"Hai Prilly, apa kabar." Umpatnya santai menyodorkan tangannya dan ku balas jabatannya disertai senyum terbaikku.

Kurasa mataku sudah sangat berat ingin menyemburkan air dari sana. Tapi aku harus menahannya.

"Sayang, aku bisa jelasin." Ucapnya lirih menggenggam tanganku.

"Ga usah, ga papa kok. Semoga kamu bahagia ya. Jangan nakal lagi sama yang lain. Aku salah dulu ngerebut kamu dari dia, walau aku ga tau sebenarnya kamu masih sama dia. Maafin aku ya." Ucapku dan memalingkan wajahku, tapi dia menahan tanganku.

Halik berdiri dihadapanku.

"Ayo kita ngomong diluar, Sinta ikut gue." Ucapnya sambil merangkulku dan ku lihat Sinta memasang wajah kesal.

Saat aku berada diluar restaurant, aku tidak menemukan teman-temanku, apa mereka bersembunyi?

"Duduk sini." Ajaknya menarik tanganku duduk di samping kirinya dan Sinta di samping kanannya.

"Aku minta maaf ya, aku ga maksud macam-macam. Aku sebenarnya ga mau jalan sama dia. Tapi tadi dia datang ke rumah sayang. Sok-sok an minta anterin ke rumah sakit, kamu taukan mamah kalo udah dengar rs, jadi aku iyain, tapi malah kesini." Jelasnya panjang lebar.

"Terus?" Sahutku menunduk karena tak sanggup menatapnya. Bisa-bisa bocor nih mata.

"Awalnya aku ngajakin pulang. Tapi dia ngancam mau ngerusak hubungan kita, akhirnya aku ikutin semua maunya dia." Sahutnya lagi.

"Jadi kamu ga sekolah cuman karena dia?" Sahutku tegas.

"Yaiyalah. Secara diakan cinta sama gue, jadi apapun dia lakuin." Sahut Sinta yang bergelayut seperti ular di lengan Halik.

"Lo diem!!!" Nada suara Halik sudah meninggi. Akupun sudah tidak bisa menahan emosiku

"Maksud lo apa sih hah? Mau ngerusak hubungan gue? Ga sehat banget cara lo. Plagiat lo!!!! Otak tuh di pake. Oh iya ya lo ga punya otak. Lo mau apa? Mau balas dendam heh?" Tantangku berdiri dan menunjuk mukanya.

"Ga usah tunjuk-tunjuk! Eh PHO! Lo yang ngerusak hubungan gue. Lo yg ngancurin hidup gue. Sekarang lo bilang gue yang plagiat? Siapa yang ga punya otak hah?" Sahutnya tak kalah nyaring dariku dan berdiri menatapku dengan sengit.

"Sekarang lo pikir. Gue ga pernah kan ganggu lo dulu. Siapa yang ganggu lo hah? Halik yang datang sama gue. Dia yang minta gue nerima dia. Gue ga tau kalo dia udah punya cewe. Dan lo datang langsung nampar gue! Maksud lo apaan hah?" Aku sudah sangat geram ingin sekali menampat wajah gadis berjerawat ini.

"Hahahahaha. Lo kan pakai pelet. Tamparan gue ga kalah sakit sama sakit hatinya gue cewek jalang!" Sahutnya lantang dannnn...
Plaaakkk.

Sebuah tamparan mulus mendarat dipipi kirinya.

"Dan itu rasanya waktu tangan lo mendarat di muka gue!" Ucapku padanya dengan penuh emosi.

Tanpa basa basi dia mengotak atik hpnya sambil mengelus pipinya menatapku tajam.

Halik yang mencoba melerai kami memelukku lekat.

"Lo denger ini!" Ucapnya.

Maafin aku dulu ninggalin kamu. Aku sadar aku salah. Aku khilaf, ini saatnya aku menebus kesalahan aku sama kamu. Aku ga mau kamu ninggalin aku. Aku sayang kamu dan Prilly biar menjadi urusanku. Jadi ku mohon jangan beberkan ini kepada siapapun apalagi sampai Prilly mendengarnya. Aku hanya kasian melihatnya dalam keterpurukan. Jadi biarkan aku menjadi penenangnya sesaat. I love you.

Ya aku tau betul suara itu, tak asing bagiku, itu suara Halik.

Aku ambil hpnya dan ku lihat tanggal rekaman itu, tepat seminggu setelah aku resmi berpacaran dengannya dan sehari setelah kejadian Sinta melabrakku. Aku menatap Halik tajam seolah menyatakan bahwa 'kita perang!!'. Sebegitu kasiannyakah diriku sampai dia harus berpura-pura menyayangiku.

Jalan Pulang CintaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora