02. Misterious Man

3.4K 395 2
                                    

02. Pria yang misterius

Alunan musik lembut memenuhi indra pendengaran Caroline. Gadis bergaun biru tua ini lebih memilih untuk diam sambil mendengarkan obrolan dari Brent yang sedang berbincang dengan beberapa orang di mejanya. Sudah hampir setengah jam Caroline duduk di sini tanpa melakukan apapun. Tentu saja Caroline merasa bosan. Bahkan sangat bosan. Apalagi melihat Brent yang sibuk dengan percakapannya dan tidak memikirkan kehadirannya sedikitpun, membuat Caroline semakin jengah saja. Menyebalkan.

Caroline beranjak untuk bangkit dari duduknya, hingga membuat Brent menoleh ke arahnya. "Mau ke mana?" tanyanya to the point.

"Toilet," jawab Caroline singkat, seraya langsung melenggang dari sana saat itu juga.

Caroline tersenyum singkat ketika beberapa orang menyapanya dengan ramah. Hal ini justru membuat Caroline ingin pergi dari sana saat itu juga. Jika ia tahu bahwa pestanya akan semembosakan ini, Caroline pasti akan lebih memilih untuk tidur di rumahnya dengan niatan berhibernasi.

Langkah Caroline seketika terhenti saat ia tak sengaja mendengar sebuah teriakan--tak jauh dari tempatnya berdiri. Lantas, dengan memantapkan hati, Caroline melangkahkan kakinya ke arah sumber suara hingga membawanya ke sebuah taman sepi tak berpenghuni yang letaknya berada persis di belakang gedung pesta.

Alangkah terkejutnya ia, ketika melihat sesosok wanita tengah diseret secara kasar oleh seorang lelaki berpakaian serba hitam--ke sebuah pohon besar yang ada di sana. Caroline sempat mengatur nafas seraya menyembunyikan tubuhnya di balik dinding. Sebenarnya apa yang tengah ia lihat sekarang? Apakah wanita itu akan dibunuh?

Mata Caroline refleks membulat ketika ia melihat dengan jelas bagaimana sepasang taring muncul dari dalam mulut lelaki tersebut. Ah, apakah ia salah lihat?

Caroline mengusap matanya seraya mengerjap-ngerjap sesaat, berusaha menyakinkan dirinya sendiri bahwa saat ini ia tidak tengah bermimpi. Namun nyatanya, dugaan Caroline salah. Ia masih berdiri di sini dan ia tidak sedang bermimpi.

Mata Caroline kembali tertuju ke pemandangan yang terpampang jelas, tak jauh dari tempatnya berdiri. Caroline menutup mulutnya--menahan pekikan ketika ia melihat bahwa lelaki itu tengah menyedot darah si wanita tadi melalui lehernya.

Apakah ini artinya lelaki itu seorang ...

Vampier?

Tidak, tidak. Caroline menggeleng beberapa kali. Ia sangat yakin bahwa tokoh menyeramkan itu hanya ada di cerita dongeng saja. Vampier itu hanya khayalan belaka. Tapi ... pemandangan di hadapannya ini?

Brak

Caroline menjerit kecil ketika ia tak sengaja menjatuhkan sebuah vas bunga yang berada tepat di sampingnya. Ia meruntuki dirinya sendiri yang sangat ceroboh. Sial, sungguh sial. Ia harus segera pergi dari sana sebelum persembunyiannya diketahui.

Namun sayang, saat Caroline mengambil langkah, dirinya tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan sesosok lelaki yang seketika mendorong tubuhnya hingga menubruk dinding. Lelaki itu mengurung Caroline dengan kedua tangannya, lalu menatapnya dengan tatapan intens.

Nafas Caroline tercekat. Dirinya dengan susah payah menelan salivanya ketika ia mengetahui bahwa lelaki ini adalah sosok yang ditakutinya sejak tadi. Lelaki di hadapannya itu adalah manusia bertaring, yang mengisap darah wanita tadi hingga mati.

Dari sini Caroline dapat melihat jelas, bagaimana wajah tampan dan pucat itu tertera di hadapannya. Oke, mungkin Caroline sudah gila ketika ia masih sempat-sempatnya berpikir bahwa lelaki ini cukup tampan dan enak dipandang. Tapi sungguh, lelaki yang memojokkannya ini sangat tampan. Bahkan ketampanannya melebihi kadar ketampanan rata-rata yang sering Caroline lihat.

"S-siapa kau?" Caroline memberanikan diri untuk berbicara, walaupun nyalinya kini menciut.

Lelaki itu masih menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan. Selanjutnya, Caroline terkejut ketika lelaki itu malah menghirup aroma tubuhnya sambil sesekali mengendus lehernya tanpa ijin. Tentu saja hal tersebut membuat Caroline refleks mendorong dada lelaki tersebut hingga membuatnya menjauh.

"K-kau ... membunuh wanita itu? Kenapa? Sebenarnya siapa kau?" tanya Caroline terbata, dengan telunjuk mengarah ke sebuah jasad wanita yang tergeletak di bawah sebuah pohon besar.

Bukannya menjawab, lelaki itu malah melangkah--mendekat ke arahnya hingga sukses membuat Caroline merapatkan tubuhnya kepada dinding. Salah satu tangan lelaki itu kini bertumpu di samping kepala Caroline, membuat Caroline terpojok karenanya.

"A-apa yang akan kau lakukan?"

Lelaki itu tak menjawab. Hanya menatap Caroline dengan penuh dalam.

"Sebastian."

Ucapan singkat dari lelaki itu mampu membuat kening Caroline mengernyit. "Apa maksudmu?"

Lelaki itu memejamkan matanya dengan rapat seraya mendekatkan wajahnya ke arah Caroline. "Call me, Sebastian," ucapnya lagi, membuat Caroline mengerti bahwa nama lelaki ini adalah Sebastian.

"Apa maumu? Kau ... kau vampier?"

Mata Lelaki bernama Sebastian itu terbuka, sampai Caroline dapat merasakan kembali bagaimana darahnya berdesir hebat.

Sebastian semakin mendekatkan wajahnya, membuat Caroline refleks menahan nafas.

"May I ... kiss you?"

Mata Caroline membelalak. "What?" Caroline kembali mendorong Sebastian agar lelaki itu menjauh dari tubuhnya.

"Are you crazy?" sambungnya dengan mimik wajah kesal. Lelaki itu benar-benar membuatnya kebingungan. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Tapi ... tapi, bukankah tadi ia telah membunuh seseorang?

Mungkin benar dugaan Caroline. Dia memang sudah gila.

"Aku akan memberitahukan kepada semua orang bahwa kau telah membunuh wanita itu!" ancam Caroline, berusaha membuat Sebastian ketakutan.

Namun nampaknya realita tak seindah ekspetasi. Sebastian malah menyungging senyum, membuat Caroline bersusah payah menelan salivanya karna melihat kadar ketampanan lelaki itu yang meningkat.

"Ancamanmu tidak berarti, basi." Jawaban dari Sebastian lagi-lagi membuat kening Caroline mengernyit. Kenapa lelaki ini begitu membingungkan di matanya?

Caroline mengatur nafasnya seraya menahan emosi. "Aku tidak peduli. Aku tetap akan memberitahukan semua yang kulihat kepada semua orang!" serunya sambil mengambil langkah untuk pergi, sebelum Sebastian mencekal lengannya dan memberhentikan pergerakan Caroline.

"Sayangnya, aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja."

Ucapan dari Sebastian sukses membuat bulu kuduk Caroline terangkat. Caroline jadi memikirkan hal-hal buruk, seperti halnya dengan yang terjadi kepada wanita tadi.

"Kau tidak akan pernah bisa menyakitiku," ujar Caroline, berusaha menyembunyikan raut wajahnya yang mulai terlihat ketakutan.

Sebastian tersenyum smirk lalu menyentak tangan Caroline hingga gadis itu kembali berhadapan dengannya. Kemudian, Sebastian menurunkan wajahnya--menatap Caroline yang memang tingginya lebih pendek dari tubuhnya.

"Kau benar. Aku tidak akan pernah bisa menyakitimu. Maka dari itu, bersiaplah. Karna mulai saat ini, aku akan selalu mengikutimu. Kapanpun, di manapun."

______________________

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now