29. With you

913 133 0
                                    

29. Bersamamu

Caroline tersenyum lebar. Ia dan Sebastian kini tengah duduk di antara penonton yang lainnya. Pertunjukan itu dilakukan sekitar pukul 2 atau 3 di sore hari sehingga Caroline masih dapat melihatnya.

Caroline menoleh ke arah Sebastian sambil tersenyum, begitupun sebaliknya. Ia mengeratkan pegangan Sebastian di tangannya lalu bersender di bahu lelaki itu--mencari sebuah kenyamanan di sana. Drama yang sedang Caroline lihat kali ini adalah Phantom of the opera, yang tak lain adalah pertunjukan terpanjang di teater Broadway.

"Kau tahu, apa yang tidak akan pernah bisa dibeli sekaligus terbeli?" tanya Sebastian, membuat Caroline mendongak untuk melihatnya.

"Apa?"

Sebastian tersenyum tipis. Ia menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi wajah cantik Caroline. "Kenangan," jawabnya kemudian.

Caroline terdiam. Matanya terus menatap manik hitam milik Sebastian. Keduanya sama-sama terkunci untuk saling menatap. Caroline merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Ia tidak pernah merasa senyaman ini.

Caroline terhenyak ketika tiba-tiba Sebastian mencium keningnya dengan singkat. Setelahnya, lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah depan--membuat Caroline tertegun di tempatnya. Tak terasa, keduanya sama-sama tersenyum. Mereka menikmati pertunjukan tersebut dengan tangan yang saling menggenggam.

Setelah cukup lama berada di sana, Caroline akhirnya memutuskan pergi--menghabiskan waktunya untuk menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit dan patung liberty.

Langit berubah menjadi gelap, menandakan bahwa hari sudah berganti menjadi malam. Caroline memeluk dirinya sendiri, mencoba mengusir rasa dingin yang melingkup di tubuhnya. Pasalnya, ia hanya memakai baju santai tipis dengan celana pendek. Salahkan saja Sebastian yang mengajaknya berlibur tanpa rencana.

"Kau tunggu di sini," ujar Sebastian. Sementara Caroline hanya menatapnya dengan tatapan bingung.

Dengan gerakan secepat kilat, Sebastian menghilang di tempatnya dan kembali dengan membawa dua mantel tebal di tangannya.

"Pakailah ini. Kau kedinginan kan?"

Dahi Caroline mengernyit ketika ia melihat Sebastian menyodorkan sebuah mantel merah kepadanya. "Kau mendapatkannya dari mana?" tanyanya seraya membalas tatapan Sebastian.

Sebastian menyungging senyum. Tanpa meminta persetujuan dari Caroline, dirinya langsung memakaikan mantel tersebut ke tubuh gadis itu. "Itu tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah kau tidak kedinginan lagi," ujarnya.

Caroline tersenyum lebar. Ia kini merangkul lengan Sebastian dan mengajaknya untuk berjalan. "Ayo kita habiskan hari ini dengan bersenang-senang!" serunya.

Sebastian tertawa lepas. Alhasil, mereka berdua berjalan beriringan menyusuri indahnya pemandangan di Manhattan.

***

Keesokan harinya, Caroline terlihat keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Tidak, ini bukan di rumahnya. Ia masih berada di Manhattan, tepatnya di Mandarin Oriental--salah satu hotel termahal di New York. Caroline bisa berada di sini karena ia tidak mempunyai tempat bermalam di Manhattan. Alhasil, ia memutuskan untuk menginap di hotel dengan bermodalkan black card miliknya. Caroline bersyukur karena dompetnya itu tidak sampai tertinggal ketika ia tiba di sini--sehingga ia masih bisa bernafas lega untuk bersenang-senang di sini tanpa memikirkan biaya.

"Kau belum siap?"

Caroline sedikit kaget ketika melihat kemunculan Sebastian yang baru muncul dari balkon. Lelaki itu nampak sangat tampan dengan pakaian casual yang melekat di tubuh atletisnya. Hal itu membuatnya menjadi tidak terlihat seperti ... vampier. Yah, akhir-akhir ini Caroline jadi lupa dengan perbedaan yang dimiliki oleh Sebastian itu.

Call Me, Sebastian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang