dan balasan wanita itu kepadanya, "Ya, baiklah. Tapi apa kamu tidak penasaran Austin, kalau diluar sana ada seorang wanita yang akan memuaskan kamu dan sepenuhnya juga mencintai kamu? Siapapun wanita itu ia akan menjadi istri yang baik, don't you think? Kamu harus mencobanya Austin, mengenal wanita. Berikan kesempatan untuk diri kamu untuk belajar kalau wanita bukan hanya dapat kamu gunakan untuk kebutuhkan tubuh kamu saja, tapi wanita juga bisa mendengarkan, peduli, dan menyayangi kamu."

"Kamu sama sekali tidak mendengarkan apa yang Mama katakan, ya?" tanya Danielle Alden yang walaupun sudah terlihat berkeriput tidak memudarkan kecantikannya yang sangat elegan. "Tadi Mama bertanya kepada kamu bagaimana kabar Riley. How is she? Mama dengar ia masih menyelesaikan residency-nya. Tahun ini selesai, bukan?"

"Ya. Maaf Ma," kata Austin kepada Danielle Alden.

"Mama dengar Riley akan pindah ke Boston untuk mengambil fellowship-nya."

"Ya," kata Austin yang tahu kalau tahun ini adalah tahun terakhir Riley berada di Chicago sebelum pindah ke Boston untuk melanjutkan studinya sebagai dokter bedah jantung.

"She's really smart, Austin. Mama sangat bangga dengan Riley. Tidak mudah untuk menjadi dokter bedah jantung dan Riley selalu belajar kemanapun ia pergi."

Lalu Austin tersenyum dengan sinis mengingat kalau setiap kali ia bersama dengan wanita itu, hal-hal aneh terjadi. Sebagai contohnya wanita itu tidak belajar pagi ini ketika membuka pintu kamar Austin dan melihatnya telanjang. Kedua wanita itu jelas tidak belajar sama sekali ketika membersihkan bibir wanita itu dengan dasinya. Ketiga ketika mereka makan siang hari ini jelas Riley tidak belajar ketika mengatakan kepada Austin kalau wanita itu tidak akan pernah bertekuk lutut dihadapannya.

"Kenapa kamu tersenyum seperti itu?" tanya ibunya.

"Sepertinya Mama terlalu menyukai Riley—she's not all that great."

"She's that great, Austin. Tidak banyak putri bangsawan yang mau mulai dari awal dan menjadi dokter. Riley bisa saja meneruskan perusahaan ayahnya atau membangun perusahaannya sendiri, but she chose to dedicate her life to medicine. She's amazing."

Alexander Alden yang tengah mendengarkan ikut berbicara, ayah Austin bertanya kepada anaknya, "Kenapa kamu dan Riley tidak pernah bersama, Austin?"

"As in together in a relationship?" tanya Austin kepada ayahnya.

Alexander Alden mengangguk. "Aku melihat pertemananmu seperti pertemananku dengan ibumu, Austin."

Austin mengerutkan dahinya, "Apa Papa baru saja menyarankan kepadaku aku harus menikah dengan Riley?"

"Kamu harus jatuh cinta terlebih dahulu dengannya, Austin," kata Alex.

"Then no, I don't think we're capable of falling for each other, Papa," kata Austin. "Kenapa kita tiba-tiba membicarakan Riley?"

Ibunya menatap ayahnya seolah-olah mereka tahu kalau Austin akan bersikap seperti ini, "Kamu dan Riley, Mama sangat menyukainya."

"Aku dan Riley—sama sekali tidak menyukainya," jawab Austin.

"Papa dan ibumu—sangat ingin kalian bersama," ujar Alex. "This relationship between you too, it's like me and your mom's back then, Austin."

"Dan bagaimana Papa bisa tahu?" tanya Austin.

"I can see it, the sparks."

...

...

"You light up when she's around."

Austin menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak akan pernah terjadi. Lagipula Riley menyarankanku untuk berkencan. Aku harus mengenal wanita dan mengajak mereka makan malam sebelum menikahinya."

"Apa kamu mau?" tanya Danielle dengan semangat. "Mama mengenal beberapa teman Mama yang memiliki anak perempuan yang berusia hampir sepertimu, Austin. Tidak ada salahnya kamu mengajak salah satu dari mereka makan malam."

Pria itu berpikir sejenak dan mengambil air putih di dalam gelas yang disiapkan di meja makan. Setelah ia meneguknya ia menjawab ibunya, "Satu kencan Mama."

"Satu kencan," kata Danielle mengambil kesempatan itu.

Alexander Alden lalu berkata dengan spontan dan untuk menyindir Austin, "Sebenarnya Son, kamu bisa saja melakukan satu hal yang benar dari awal. You could actually be with Riley and that's the end of the story."

Austin tertawa dengan wajahnya yang sinis, "Papa tidak mengerti bagaimana wanita itu adalah neraka berjalanku. Apa kalian tahu kalau pagi ini Riley seenaknya masuk ke apartemen aku hanya untuk makan pagi—yang aku buatkan, mandi dan tidur?"

"Dan apa salahnya?" tanya Alexander. "Kamu yang mengizinkannya."

"Ia mengganggu hidupku."

"Tapi kamu menyukainya, bukan? Semua perhatian wanita itu."

"Again, why are we talking about Riley?" tanya Austin kepada ayah dan ibunya. "Kalian sepertinya hanya tertarik kepada Riley Renata Agnibrata saja."

Alexander Alden mengeluarkan kalimat terakhirnya yang membuat Austin terdiam, "Kalau begitu kenapa hampir lima belas tahun yang lalu kamu memaksa kepada Papa untuk menikahkan kamu dengan Riley? Remember you once wanted to marry her?"

__

Austin Alden tidak tahu bagaimana ia bisa berakhir di klub malam itu. Raven buka sampai larut pagi, klub privat yang tidak banyak orang tahu kecuali orang-orang yang membayar mahal membership untuk masuk. Tidak banyak orang yang tahu di tengah kota Chicago, Raven memiliki wanita-wanita malam yang eksklusif untuk para member klub.

Austin tengah meminum whiskey gelas keempatnya dan meneguknya sampai habis ketika seorang wanita dengan pakaian sangat minim—lingerie hitam dengan korset berwarna sama, celana dalam wanita itu berbentuk g-string menunjukkan bokong besar yang membuat Austin terus memandanginya, lalu garter hitam yang menahan stocking wanita itu yang diperhatikan Austin membalut kaki panjang wanita itu. "Come here," kata dirinya dengan dominan.

"Yes, Sir. Your wish is my command."

"Duduk," kata Austin memerintahkan wanita itu. Ruang pribadi klub malam itu membuat dirinya tidak terlihat sama sekali dengan siapapun yang sedang menikmati hal yang sama dengannya, ia tidak peduli siapa perempuan pirang didepannya yang dikirim oleh pemilik klub malam ini untuknya dan ia sekali lagi memerintahkan, "On your knees."

"Yes."

"Yes?"

"Yes, Sir."

Austin yang sedari tadi duduk di sofa berkulit hitam menaruh gelas whiskey-nya di meja dihadapannya. "I'm going to fuck you hard tonight."

"..."

"..."

"Do you understand?" tanya Austin.

"Yes, Sir."

"Tapi lakukan satu hal untukku," Austin menarik dasinya dengan lepas. Dasi sialan yang dibuat kotor oleh Riley Renata Agnibrata pagi itu. Austin lalu membuka dua kancing teratasnya hanya untuk menunjukkan bulu-bulu hitam dibalik kemejanya. "Sentuh dirimu, aku ingin melihatnya."

"Yes, Sir."

Austin tersenyum nakal, "Jangan lepaskan pakaian kamu dan sentuh tubuhmu dan puaskan diri kamu sendiri di depanku."

"Apa kamu mengerti? Lalu aku akan mengajarkan kepadamu kalau wanita baik-baik tidak akan pernah berani memuaskan dirinya sendiri dihadapanku. Aku akan menidurimu sampai kamu lupa siapa namamu besok."

Wanita itu menatap Austin dengan senyum dibibirnya karena ia tahu kalau Austin Alden adalah kliennya malam ini dan ia akan memuaskan pria itu. Apapun yang Austin Alden inginkan, tentu saja akan ia berikan dan ia menjawab dengan suara serak yang ia buat-buat, "Yes, Sir."

"Good. Play with yourself. Touch your body in front of me right now.

Play Pretend  | Red Series No. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang