19. Ravin Cakrawala

Start from the beginning
                                    

Empat tahun sudah berlalu. Hidup Ravin telah berubah. Rumah yang ditempati lelaki itu cukup besar dan kosong. Di dalam kamar terpampang secara jelas foto seorang wanita yang menggendong anak lelaki, sedang pria paruh baya yang mengusap rambut seorang remaja. Mereka-lah keluarga Gabino. Wajah mereka tergores coretan silang berwarna merah kecuali Ravin dan kakaknya. Di bawah foto tersebut tertulis dengan penekanan acak khas anak kecil: 'kenapa cuma aku!'. Di sisi lain dekat rak ukuran sedang berisi buku-buku pengetahuan, bagian dalam rak berkaca, terdapat kumpulan penghargaan Ravin di bidang akademik, sudah kotor dan berdebu. Di tempat lain berbagai benda-benda mahal terpajang, foto-foto berbagai ukuran yang masih tersisa akan kenangan seorang Ravin dan keluarganya, terdapat di dalam kardus usang.

Memori Ravin berantakan, ia tidak pernah menginginkan mengingat masa lalunya. Lelaki itu memaksa meretakkan semua ingatan menjadi berkeping-keping, hingga bebarapa kenangan sama sekali tidak diingatnya. Begitu banyak hal yang terjadi, pahit dan gelap, membuat Ravin kehilangan arah juga tujuan.

Awalnya memori itu perlahan memudar, memori kenangan tumbuhnya masa kanak-kanak Ravin bersama Astrid, Darsa dan kakaknya Hasta. Kemudian seiring berjalannya waktu, Ravin menemukan netra coklat yang menatapnya lekat, tatapan asing yang anehnya terasa dikenali Ravin, hingga pelan-pelan memori lelaki itu mengenai masa kecilnya sedikit demi sedikit tergambar jelas. Dirinya yang senang menangkap berbagai serangga, reptil kacil maupun memegang hewan. Dirinya yang senang menjahili Hasta. Dirinya juga yang senang bisa menjadi anak yang terlahir dari rahim sang mami. Untuknya Ravin membenci sosok Fiora. Gadis itu dapat memperjelas semua memori yang berusaha Ravin kubur dalam-dalam, dengan ingatan lama, hanya karena, sepasang iris coklat tersebut.

Meski perasaan Ravin membenci Fiora, lelaki itu tidak bisa menahan diri akan bagaimana tatapan matanya memperhatikan sikap Fiora. Dia mudah menangis, tidak terlalu pandai urusan nilai, namun cerdas di bidang puisi maupun merangkai kata. Selanjutnya tanpa sadar, Ravin membantu urusan Fiora diam-diam. Mengenai alasan, Ravin belum menemukannya, yang lelaki itu tahu, dirinya tidak bisa membiarkan Fiora menderita lebih lama. Sebatas itu. Lalu segalanya mengalir.

Ravin memalingkan pandangan, menemukan Maximus sedang menggesekkan bulu-bulu lembutnya, ke arah tubuh lelaki itu. Apa Ravin mengatakan tempat yang dirinya tinggali hanyalah seorang diri? Itu tidak sepenuhnya benar, Ravin memiliki anjing jantan ber-ras Golden Retriever dengan warna krem terang, tingginya 58 cm, dan berat 30 kg. Hewan yang menjadi kesayangan Ravin Cakrawala. Bersama anjingnya, Ravin akan merasa lebih sadar, Maximus seolah menyadari sikap aneh Ravin, bila lelaki itu sedang dilanda kesedihan, hal tersebut membuat Ravin bisa tetap pada batasannya.

Ravin berjalan kembali ke kamar, membersihkam tangan bekas remahan rokok di wastafel tempat cuci piring, setelah selesai, irisnya melirik jam di dinding atas dekat lemari, pukul tepat dua belas malam tengah hari. Maximus mengikuti, berputar-putar di sekitar kedua kaki Ravin, kemudian mengelus-ngelus celana hitam lelaki itu, mencari perhatian. Ravin berjongkok, membelai bulu anjingnya yang disambut jilatan antusias Maximus. Beruntunglah ia memiliki seekor hewan setia yang menemani lelaki itu. Sorot Ravin lebih bersinar dibandingkan awal di mana dirinya terpaksa bangun dari mimpi buruk yang selalu sama.

Ponsel Ravin bergetar menandakan adanya pesan singkat yang masuk, Ravin berdiri, menghampiri ponselnya, membaca sebentar, menimbang-nimbang apakah dirinya menyetujui ajakan seorang wanita lebih tua darinya, di kelab malam. Ravin membutuhkan ketenangan, maka musik kelab bisa saja membuat hatinya lebih tentram seperti sebelum-sebelumnya. Ravin mengantungi ponsel, sekotak rokok, pematik, dompet dan kunci mobil. Ia menyempatkan diri terlebih dahulu mengecup wajah anjing bertubuh cukup besar tersebut penuh pengertian, lelaki itu berujar, "Jaga rumah, Max." Kemudian berjalan ke luar rumah setelah Maximus menyalak mengangguk.

Ravin mengendarai mobilnya, menuju kawasan kota, rumah yang dirinya tinggali berada di desa yang agak jauh dari sekolah. Jemari Ravin menunjukkan rasa gemetar, Ravin menyorot lurus. Padahal sudah empat tahun lamanya, tetap saja, Ravin dibayangi perasaan takut yang sama. Lelaki berambut hitam itu menambahkan kecepatannya, ketika jalan yang dirinya lewati sepi kendaraan. Kakinya segera menginjak pedal rem, ketika sudah sampai di kelab yang menjadi niatan.

Ravin termenung, dekat gang sana, dirinya mendapati sekumpulan lelaki lebih tua darinya sekitar satu atau tiga tahun, mereka pecandu rokok---sama sepertinya---bersama perempuan yang berjalan menghampiri. Netra Ravin menghitung, ada lima laki-laki, termasuk seorang yang membelakangi pandangan Ravin menggunakan punggung. Perempuan bergaun gelap bertudung jaket itu semakin terlihat jelas menampakkan wajah, dalam sekali tatap, Ravin sadar dirinya mengenalinya, dia Fiora.

Jari bergetar Ravin mengetuk setir pengemudi, menyorot memperhatikan sikap yang akan dilakukan Fiora. Bibirnya membungkam ketika tatapannya jatuh menemukan Fiora menangis, melayangkan tamparan keras pada lelaki yang belum dikenali Ravin wajahnya. Ravin bergeming. Selanjutnya ketika sadar, Ravin sudah begitu saja menghampiri kumpulan laki-laki itu, untuk melemparkan pukulan pada satu lelaki yang mencengkram bahu Fiora kuat, tatapan Ravin menggelap, Riki kehilangan keseimbangan lalu memundurkan langkah. Lelaki berlidah tindik itu seketika tertawa.

DarkpunzelWhere stories live. Discover now