[34] Davion's Wish

3.1K 322 15
                                    

Maaf baru update.. selain karena lagi nggak punya paketan, aku juga beberapa hari kemarin lagi nggak enak badan jadinya mau nulis agak gimanaa gitu 😌

Ini juga maaf kalau garing, karena ide lagi ngadat, hehe

Langsung cuss!

Langsung cuss!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.

.

Keesokan harinya mereka harus membatalkan keinginan Elle untuk menemui ibunya. Dikarenakan saat terbangun tadi pagi Davion menemukan matenya itu dalam keadaan demam.

Davion khawatir bukan main saat Elle yang berada di pelukannya menggigil dan bergerak gelisah. Dia merasakan tubuh gadis itu terasa panas. Davion segera menghubungi dokter pack dan memeriksanya. Dokter tersebut berkata bahwa matenya hanya demam biasa, mungkin karena kelelahan.

"Terimakasih Dokter Ash," ucap Davion setelah pemeriksaan berakhir.

Dokter Ash pamit undur diri dan keluar dari kamarnya. Meninggalkan dia dan Elle yang masih tertidur. Davion langsung menoleh saat mendengar Elle mengerang lirih. Dia mencoba menenangkan Elle yang masih bergerak gelisah dalam tidurnya. Meski tubuhnya telah diselimuti dengan selimut tebal, tapi gadis itu masih terus menggigil kedinginan.

Kedua mata itu mulai terbuka dengan perlahan, mengerjap beberapa kali hingga terfokus padanya.

"Dev?" ucapnya dengan suara parau.

"Ya, aku disini." Tangannya mengelus sisi wajah matenya yang masih terasa panas.

"Dingin."

Lelaki itu tersenyum kecil. Dia menegakkan tubuhnya dan melepas kaus yang dipakainya, lalu ikut masuk ke dalam selimut. Memeluk tubuh Elle agar gadis itu tak kedinginan lagi. Elle merapatkan tubuhnya pada tubuh Davion yang hangat.

Davion mengelus surai matenya dengan lembut. Hingga napas panas yang berembus di dadanya terasa tetatur.

'Bagaimana dengan bulan purnama jika mate masih seperti ini, Davion?' tanya Remus di pikirannya.

Elusan tangannya berhenti. Namun berlanjut lagi saat Elle menguselkan wajah di dadanya dan merengek pelan.

'Kita tidak akan memaksanya.'

'Itu artinya kita harus kembali lagi ke tempat itu.'

Peryataan itu dijawab oleh Davion, 'Ya. Bukankah selama ini kita juga selalu ke tempat itu?'

'Baiklah. Apapun untuk mate,' putusnya.

'Tapi seperti yang pernah aku katakan sebelum kejadian itu. Aku tidak bisa membiarkan mate tidak memiliki tanda dari kita. Kita harus menandainya lagi, untuk yang kedua kalinya.'

BLE MOU ✓Where stories live. Discover now