18. Merekatkan Serpihan

Mulai dari awal
                                    

Mereka menjelaskan bagaimana sikap Riki yang mudah berbaur, populer, dan cerdas di bidang olahraga. Lelaki itu memiliki banyak teman dari berbagai jenis. Dia merokok, senang minum-minum, dan sekarang-sekarang ini memasang tindik di tengah lidah. Riki tak pernah terlihat mengganggu murid perempuan lain, kecuali pada Juni Astina, yang bisa dirinya manfaatkan. Lelaki itu tidak memiliki wali tetap, berbeda dengan Fiora yang berstatus tanpa wali, Riki Irwana tidak benar-benar memiliki wali, maksudnya dalam berkas identitas tertulis nama ayahnya, namun demikian, acara sekolah, semisal rapat, pengambilan rapot atau kegiatan penting lainnya, tak pernah ada orang tua yang mengunjungi seorang Riki Irwana. Sehingga, teman sekelasnya pun tak ada yang pernah tau mengenai keluarga lelaki berlidah tindik itu.

Benar bahwa ungkapan Juni yang mengungkapkan ketidakjelasan alamat Riki. Tak pernah ada satu pun yang pernah melihat secara langsung rumah utama Riki yang ditempati keluarganya. Riki memang senang bermain, tetapi lelaki itu, seolah tetap memberi batasan pada mereka yang dirinya anggap tidak boleh menjangkau kawasannya. Juni adalah pengecualian, mereka mengatakan bahwa sikap Riki bisa sangat berubah bila berhadapan dengan Juni. Fiora merasa teka-takinya tak terselesaikan dengan baik. Gadis berambut hitam bernetra coklat itu belum menemukan mengenai jati diri sesungguhnya seorang Riki Irwana. Terakhir, Fiora diberi tahu tempat di mana biasanya Riki berada bersama teman tongkrongannya. Kelab malam kota.

Fiora mengenakan gaun biru tua sepanjang lutut, dibalut jaket coklat usang, menaiki taksi menuju tempat yang dijelaskan kakak kelas tersebut padanya. Fiora menggigit bibir, berjalan takut-takut ketika melihat kumpulan orang-orang kota menggunakan pakaian tipis bersama pasangannya. Fiora memejamkan mata, menggunakan tudung jaket menutupi rambut gadis itu sembari merasa gelisah. Fiora menyorot pintu masuk kelab yang dijaga penjaga, ia harus memberikan identitas terlebih dahulu, yang menyatakan bahwa dirinya sudah berumur delapan belas tahun baru bisa memasuki kelab. Fiora tidak bisa memasukinya begitu saja, ia harus menunggu lebih malam agar pengawasan tidak seketat ini. Lagipula, umur Fiora masih menginjak enam belas tahun, bagaimana mungkin ia bisa lolos ke dalam. Dirinya tidak tahu caranya membohongi penjaga kelab.

Fiora mengusap wajah gusar. Ia berjongkok bersembunyi di balik rerumputan. Matanya memanas. Bohong bila Fiora mengatakan ia tidak ketakutan. Jelas sekujur tubuh Fiora bergetar, melihat tempat asing yang ada di depan mata. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, langit semakin menggelap seiring berjalannya waktu. Fiora menggigit bibir, tersentak ketika iris gadis itu, menemukan lelaki keluar di sana disusul empat teman kumpulannya. Fiora memincingkan mata, memperjelas penglihatan. Gadis itu menguatkan gigitan, saat sadar lelaki perokok itu, adalah Riki Irwana. Fiora menyeka air matanya cepat, mengepal kedua tangan tanpa ragu.

Riki bisa bersenang-senang di sini, mendadak tak ada kabar meninggalkan Juni yang sedang mengandung. Fiora tahu, dirinya sudah terlalu mencampuri urusan temannya itu. Namun, Fiora benar-benar sudah terlanjur mengetahui semua yang sedang terjadi, terlebih Fiora sudah berjanji akan membantu, Fiora tidak bisa membiarkan Juni menanggung masalahnya sendiri.

Gadis itu berjalan mengikuti Riki bersama teman-temannya menuju gang gelap yang agak sempit. Tanpa berpikir panjang, Fiora menghampiri lelaki itu, berdiri di tengah tatapan lekat yang menyorotnya penuh. Fiora terisak, sedetik kemudian, melayangkan tamparan pada wajah Riki. Fiora sesegukkan.

Salah satu teman Riki beranting putih itu, menuduh berceletuk, "Selingkuhan baru nih?" candanya disahuti tawa teman yang lain.

"Kalau lo nggak mau, ceweknya bisa buat gue, Ki. Santai!" Lagi mereka mengujarkan candaan.

Riki tak terganggu, sorotnya menyorot lurus Fiora yang masih setia akan isakkannya. Tanpa perlu berpikir, Riki tahu bahwa kedatangan Fiora berhubungan erat dengan Juni Astina. "Kalau alasan lo nggak bisa gue toleran, gue berani pukul lo balik." Nadanya terdengar mengancam.

Napas Fiora berubah putus-putus. "Ka-Kakak tahu... Juni sekarang sedang mengandung?" Air mata Fiora turun. "Kalau dari awal Kakak nggak pernah serius sama Juni kenapa harus ngambil keperawanan dia!" Notasinya kacau, jantung Fiora berdegup keras.

Riki mengajukan protes menyahutkan balasan. "Denger ya, Juni sendiri yang ngasih semuanya buat gue! Gue nggak pernah maksa, yang gue butuh cuma dia ngerjain tugas-tugas gue!" Mendengar hal itu sebagian diri Fiora membenarkan, di sisi lain, Fiora juga merasa Riki melakukan sikap yang sama salahnya.

Fiora memekik menjerit. "Bukan berarti Kakak beneran ngambil keperawanan Juni! Kakak harusnya punya harga diri!"

Riki tersenyum sinis, sekilas sorotnya terlihat menggelap samar, hanya bertahan beberapa detik lalu berganti dengan sinar mengejek. "Lo bilang harga diri? Seharusnya temen lo diajarin buat punya harga diri!" Riki memegang kedua bahu Fiora, mencengkramnya erat memberikan intimidasi kuat. Selanjutnya pandangannya memburam, ketika pukulan telak mengarah padanya, membuat cengkraman lelaki itu merenggang kehilangan keseimbangan. Riki memundurkan langkah, menatap sesosok yang sama tinggi dengannya sedang melirik tak berekspresi. Sudut bibir Riki terluka, ia mengusap tanpa ringis, tertawa menatap Ravin berdiri menantang melindungi Fiora di belakang. Oh apakah sekarang dia adalah pemeran antagonisnya?

DarkpunzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang