13. Tinggal Nama

72.6K 9K 596
                                    

Navya menutup mulutnya seraya mundur setelah melihat jasad di balik kain putih itu. Jenazah itu wajahnya dipenuhi lebam dan darah mengering yang belum dibersihkan. Tapi, meski rupa jenazah itu berantakan, wajah itu masih dapat dikenali sebagai wajah Ganes. Navya langsung terisak menangis karena syok sekaligus sedih. Belum lama ini mereka berkumpul bersama, dan sekarang dia melihat Ganes sudah dalam keadaan tak bernyawa dengan penampilan mengenaskan.

Kalandra terlihat lebih kuat meskipun mata pria itu memerah menahan tangis. Siapa yang tidak sedih dan syok mendapati saudara kandungnya dalam keadaan tak bernyawa. Terlebih setelah hilangnya Ganes, mengumpati kakaknya hampir setiap hari karena kelakian kakaknya meninggalkan acara pernikahan miliknya sendiri.

Mengerti jika dua orang di hadapannya butuh waktu untuk memulihkan diri dari rasa syok, Mitha tidak dulu berkomentar. Dia hanya menunjukan jalan keluar agar tangis si wanita tidak mengganggu penghuni kamar mayat. Mitha juga berinisiatif membelikan air kemasan untuk keduanya setelah menempatkan mereka ke dalam ruangan yang memiliki tempat duduk.

"Bang Ganes ... itu Bang Ganes, kan?" tanya Navya di sela isakannya. Kalandra tidak bisa menjawab karena sedang menahan tangis, pria itu hanya memeluk tubuh Navya yang terisak dan menyamankan wanita itu agar bersandar padanya.

"Kak Nitya ...," ucap Navya tiba-tiba dan langsung menegakan badannya.

"Kak Nitya ... bagaimana dengan keadaan Kak Nitya? Apa mereka bersama?" tanya Navya masih dengan isakannya.

Mitha mendekati keduanya dan menyerahkan air dalam botol kemasan yang langsung diterima Kalandra. Kalandra meminta Navya untuk minum dan menarik napasnya agar sedikit lebih tenang.

"Dia benar kakakmu?" tanya Mitha setelah tangis Navya sedikit mereda.

"Iya, dia Kak Ganes," ucap Kalandra lesu, dia belum berani memberikan kabar menyedihkan ini pada orang tuanya. Mungkin nanti pagi barulah dia akan mengabari orang tuanya.

"Apa ada seorang wanita bersamanya?" tanya Kalandra.

"Maksudmu?"

"Apa ada korban lain yang dibawa bersama Bang Ganes. Seorang wanita bernama Nitya?"

"Memang ada korban lain yang dibawa bersama Ganes, tapi keduanya laki-laki. Kondisi jasad kedua laki-laki itu lebih parah dari jasad Ganes. Jasad mereka remuk hingga tidak bisa dikenali, sepertinya mereka duduk di kursi depan pas yang tertimpa tembok besar pembatas jalan," jelas Mitha.

"Tembok besar pembatas jalan?" tanya Navya yang juga menyimak pembicaraan kedua orang itu meskipun masih sedikit terisak.

"Iya, menurut orang yang membawa mereka, kasus kecelakaan tunggal yang menabrak tembok beton pembatas jalan," jelas Mitha lagi.

Ingatan Navya kembali pada mobil yang dilihatnya tadi pagi. Keramaian di depan gerbang satpam tadi. Sekarang semuanya jadi masuk akal, pasti bukan tanpa alasan kenapa dia merasa aneh dengan mobil itu.

"Mobil itu, aku sudah bilang mobil itu mencurigakan ... seharusnya kalian percaya padaku ... jika ... jika ... kita memeriksa mobil itu mungkin ... mungkin ... nasib Bang Ganes tidak akan seperti ini," ucap Navya sedikit histeris.

Kalandra langsung memeluk Navya berusaha menenangkan wanita itu. Mereka sedang berada di rumah sakit dan malam hari, tentu saja akan mengganggu penghuni lain. Terlebih mereka juga datang ke kamar mayat tidak melalui jalur resmi rumah sakit.

"Sekarang pulanglah dulu, masalah jenazah kakakmu aku akan bantu urus. Datanglah besok pagi untuk membawa pulang jenazahnya bersama keluargamu yang lain," ucap Mitha.

"Em ...," ucap Mitha lagi ragu.

"Ada apa?" tanya Kalandra.

"Aku tidak tahu harus mengatakannya atau tidak. Tapi ...," jawabnya ragu.

"Katakan saja," Pinta Kalandra.

"Ada yang aneh dengan kondisi Ganes saat ditemukan. Kedua kaki dan tangan Ganes terikat tali rantai, ada kemungkinan kakakmu sepertinya korban penculikan, apalagi tidak ditemukan identitas satu pun di lokasi kejadian. Tapi, itu hanya asumsi yang belum bisa dibuktikan," ucap Mitha.

Kalandra tidak tahu bagaimana menanggapi apa yang Mitha ucapkan. Dia terlalu syok dengan semua ini hingga tidak bisa lagi berpikir.

"Apa kau ingin dilakukan autopsi untuk mengetahui lebih rinci penyebab kematian kakakmu?" tanya Mitha.

"Lakukan jika itu yang terbaik," jawab Kalandra akhirnya, karena sekarang ini dia tidak bisa berpikir apa pun selain mengiyakan saja. Kepalanya mendadak penuh, ditambah tangisan Navya membuatnya bertambah bingung.

*************

Navya tertidur sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Mungkin wanita itu kelelahan akibat menangis. Hingga sampai ke depan rumah, Navya masih lelap dalam tidurnya. Dengan terpaksa Kalandra menggendong Navya masuk ke dalam rumah dan membaringkannya di atas tempat tidur. Sebenarnya ada baiknya juga Navya tidur karena jika wanita itu masih bangun, ketakutan berlebihan wanita itu akan rumah ini akan terdengar lagi dan tentu saja menambah pusing kepalanya.

Kalandra menunda memberitahukan orang tuanya mengenai keadaan Ganes. Kalandra memilih mengistirahatkan diri karena kepalanya mendadak pusing. Terlalu banyak hal yang memasuki kepalanya hingga membuat Kalandra bahkan tidak bisa menangisi kepergian sang kakak.

Tengah malam, Navya terbangun dari tidurnya karena mendengar suara tangisan seseorang. Navya bangun dari pembaringannya dan melihat sekeliling. Navya melihat ke arah Kalandra yang tertidur memunggunginya. Tangisan itu semakin terdengar jelas, membuat Navya langsung waspada. Navya turun dari pembaringannya, dengan perlahan dia berjalan mengikuti suara tangis itu. Meskipun kaki dan tangannya bergetar karena ketakutan tapi Navya memaksakan diri untuk terus berjalan. Dengan tangan bergetar Navya membuka pintu kamar dan berjalan keluar. Semua ruangan gelap hanya sedikit sinar dari lampu luar yang menerangi ruangan itu samar-samar.

"Siapa di sana?" tanya Navya bergetar karena selain suara tangis dia juga melihat sekelebat bayangan seseorang melintasi ruangan. Navya menyalakan lampu rumah, dan melihat sekelilingnya, tapi tidak ada siapa pun di ruangan itu. Suara tangis itu masih terdengar, Navya kembali berjalan mengikuti asal suara itu.

Navya membeku ketika melihat seseorang berjongkok di pojok dapur. Orang itu menyembunyikan kepalanya, dan membiarkan rambutnya yang terlihat kusut tergerai menutupi hingga kakinya.

"Siapa di sana?" tanya Navya dengan suara bergetar.

Orang itu tidak menjawab malah suara tangisnya semakin mengeras. Navya memberanikan diri untuk semakin mendekati orang itu. Tangannya terulur untuk menyentuh kepala orang itu. Dengan bergetar dan sangat pelan Navya semakin dekat untuk menyentuh orang itu. Dan

Aaaa ....

Navya menjerit ketika tangannya di tangkap oleh orang itu. Jeritan Navya semakin menjadi ketika orang itu mengangkat wajahnya dan memperlihatkan wajahnya yang di penuhi oleh darah. Navya terus menjerit tapi anehnya dia tidak bisa mendengar suara jeritannya sendiri. Orang itu semakin erat menggenggam tangannya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Navya. Navya melotot ketika melihat wajah penuh darah itu tak asing di matanya.

"Kak Nitya ...," ucap Navya tidak berjasa.

Wajah seseorang mirip dengan Nitya itu semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Navya. Anehnya setelah wajah mereka berhadapan Navya bukannya takut, justru dia merasa sedih.

"Kak Nitya ...," panggil Navya.

Sebelah tangan Navya yang bebas terulur untuk menyentuh wajah itu. Dengan perlahan tangan Navya semakin dekat dengan wajah yang dipenuhi darah itu. Semakin dekat ... semakin dekat ... sampai ....

AAAAAAA ....

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang