01

10 3 0
                                    

Syakila menatap lama pintu rumahnya, ia sudah berdiri di depan rumahnya sejak sejam yang lalu. Syakila menghela nafas ketika membuka pintu rumah.

"Lagi, lagi dan lagi." Syakila sungguh lelah dengan kelakuan kedua orang tuanya yang terus-terusan bertengkar, rumahnya seperti kapal pecah.

***
Rena dan adiknya telah sampai di rumah.

"Tunggu di rumah ya, kakak mau datangin Ibu dulu." Adiknya hanya mengangguk mendengar perintah kakaknya.

Rena mendatangi ibunya yang sedang bekerja. Lia Lisfana tepatnya Ibu Rena bekerja sebagai asisten rumah tangga.

Kebetulan tempatnya bekerja berdekatan dengan rumah mereka, bisa dibilang satu komplek sama rumah majikan Lia, hanya melewati tiga rumah saja sudah sampai. Rumah Rena terletak paling ujung komplek

Tetangga tempat menerima Ibu Rena bekerja ini, sangat baik dan bermurah hati. Rena bersyukur majikan Ibu mengerti akan kondisi Ibunya dan masih mau menerima Ibunya bekerja. Lia bergabung dengan beberapa pembantu lainnya.

"Assalamualaikum, Tante Sindy."

Rumah mewah bergaya klasik eropa dengan halaman hijau yang luas selalu saja membuat Rena takjub meskipun ia sudah sering mampir ke rumah ini.

"Waalaikumsalam, eh nak Rena. Mau nyari ibunya ya?"

"Iya Tan, mau gantiin ibu kerja."

"Oalah masuk aja, ibunya ada di dalam."

Sindy mempersilahkan anak gadis didepannya masuk.

"Terima kasih tante. "

Rena pun menghampiri ibunya yang sedang membawa keranjang pakaian. Ia menepuk pundak ibunya.

"Ibu pulang aja, biar Rena yang gantiin. Adek udah nunggu di rumah, tapi Rena belum sempat masak di rumah." Ibunya pun mengangguk dan menyerahkan keranjang pakaian kepada Rena.

"Ya udah ibu pulang dulu." Jawab Lia dengan bahasa isyarat.

****

Setelah semua pekerjaan beres, Rena berkacak pinggang nampak berpikir seperti ada yang tertinggal. Ia menuju kulkas dan membukanya.

Aduh, lupa belanja lagi. Gerutu Rena

Ia pun segera menghampiri Tante Sindy.

"Tan, bahan-bahan dikulkas habis."

Sindy yang tengah asyik menonton tv disofa mengalihkan pandangannya ke Rena.

"Oh iya, Tante lupa belanja. Tante bisa minta tolong nggak ke Rena, untuk belikan belanjaan Tante, nanti tante kasih catatan belanjanya." Rena mengangguk setuju.

"Iya tan."

Sindy pun berjalan ke kamarnya mengambil note kecil beserta kunci motor.

"Ini catatannya, pakai motor Tante aja." Tante Sindy tampak berpikir sebentar.

"Oh ya. Nanti didepan gang sini ada Indomart kan? Yang disamping masjid itu loh. Nah kalau ngeliat Doni di Indomart suruh cepet pulang. Lagian lama banget cuman beli satu barang aja."

Wanita yang berusia 34 tahun itu terus mendumel mengenai anaknya yang bernama Doni itu.

"Oh iya tan, kalau gitu Rena berangkat ya."

"Iya. Hati-hati dijalan."

Doni-anak Tante Sindy kebetulan merupakan kakak kelas Rena, ia tidak begitu dekat dengan Doni. Bahkan mereka jarang sekali mengobrol.

Memang Rena agak sungkan dengan Doni karena Doni adalah kakak kelasnya dan juga Doni  orangnya agak cuek, jadi ya Rena bodo amat.

Setelah sampai di Indomart, Rena memarkirkan motornya. Ia melihat Doni duduk di jok motornya, dengan raut bingung. Rena pun datang menghampirinya.

"Anu bang, kata Tante tadi suruh cepatan pulang. Tante nyariin barang yang abang beli."

Doni tampak terkejut atas kehadiran Rena.

"Oh. Iya-iya, ini mau pulang."

Setelah selesai menyampaikan amanah dari Tante Sindy. Rena pun berpamitan dengan Doni.

"Ya udah bang. Rena duluan ya mau belanja."

Rena membalikkan badannya, tetapi tiba-tiba kakinya tertahan. Ia menoleh ke belakang matanya tertuju pada tangan Doni yang menahan ujung baju Rena. Ia pun berbalik lagi menghadap Doni.

Rena mengkerutkan dahinya, menanyakan maksud Doni.

"Anu, hmm. Boleh minta tolong?" Tanya Doni ragu dengan tangan yang masih bertengger diujung baju Rena.

"Minta tolong apa ya bang?"

"Jadi, Bunda tadi nyuruh gue ke indomart untuk beliin pembalut.. " ketika sampai di kata terakhir Doni menggaruk lehernya canggung.

"Emmm. Jadi gue bisa minta tolong gak, lo beliin pembalut untuk Bunda."

Rena mengulum senyumnya,
Pantes lama

Melihat ekspresi Doni saat ini sungguh menggemaskan baginya, tampak seperti anak kecil yang malu-malu. Ia sungguh tak menyangka kakak kelas dihadapannya sangat penurut dengan ibunya.

Rena menatap tangan Doni yang bertengger di ujung bajunya, ada ide yang terlintas di otak Rena.

"Oke deh, Ya udah yuk masuk."

"Eh, gue tunggu di sini aja. Lo aja yang beli. "

"Loh, kan abang yang di suruh. Nanti biar Rena yang bayar dikasir. Kalau gak mau, ya udah Rena ke pasar aja nih."

"Eh jangan-jangan. Ya udah, ayo masuk."

Mereka berdua pun masuk ke Indomart. Setelah sampai di rak berjejer merek-merek pembalut, Rena menyuruh Doni untuk memilih pembalut.

"Jadi, Tante mau beli pembalut yang mana, yang pakai sayap atau yang biasa, atau yang tipis, lebar?"

Doni menggaruk tengkuknya tampak bingung. Ia menundukkan wajahnya karena malu. Mereka berdua nampak seperti sepasang kekasih. Doni seperti menemani pacarnya membeli pembalut.

"Baru tau pembalut punya sayap juga? Lo aja yang pilihkan gue gak tau yang kaya ginian."

"Emang Tante Sindy gak bilang mau beli pembalut yang merek apa?"

"Enggak."

Rena menghembuskan nafas kasar.

"Ya udah, aku ambil yang ini ya."
Rena pun akhirnya mengambil pembalut yang bersayap.

"Abang aja gih yang bayar. "

Doni melotot, bola matanya seperti hendak keluar dari tempatnya.

"Heh nggak-nggak, mampir ke rak pembalut aja gue malu banget. Apa lagi ke kasirnya bawa pembalut. Lo aja deh gue malu."

Rena terkikik geli melihat ekspresi kakak kelasnya. Iapun segera menuju kasir.

Setelah selesai dengan pembayaran dikasir mereka pun segera menuju parkiran.

"Ren, makasih ya."

Doni nampak bernafas lega, akhirnya tugas yang diberikan bundanya selesai juga. Rena membalas dengan anggukan.

"Ya udah bang, Rena berangkat dulu ya."

"Iya. Sekali lagi makasih."

Motor yang dipakai Rena pun berjalan meninggalkan Doni dengan sisa asap motor yang tertinggal.

Become the ChangeWhere stories live. Discover now