Posisi Aquila yang berhadapan dengan Aqsa membuatnya tidak sadar bahwa ada seorang laki-laki yang sekarang semakin mendekat ke tempat ia berdiri, "Oke kalau gitu, berarti gue rasa lo bisa menghadapi Jerome sendirian." Sebelum pergi meninggalkan Aquila, Aqsa menggumamkan "sorry" ke Aquila yang melotot ke arahnya.

"Aquila Jayawardhana," suara Jerome membuat Aquila bergidik tidak nyaman namun mau tidak mau Aquila membalikkan tubuhnya dan memberikan senyum palsu kepada laki-laki yang sekarang berhadapan dengan dirinya ini.

"Jerome Danarwijaya, apa kabar Jer?"

Jerome Danarwijaya atau yang biasa dipanggil Jerome adalah seorang womanizer dan fuckboy sejati. Model, pramugari, anak pejabat, anak SMA, mahasiswi, you name it. Semua sudah pernah dijajal habis oleh Jerome. Tapi Aquila adalah satu dari sedikit perempuan yang mentah-mentah menolak Jerome dari awal.

"Baik, tapi akan lebih baik lagi kalau lo mau jadi pacar gue Quil," jawab Jerome dengan senyuman menggoda. Senyum yang berhasil menarik perempuan-perempuan dengan mudah jatuh ke pelukan Jerome.

Di sisi lain, Aquila dengan sulit menahan ekspresi jijik agar tidak terlihat setelah mendengar perkataan laki-laki ini, "perempuan yang lo bawa hari ini akan sedih kalau tau lo ngomong kayak gini, Jer."

Jerome kemudian menunjuk seorang perempuan cantik berambut pendek sebahu yang sedang sendirian memainkan ponselnya, kentara sekali bahwa perempuan itu tidak nyaman sendirian, dilihat dari gerak-gerik serta tatapannya yang berkali-kali melihat ke arah Jerome dan Aquila, terlalu takut untuk menghampiri mereka karena ada aura superior yang sulit dijangkau dari Aquila, jadi perempuan ini lebih baik menunggu untuk dipanggil oleh Jerome yang sebenarnya tidak akan terjadi.

"Sara maksud lo? Gue baru kenal dia seminggu, dia model baru dan masih bisa gue bego-begoin. Dia fans berat Mas Gun dan gue janji untuk ngenalin dia, tapi sebelum itu gue pake dia dulu sampai gue bosan," Jerome melambai lalu tersenyum ke arah perempuan yang bernama Sara itu, "Lo lihat deh Quil, gue ajak dia ke acara ini dan dia pasti udah mikir gue bakal ajak dia serius. You see, she looks like she doesn't belong here, like a lost cat looking for her mother."

Aquila kira Jerome yang berdiri di hadapannya ini adalah Jerome yang sudah berubah dari bocah brengsek yang ia temui saat SMA, tapi nyatanya Jerome tidak berubah sedikit pun, kalaupun ada yang berubah, Jerome berubah dari brengsek menjadi sangat brengsek.

"Lo yang bawa dia kesini Jer, you should be the one who takes care of her," ucap Aquila tanpa tersenyum sama sekali.

Jerome terkekeh, "emang dia anak SD yang masih harus gue jagain? Lagian gue enggak bisa melewatkan kesempatan gue untuk ngobrol sama lo kan? You look prettier than her. Dibanding lo sih, dia enggak ada apa-apanya."

Sekarang Aquila benar-benar tidak bisa menahan rasa jijik ke laki-laki di depannya ini. Aquila memang senang dibilang cantik, tapi Aquila paling benci mendapatkan pujian itu dengan harus merendahkan orang lain, "iya dia cantik, tapi cantikkan lo Quil" atau "ya kalau dibanding lo sih dia enggak ada apa-apanya".

Aquila sangat membenci hal seperti itu. Kenapa harus memuji orang lain dengan menjatuhkan orang lain? Bukankah semua perempuan itu cantik dengan caranya masing-masing? Komentar-komentar seperti ini yang membuat perempuan juga ikut menjatuhkan perempuan lain. The society needs to learn that everyone is beautiful. Tapi laki-laki yang semacam Jerome tidak akan paham dengan hal-hal krusial semacam ini.

"You are disgusting, Jer. Enggak salah emang gue tolak lo dulu pas SMA. If I knew you would be like this mungkin gue juga enggak akan sudi pernah jadi teman lo," Aquila beranjak pergi namun tangannya sudah terlebih dahulu ditahan oleh Jerome.

the jayawardhanas ; ensemble castsWhere stories live. Discover now