58. Dia yang Tak Dikenal Siapa pun

55.9K 8K 375
                                    

Sidik jari orang itu tidak dikenali, tidak ada cara lain untuk memverifikasi identitas pria yang sekarang sudah meringkuk dalam sel tahanan itu. Satu-satunya yang membuktikan jika pria itu adalah si pembunuh sadis adalah cairan dalam suntikan yang dibawa oleh pria itu. Cairan itu sama dengan cairan yang dipakai si penjahat untuk membunuh korban terakhirnya. Korban terakhir yang teridentifikasi sebagai seorang ibu tunggal yang tinggal di perumahan Paradise garden.

Meskipun pelaku tertangkap basah saat hendak menyakiti korbannya, dia tetap tidak mau membuka mulutnya sedikit pun. Tampaknya dia benar-benar menggunakan haknya untuk diam. Pelaku hanya mengatakan omong kosong yang merendahkan dan tersenyum sinis jika ditanya. Pelaku itu sudah dipertemukan dengan Imran, si ketua RT yang dicurigai sebagai salah satu kaki tangan. Meskipun saat mereka dipertemukan, terlihat jelas jika pupil mata Imran membesar melihat pria itu. Tapi, lagi-lagi pria itu memilih untuk bungkam dan pura-pura tidak mengenali Imran yang jelas-jelas kaget saat bertatap muka dengannya.

Dari bukti yang ada, diputuskan jika pria tanpa identitas itulah pembunuh berantai dari perumahan Paradise Garden. Sungguh ironis memang, saat Dharma dan kawan-kawannya harus sangat bekerja keras dengan berbagai tekanan dan halangan atasan dalam proses pencarian. Lalu ketika pada akhirnya si pelaku tertangkap, dengan mudahnya atasan mengklaim kerja keras mereka, dan memaksa Dharma beserta timnya untuk segera menutup kasus itu.

Menangkap si eksekutor memang penting, apalagi jika melihat tingkah si pelaku yang sepertinya tidak waras, mungkin sekali jika tidak segera ditangkap, orang itu akan membunuh kembali dalam waktu dekat. Tapi, masih ada yang harus mereka selesaikan selain penangkapan si pembunuh. Orang-orang yang melakukan jual beli organ pun seharusnya ikut ditangkap karena mereka satu komplotan dengan si pembunuh.

Lagi-lagi, karena para korban adalah anak yatim piatu dan para gelandangan, tidak ada yang peduli dengan mereka yang menerima kematian tidak adil. Berita hanya menyorot soal pembunuhan Nitya dan Ganes, pasangan dokter spesialis dan pengusaha muda yang merupakan penghuni perumahan elit bernama Paradise Garden. Juga tentang penyiksaan yang mereka alami. Karena identitas pelaku yang tidak terungkap, berita di media menjadi simpang siur ke sana-kemari. Dari motif dendam hingga persaingan cinta dibahas. Media kadang memang tidak berperasaan, mereka membuat berita seenaknya, tanpa mempertimbangkan perasaan keluarga korban. Keluarga Navya dan Kalandra bukanlah sekelas keluarga konglomerat yang bisa membungkam media dengan uang seperti di drama. Yang dapat mereka lakukan sekarang hanyalah membiarkan saja, meskipun rasanya miris melihat berita yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

"Berhenti menonton berita sampah itu," ucap Kalandra mematikan televisi yang sedang ditonton oleh Navya. Mereka sudah keluar dari rumah sakit beberapa hari lalu, dan memilih untuk tinggal di rumah orang tua Kalandra. Kembali ke Paradise Garden adalah pilihan yang tidak akan pernah mereka ambil setelah apa yang mereka alami. Meskipun perumahan mewah itu tak disorot lagi, tapi merekalah yang tahu betapa horornya perumahan itu.

"Kenapa akhirnya seperti ini?" tanya Navya sedih, dia hanya ingin menemukan Nitya dan menghukum orang yang telah menyakiti Nitya dan Ganes, entah kenapa opini publik jadi jauh dari ekspektasi. Rekaman yang pernah diunggah Naka pun sekarang sudah menghilang, ditutupi oleh kasus pembunuhan Nitya.

Kalandra menghela napas mendengar pertanyaan dari Navya. Pria yang baru belajar berjalan sedikit-sedikit pasca apa yang dia alami, kini melangkah perlahan ke arah wanita yang menjadi istrinya.

"Terkadang tidak semua hal terjadi sesuai dengan keinginan kita," ucap Kalandra. Pria itu meraih tangan Navya dan menggenggamnya.

"Bagaimana perkembangan kasusnya?" tanya Navya menyandarkan kepalanya ke bahu Kalandra.

"Kata Bang Nattan tidak ada kemajuan yang berarti, meskipun pihak kepolisian menemukan si pembunuh, kasus berhenti di situ saja karena tidak ada benang merah yang bisa menarik gurita besar ikut diadili. Bang Nattan juga bilang, mereka hanya bisa mencari kemungkinan identitas si pelaku untuk mencari siapa saja yang terlibat dengan si pelaku," jawab Kalandra menjelaskan.

"Ck, haruskah kita membahasnya sekarang ...," ucap Kalandra lagi pada akhirnya.

"Fokuslah pada kesehatanmu, biar pihak yang berwajib yang menyelesaikan kasusnya," ucap Kalandra lagi, seraya mengelus sayang kepala Navya.

Selalu ada makna dari sebuah peristiwa, seperti apa yang terjadi pada pasangan ini. Menikah dengan cara yang paling tidak dapat dipikirkan, dengan kisah masa lalu yang sedikit memalukan, tentu bukan hal mudah. Tapi, lihatlah mereka, setelah semua peristiwa menakutkan yang mereka jalani berdua, dengan sendirinya kedekatan mereka terbentuk begitu saja. Pasangan yang awalnya saling memicingkan mata jika bersentuhan sedikit saja, sekarang berbagi pelukan kehangatan berdua dengan pembicaraan ringan di antara mereka.

Beralih dari pasangan yang sedang menjalani pemulihan kesehatan juga pemulihan hubungan mereka. Di tempat lain, Nattan masih sangat bersemangat untuk menyelesaikan kasus yang telah menghilangkan nyawa kakak serta putrinya itu. Pria itu merasa tidak berhak terpuruk jika belum menyelesaikan semua kasus ini dan memberikan keadilan pada Nitya juga Abela. Nattan kembali mengumpulkan bukti untuk menjerat semua orang yang terlibat dengan kejahatan itu. Meskipun keluarga Budiman Hartawan dan Prof. Adrian sudah tidak ada di Indonesia, mereka harus tetap mendapatkan hukuman jika mereka terlibat dengan semua kejahatan ini. Walaupun tidak membusuk di penjara, hukuman tidak bisa kembali ke negeri ini sepertinya juga tidak buruk. Setidaknya jika orang-orang itu tidak kembali, keamanan mereka sebagai orang yang mengungkapkan kasus ini akan terjamin.

"Kau sudah menemukan sesuatu?" tanya Willy merentangkan tangannya yang pegal karena sejak tadi berkutat dengan laptop di hadapannya.

"Willy ... lihat ini!" seru Nattan, membuat Willy segera mendekati pria itu.

"Seseorang yang pernah tinggal di panti asuhan yang dulunya berdiri sebelum perumahan itu merespon, dan mau bertemu," ucap Nattan lega. Mereka menyimpulkan jika si pembunuh yang tanpa identitas dan tanpa alamat itu kemungkinan adalah anak panti asuhan yang dihancurkan, sebelum perumahan dibangun. Ini dapat menjelaskan bagaimana si psikopat bisa mengenali dan membuat markas di tengah perumahan berpenghuni. Tapi, dari tampang si pelaku yang sangat bersih dan rapi kemungkinan dia hidup dengan sangat baik. Dari tingkah pelaku yang menunjukan gejala penderita OCD, juga tingkah gila lainnya, pastinya orang itu hidup dengan obat penenang selama ini. Ditambah lagi, fakta jika pelaku membunuh korbannya dengan cara sadis tapi tidak sampai mencederai organ dalam, sepertinya pelaku memang memiliki pengetahuan yang luas.

"Cepat ajak dia bertemu, mungkin saja dia tahu sesuatu yang bisa menuntun kita untuk mengungkapkan segalanya," ucap Willy.

Sementara dua pria dewasa itu menemukan harapan baru untuk mengungkapkan kasus yang kusut itu. Di tempat berbeda nan jauh di sana, dua pria lainnya memasang wajah tegang satu sama lain. Dua pria paruh baya itu terlibat perdebatan sengit hingga mereka pusing sendiri mengatasinya.

"Semua akan baik-baik saja, sudah ku katakan ... kasus ini akan segera berakhir," ucap si pria.

"Apa kau yakin dengan keputusanmu?" tanya pria lainnya.

"Apa maksudmu bertanya begitu? Semua keputusan yang aku ambil tidak pernah salah," jawab si pria itu jumawa.

"Memang keputusanmu tidak pernah salah, tapi keputusanmu juga yang menjadikan dia monster ...," ucap pria lainnya dengan suara mengecil di akhir.

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang