09. Cukup Berteman

115 17 11
                                    

Fiora menghembuskan napas. Juni benar-benar membolos seharian penuh. Ia membereskan barang-barang untuk pulang ke rumah. Pergerakan Fiora terhenti. Gadis itu termenung. Apa ia akan terus seperti ini, membiarkan Riki bersikap seenaknya, setelah begitu banyaknya prestasi, yang sudah Juni capai susah payah. Walau baru sebentar mengenal gadis berkepang dua itu, Fiora menyadari akan kecerdasan Juni mengenai tiap-tiap pelajaran sulit. Fiora kembali mengingat, bagaimana nasihat Erina untuk segera mengambil keputusan paling baik yang ada dalam hati.

Setelah mengambil keputusan dengan mempertimbangkan segala sebab-akibat. Gadis bernetra coklat itu menutup resleting tas, menaruh di atas meja. Lalu berjalan menelusuri koridor dengan sengaja meninggalkan barang di kelas, akan sangat merepotkan bila Fiora membawa tas untuk berdebat dengan Juni nanti. Ya, Fiora memutuskan berselisih dengan Juni habis-habisan, dibanding membiarkan sikap Juni berubah semakin memburuk. Pendidikan Juni menjadi tak tentu arah. Fiora tidak menginginkan hal tersebut. Juni adalah salah satu temannya, maka, Fiora berhak memberi pendapat baik untuknya.

"Tenang aja Kak Riki, aku bakalan bantu Kakak sebisa aku. Asal Kakak sama aku, aku nggak papa." Langkah Fiora berhenti di pintu kelas dua belas IPS tiga. Fiora mencengkram jemari kuat, setelah ocehan Juni terdengar di telinga. Bagaimana mungkin, Juni berlaku begitu baik, padahal sudah diperlakukan tak manusiawi? Fiora berjalan menghentak, ia menghampiri tempat Juni, bersebelahan dengan Riki yang menyandarkan wajah di atas meja. Lihatlah, bahkan visual Riki Irwana tidak setampan atau sekeren yang orang-orang bicarakan. Suara Fiora meninggi. "Juni, kenapa kamu mau-mau aja kayak gini?" Menarik napas, Fiora menyambungkan, "Kamu harus sadar kalau kamu cuma dimanfaatin sama kakak kelas brengsek ini!" serang Fiora emosi.

Juni berdiri, berjalan sedikit agar bisa berhadapan langsung dengan Fiora, dan leluasa mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran. "Aku udah bilang nggak usah berlagak sok tahu!" sembur Juni tak kalah tinggi. "Apa urusan kamu peduli sama hubungan aku sama Kak Riki!" ketus Juni menatap tajam, tanpa gentar.

Kuku-kuku Fiora memutih ketika Fiora menguatkan kepalan tangan. Fiora mengerutkan kening, alisnya terangkat, senyum mengejek terukir samar. "Hubungan?" tanya gadis itu bernada sarkas. "Kamu bilang hubungan! Hubungan macam apa kayak gini, Juni?!" Meski Fiora tahu, trauma Istari akan membayangi tubuh dan pikirannya, ketika Fiora mendengar bentakkan, Fiora berusaha menahan rasa gemetar sekuat tenaga, karena, Fiora menyadari, ini menyangkut masalah teman baiknya. "Hubungan yang aku tahu adalah kamu cuma disuruh-suruh sama dia!" jerit Fiora menaikkan suara. Napas Fiora tersengal, irisnya berkilat terang.

Riki mengangkat wajah dari lekukan tangan, terlihat terganggu akan sikap mendadak Fiora yang datang dan langsung meninggikan suara. Riki menyorot tidak tertarik perselisihan dua perempuan di depan kelasnya itu. Lagipula, Riki sudah bisa memperkirakan apa akhir dari pertengkaran mereka berdua. Ia menyorot Fiora kasihan menggunakan sorot merendahkan, seperti biasanya bila bertemu dengan orang yang akan kalah.

Kali ini, giliran Juni yang menatap penuh ejekkan, matanya memincing. "Kamu ngomong kayak gini karena iri 'kan sama aku?" Tepat ketika Fiora mendengar hal itu, iris coklatnya membulat sempurna. Bagaimana mungkin Juni bisa saja memikirkan hal yang lebih masuk akal mengenai kekhawatiran Fiora pada gadis itu, dibandingkan berspekulasi keirian semata.

Fiora meremas kain rok abunya menggeram, "Kamu bilang apa?" tanya Fiora masih dengan ketidakpercayaan.

Juni kembali berteriak, "KAMU NGOMONG KAYAK GINI KARENA IRI 'KAN SAMA AKU!" berang gadis terkepang dua itu, menunjukkan rasa amarahnya terbakar. Juni menunjuk dadanya sendiri melanjutkan ucapannya, "Kamu iri sama aku yang punya hubungan spesial sama kakak kelas, karena kamu sadar, kalau orang buruk rupa kayak aku nggak pantes dapet perhatian lebih." Kedua mata Juni berkaca-kaca, poni depan gadis itu bergerak tertiup angin. Juni menyorot nanar. "Karena aku... buruk rupa, 'kan?" sambung Juni menekan kalimatnya.

DarkpunzelWhere stories live. Discover now