BAB 1

24.8K 2.8K 322
                                    

Tiga puluh menit kemudian Riley telah mengganti scrubs(1)-nya dengan pakaian satu-satunya yang ia bawa, kaus putih dengan celana jins yang sudah usang. Lalu ia turun dengan rambut sebahunya yang masih basah. "Hi," kata Riley kepada Austin yang telah berada di dapur.

Sekarang pria itu terlihat seperti Austin Alden, CEO Alden & Corporate bukan dewa seks karena sekarang Austin mengenakan jas hitam termahal yang mampu dibelinya dan kemeja putih yang begitu pas ditubuhnya. Pria itu tidak mengenakan dasi dan melepas dua kancing teratasnya. "Apa sarapanku siap?"

"Tidak ada sarapan untukmu dan aku serius akan mengganti passcode apartemenku."

"Tapi security di bawah mengizinkanku untuk masuk," kata Riley dengan cuek dan mengambil sandwich ham dan keju yang sebenarnya telah disiapkan Austin untuknya. "Thanks for this. Kamu sebenarnya tidak perlu marah, Austin. Kamu hanya perlu mengurangi frekuensi bercinta—sorry what I meant is, sex— dengan wanita-wanita yang kamu tidak kenal."

"And what? Do it with you?" tanya Austin dengan kesal. "Karena hanya kamu saja yang nanti datang ke apartemen aku dengan seenaknya dan tidak diundang."

"Ew, menjijikan," kata Riley.

"Kamu yang menjijikan," Austin membersihkan bibir Riley dengan tisu ketika melihat bibir wanita itu penuh dengan saus mayonnaise dan saus tomat. "Jorok."

"Sakit," kata Riley seperti anak kecil.

Austin tertawa dengan sinis, "Jangan bohong kepadaku. Bibir kamu baik-baik saja."

Riley menghabiskan sandwich-nya dan menyadari kalau Austin sama sekali tidak memakan apapun kecuali secangkir kopi di tangan pria itu. "Kamu tidak makan apa-apa?" tanya Riley kepada temannya.

"You ate my last sandwich, Agnibrata."

"Aku bisa membaginya, Alden. Jangan menjadi pahlawan, kamu tidak cocok."

"Jadi aku cocoknya jadi apa?" tanya Austin.

"Peran antagonis yang jahat," jawab Riley.

"That's it, I'm done talking to you," kata Austin kepada wanita itu yang sekarang tertawa. "Kamu sangat menyebalkan tahu?"

"Aku tahu," kata Riley mengakui. "Kamar tidur mana yang belum dewa seks tiduri dengan wanita-wanita bodohnya? Aku perlu tidur."

Austin menjawab sinis, "Kamar tidur kamu, Riley. Maksudku apartemenmu sendiri."

"Too far," kata Riley. "Aku harus segera pindah sepertinya. Memerlukan empat puluh menit untuk pulang sedangkan hanya membutuhkan sepuluh menit untuk berjalan ke apartemenmu."

Austin mengembuskan napasnya dan menaruh cangkir kopinya yang sudah dingin, "Kamar tidur paling ujung, Riley. Diatas," kata pria itu kepada Riley.

"Thanks, Austin."

"Apa rencanamu hari ini hanya bertemu dengan Na-Young?" tanya Austin. "Aku bisa menjemputmu setelah itu if you're going back to the hospital."

Riley berhenti memakan sandwich-nya dan bertanya kepada Austin, "Apa kamu membenturkan kepalamu kemarin malam?"

Austin menyipitkan matanya, "Northwestern Memorial Hospital adalah rumah sakit ayahku Riley, aku harus menghadiri board meeting."

"Baiklah, jemput aku di Cećile Bistro," kata Riley.

Austin mengangguk dan Riley memberitahu pukul berapa ia akan selesai makan siang dengan Kim Na-Young teman semasa sekolahnya. "Aku akan tidur sekarang," kata Riley yang memegang lehernya dan memijatnya pelan. "Goodbye, Sex God."

"Bye," kata Austin kepada Riley.

Tapi Riley memperhatikan pria itu yang mengambil dasi hitam di kitchen island yang memisahkan mereka dan hanya mengaitkannya dengan asal. "Aku ikatkan.... Dasi kamu."

Austin menyipitkan matanya, "Aku tidak mau."

"Why?"

"Terakhir kali kamu mencoba mengikatkan dasi aku, dasiku sobek."

"Aku sudah berlatih."

Pria itu sekali lagi menyipitkan matanya dan nadanya berubah menjadi sangat posesif, "Sama siapa?"

"Sama diri aku sendiri bodoh," kata Riley kepada Austin. "Ayo sini pelayan pribadiku. Putri Rajamu sedang baik hari ini. Kamu seharusnya merasa tersanjung karena seorang putri bangsawan mengikatkan dasimu."

Austin berjalan memutar ke tempat Riley yang duduk di kursi tinggi sehingga dengan mudah wanita itu mengikatkan dasi Austin dalam posisinya sekarang. "Aku bertekad untuk mengikatkan dasi kamu seumur hidupku Austin."

"Right, no thank you," kata Austin dengan datar tidak menyadari maksud kata-kata wanita itu karena ketika ia menunduk wanita itu sama sekali tidak mengikatkan dasinya tapi mencium ujung dasinya dengan bibir wanita itu. Sehingga semua mayonnaise dan saus tomat dari sandwich yang baru saja Austin buat merusak dasinya.

"Aku bertekad untuk...." Dan Austin menarik dasinya dan dengan kesal berkata kepada Riley, "Riley, dasiku!"

Riley tersenyum dan bertanya, "Apa masih ada bekas saus di bibirku."

"One day, I swear I'm going to teach that lips a lesson."

"Ops, Austin Alden ingin menghukumku. Dengarkan aku baik-baik Austin, seorang pelayan tidak bisa menghukum majikannya."

Riley turun dari kursi dan mendorong dada pria itu, "Kamu masih akan menjemputku, kan?"

Austin mendesah dan berkata, "Ya."

Riley lalu berjinjit dihadapan pria itu dan melakukan satu hal lagi yang akan membuat Austin Alden sangat kesal—wanita itu mengacak-ngacak rambut Austin dengan jari-jarinya! Austin memegang pergelangan tangan Riley untuk menghentikan wanita itu, "Riley, you better stop."

"Atau apa?"

"Aku akan memastikan dasi kotorku terikat di pergelangan tangan kamu dan aku akan memastikan kamu akan berhenti membuatku pelayan pribadimu."

Riley dengan santai berkata, "I dare you, Austin. Aku tidak takut."

Dan pada saat itu Riley menarik tangannya dan berlari secepat mungkin menjauhi Austin, "Aku takut! Selamatkan aku pangeranku! Dimana engkau pangeranku!"

Austin yang tadinya kesal tersenyum melihat Riley yang berpura-pura lari darinya. "You're the death of me, Riley," gumam pria itu.

______

(1)Seragam dokter yang biasanya berwarna biru muda dikenakan untuk saat operasi.  

Play Pretend  | Red Series No. 1Where stories live. Discover now