part 4

72 10 0
                                    

Ami celingukan melihat keadaan kelas nya yang masih tampak sepi. Wajar saja, sekarang kan masih pukul 6 pagi dan Ami sengaja berangkat sepagi ini untuk menghindari Ivar yang selalu menghadang nya di parkiran.

Tau deh si Ami punya masalah apa sampe bisa sebenci itu dengan Ivar. Ck ck ck.

"huh aman." kata Ami begitu ia duduk di bangku nya. Ami membuka ransel nya guna mengambil bekal yang sengaja ia bawa dari rumah. Jika bukan karena dirinya berangkat sepagi ini mana mungkin ia niat membawa bekal.

"anjing!" Ami berteriak saat dirinya membalikkan badan dan mendapati sosok Ivar yang sudah duduk di samping nya sambil menampilkan senyuman tengil.

"sialan! Kalo gue jantungan gimana?!" kata Ami yang begitu kesal.

"lo mau hindarin gue kan?" tanya Ivar menaikkan alis nya.

"bagus kalo lo tau." balas Ami cuek. Tanpa memperdulikan Ivar yang masih di samping nya, Ami membuka kotak bekal tersebut dan mulai melahap nya.

"itu apa?"

Ami lantas mendelik sinis, "buta lo? Lo liat kan kalo ini nasi goreng?"

"yaelah bep sensi bener, kan basa-basi."

"muke lo noh basi."

"aww."

"stres."

"kenapa sih? Kayak nya lo gak suka banget sama gue." kata Ivar memasang tampang sedih.

"iya gue enek, puas lo? Makanya sana jangan deket-deket."

"sayang nya gue gak mau awokawokawok." kata Ivar yang semakin menggoda Ami.

"gue lemparin juga nih sendok di muka lo."

"gapapa, rela gue rela sum-"

"diem setan!"

Bukan. Itu bukan suara Ami yang menyahut melainkan Raymond yang baru saja datang.

Ami dan Ivar memperhatikan Raymond yang baru saja duduk di bangku nya dengan tatapan bingung. Hari ini cowok itu tampak berbeda. Tampilan serta wajah nya menggambarkan jika Raymond sedang tidak baik-baik saja.

Tidak lama kemudian, muncul lah Aika yang memasang wajah datar. Oh, sekarang mereka berdua mengerti dengan apa yang terjadi antara Raymond dan Aika. Seperti nya sepasang kekasih itu sedang dalam masalah.

Ami dan Ivar melihat Aika yang beranjak dari bangku nya kemudian berjalan keluar kelas, dan tak lama Raymond ikut beranjak berlari menyusul Aika. Mereka berdua berpapasan dengan Ben dan juga Nora yang hendak masuk ke dalam kelas.

"mereka kenapa?" tanya Nora begitu diri nya berdiri di dekat meja Ami.

"gatau, kayak nya lagi berantem."

"berantem? Perasaan semalem di gor mereka baik-baik aja." gumam Nora.

"Ra?"

Nora melirik Ami yang memanggil nya, "ha?"

"mata lo kenapa lagi? Kok sembab?"

"abis nangis." sahut Ben yang kini duduk di bangku nya.

Nora berdecak, "sok tau."

•••••

Nora keluar dari toilet sambil menunduk membenarkan letak baju seragam nya. Bersamaan dengan itu, seorang cowok juga keluar dari toilet sebelah hingga tanpa sengaja membuat Nora dan cowok itu berpapasan.

Nora mendadak kaku. Pasal nya ia mengenali pemilik sepatu yang kini berdiri di hadapan nya. Ia perlahan mendongak untuk memastikan dugaan nya benar atau salah.

Ternyata benar. Cowok itu Gibran. Nora menatap Gibran dengan tatapan yang sulit di artikan. Nora merindukan Gibran. Namun, entah mengapa mulut nya begitu sulit untuk hanya sekedar menyapa atau bahkan mengatakan apa yang sedang ia rasakan sekarang.

Saat Nora membuka mulut hendak berbicara, saat itu juga Gibran melenggang pergi dari hadapan Nora.

Bahu Nora meluruh ke bawah. Ia kecewa. Ia fikir Gibran akan duluan menyapa nya ternyata cowok itu hanya melayangkan tatapan datar pada nya.

Nora melangkah lemas menuju ke kantin untuk menemui teman-teman nya. Tak apa. Walaupun bertemu dengan Gibran hanya sekejap, setidaknya kerinduan Nora bisa sedikit terobati dengan berpapasan langsung dengan cowok itu.

Nora menarik kursi di samping Ben, mendudukkan tubuh nya di sana. Semua pasang mata yang berada di meja tersebut menatap bingung saat melihat Nora dengan ekspresi yang bisa di bilang tak biasa.

"kenapa?" tanya Nora sambil menatap satu persatu teman nya.

"lo yang kenapa Ra." kata Ami.

"gue gapapa." balas Nora kemudian meminum jus milik Ben dengan santai.

Ben lantas memukul tangan Nora dan menarik gelas minuman nya, "gak sopan, sana pesen sendiri."

"pesenin dong Ben, gue mager." kata Nora memasang tampang memohon kepada Ben.

"gak."

"Ben, lo tega sama gue? Gue haus, gue pengen minum."

"ck, iya."

Nora tersenyum saat melihat Ben yang beranjak untuk membelikan nya minuman. Tatapan Nora teralihkan pada kedua pasang kekasih yang masih saling diam.

"belum baikan?" tanya Nora kepada Aika dan Raymond.

"tau tuh." sahut Ami.

"kalian kenapa sih? Ah gak lucu tau diem-diem'an kayak gitu." kata Ivar.

"lo tanya tuh sama temen lo." balas Aika dingin.

"kenapa Ray?" Ivar berbalik tanya kepada Raymond.

"kucing gue mati."

Nora, Ami, dan Ivar bersamaan menyergitkan dahi nya bingung. "terus?"

"terus? Terus Raymond malah marah-marah gak jelas sama gue! Kucing dia yang mati malah gue yang di marahin coba? Gue kan gak tau apa-apa." celetuk Aika yang tampak begitu kesal.

"ya aku kan khilaf yang, waktu aku baru pulang futsal itu kucing aku udah mati di kandang nya. Aku kaget lah, di tambah lagi kamu nelfonin aku terus abis itu." kata Raymond mencoba menjelaskan.

"ya tapi itu sama aja lo lampiasin nya ke gue."

"ya kan aku udah minta maaf, tapi kamu nya udah keburu ngambek."

"maafin aja Ka, udah gausah marah-marahan gitu gak enak di liat." kata Nora.

"hm iya."

Raymond lantas tersenyum kemudian merentangkan tangan nya hendak memeluk Aika.

"malu banyak orang." kata Aika, membuat Raymond menurunkan kembali tangan nya. Raymond mengacak gemas rambut Aika.

"makasih ya." kata Raymond dan Aika mengangguk.

"nah gitu dong." kata Ivar tersenyum lebar.

Tak lama kemudian datang lah Ben yang membawakan pesanan jus milik Nora. Cowok itu menyimpan jus di hadapan Nora tanpa berkata apa-apa.

"makasih Ben." Nora tersenyum dan Ben hanya mengangguk.

•••••

Vote and coment

N O R A [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang