[8] Resquer

6.2K 678 17
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.


Ia membiarkan tubuhnya yang berangsur-angsur kembali ke wujud manusianya jatuh, sedangkan Lacey sudah tak sadarkan diri di dalam sana. Tubuhnya terasa sangat perih saat bersentuhan dengan dinginnya air sungai. Elle mencoba bergerak, yang sialnya semakin menambah rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya terlebih lagi perutnya mengingat panah batu tadi masih tertanam disana. Meskipun begitu, tangannya terus mencoba bergerak menggapai permukaan. Karena pasokan udara di paru-parunya yang kian menipis. Tiba-tiba saja beberapa panah melesat masuk ke dalam air. Tubuhnya yang masih berada dekat dengan permukaan membuat panah-panah itu masih dapat bergerak cepat.

Salah satu panah berhasil menancap lagi di paha kanannya. Reflek ia membuka mulutnya, berteriak, meskipun suaranya teredam oleh air. Sebuah kesalahan besar baginya, air sungai itu ikut masuk. Langsung terasa memenuhi sebagian paru-parunya. Ia kehilangan napasnya, sebelum kesadarannya terenggut Elle masih mencoba menggapai permukaan. Yang sayangnya tetap gagal. Tubuhnya pun semakin mati rasa, ikut terbawa arus, ia rasa mungkin sebentar lagi dirinya akan mati. Tapi itu lebih baik daripada harus ditemukan oleh mereka.

***

Davion yang saat itu sedang berlatih di halaman depan dengan beberapa warrior, merasakan sesak yang amat sangat di dadanya. Udara di sekitarnya seakan sangat sulit masuk ke paru-parunya dan tubuhnya seketika jatuh berlutut di depan Regan, Betanya. Semua orang yang melihat kejadian itu langsung reflek memanggil Alpha mereka dan menghampirinya. Regan mendekat dan membantu Davion untuk berdiri. Tapi tubuhnya terasa lemas. Regan dan seorang warrior memapah tubuhnya masuk ke dalam mansion, hingga ke kamarnya.

"Alpha, Anda baik-baik saja?" tanya Regan saat mereka sampai di kamar Sang Alpha. Davion hanya mengangguk sekilas meskipun sebenarnya dadanya masih merasakan sedikit sesak.

"Terima kasih. Kalian bisa keluar, aku ingin istirahat." Kedua pria itu mengangguk dan sedikit membungkuk padanya sebelum pergi. Davion merebahkan tubuhnya di kasur, menutup mata dengan satu lengannya. Dan satu pemikiran terlintas di otaknya. Ia terduduk. Jangan-jangan, kejadian tadi, rasa sakit yang ia rasakan tadi, berhubungan dengan matenya. Matenya? Bagaimana keadaannya? Ia bahkan belum bisa menemukan gadis itu sampai saat ini.

Dan baru saja ia bangkit dari duduknya, aroma itu seketika menerjangnya, memenuhi indera penciumannya.

***

"Celin! Sebenarnya mau apa kita kemari?" Laki-laki itu sudah sangat geram dengan kemauan saudara kembarnya. Ancelin masih terus berjalan menyusuri sungai di hutan tanpa mengatakan tujuannya. Gadis itu hanya meminta dirinya untuk ikut menemani.

"Kalau kau tidak mau menjawab. Aku akan pulang sekarang." Baru saja Ravel berbalik, sebuah tangan menarik kerah baju belakangnya. Membuat ia harus berjalan terseok-seok mengikuti langkahnya. Ia menepis tangan Ancelin dan merengut ketika gadis bermata hijau itu masih bungkam. Terpaksa Ravel tetap mengikuti kemanapun Ancelin pergi, atau ia akan terkena amukan keluarganya jika sampai gadis itu terluka. Ia mendengus kesal.

BLE MOU ✓Where stories live. Discover now