15. I'm sorry, Sarah

1.3K 172 0
                                    

15. Aku minta maaf, Sarah.

Salju nampak turun di luaran sana. Hal ini membuat Caroline yang awalnya berdiri di depan jendela, langsung menutup tirai seraya merapatkan mantel yang tengah dipakainya.

Ini adalah hari keempatnya ia berada di rumah sakit. Sebenarnya Caroline ingin segera pulang, tetapi dokter masih saja belum mengijinkannya. Menyebalkan.

"Apakah Nona ingin saya buatkan minuman susu atau cokelat panas?" tawar salah satu pelayan yang sedari tadi berdiri di dekat pintu.

Caroline menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu," jawabnya singkat.

Gadis ini kemudian mendudukkan tubuhnya di atas ranjang lalu bersender. Sungguh, Caroline merasa sangat bosan. Akhir-akhir ini hidupnya terasa monoton.

Pikirannya kini melayang--memikirkan sebuah mimpi yang dialaminya semalam. Caroline benar-benar dibuat bingung dengan mimpi itu. Sebenarnya siapa lelaki berjubah hitam, dan anak kecil yang muncul di mimpi Caroline saat itu? Dan juga ... apa yang dilakukan Mommynya di sana? Lalu ... perjanjian apa yang mereka bicarakan? Kenapa nama Caroline sampai tersebut di sana?

Caroline mendengkus lalu mengusap wajahnya. Lagian itu kan hanya sebuah mimpi. Bisa saja semua itu hanyalah khayalan di bawah alam sadar Caroline saja. Itu tidak mungkin terjadi di dunia nyata.

"Permisi, Nona. Tuan Brent menitipkan ini untuk Nona." Pandangan Caroline berpindah untuk menatap sesosok pelayan yang muncul di ambang pintu.

Pelayan tersebut kemudian berjalan mendekati Caroline dan memberikan sebuket bunga kepadanya. "Di mana Brent?"

"Beliau ada urusan mendadak, jadi tidak sempat untuk menemui Nona ke sini." Kini pelayan tersebut seakan teringat sesuatu. "Oh iya, Nona Sarah sudah siuman, Nona." Ucapannya sukses membuat mata Caroline berbinar.

Dengan sangat antusias, Caroline turun dari ranjang kemudian meletakkan buket bunga tersebut di atas meja. Ia kini berlari kecil menuju ruang di mana Sarah berada. Senyumannya melebar ketika ia melihat sesosok wanita yang tengah tertidur di atas ranjang itu akhirnya membuka mata.

"Sarah!"

Caroline berlari mendekati Sarah dan langsung memeluknya. Begitupun dengan Sarah. Posisinya pun kini telah berganti menjadi duduk.

"Kau tidak apa?" tanya Sarah dengan nada pelan, menyiratkan bahwa kondisinya masih belum stabil.

Caroline berdecak lalu melepaskan pelukannya. "Harusnya Aku yang bertanya seperti itu. Kau tidak apa?" Caroline balik tanya.

Sementara Sarah membalasnya dengan kekehan kecil. "Aku merasa lebih baikan karena Richard berada di sini," jawabnya seraya meraih tangan lelaki berambut pirang yang berdiri di sampingnya.

Wajah Caroline mendongak dan mendapatkan Richard di sana. Nampaknya lelaki itu nekat datang dari Jerman ke Los Angeles hanya untuk menemui Sarah--kekasihnya. Caroline mengulum senyum sebelum kembali menoleh ke arah Sarah.

Tatapan Caroline berubah menjadi sendu, membuat Sarah kebingungan dibuatnya. "Maafkan Aku, Sarah. Karena Aku ... kau jadi-"

"Ssstt! Kita sama-sama bersalah atas kejadian itu, Caroo. Kau jangan meminta maaf seperti ini," potong Sarah seraya mengelus lengan Caroline dengan lembut.

Caroline menggeleng. "Tidak, Sarah. Akibat kecelakaan itu, kau tidak bisa berjalan dengan normal lagi," cicitnya kemudian.

Sarah tersenyum kecil. "Ini sudah takdirku. Aku bersyukur karena masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan."

Caroline membalas senyuman Sarah. Sejatinya, ia cukup kagum dengan wanita ini. Dia begitu kuat. Bahkan Caroline tak bisa melihat sedikitpun rasa menyesal di dalam matanya.

Cukup lama Caroline berbincang dengan Sarah, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Kini Caroline berjalan menyusuri lorong Rumah Sakit dengan dua orang bodyguard yang mengikutinya dari belakang. Tak sengaja, matanya menangkap sesosok lelaki yang terlihat tengah berbincang dengan seseorang--tak jauh dari tempatnya berdiri. Lantas, Caroline melangkahkan kakinya untuk mendekati sosok tersebut.

"Nick?" panggil Caroline, membuat lelaki tampan ini menoleh ke arahnya.

Terlihat jelas bahwa Nick cukup terkejut dengan kehadiran Caroline. Setelah membuat orang yang tadi berbincang dengannya pergi, Nick menarik Caroline untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Sementara bodyguard? Caroline menyuruh mereka untuk kembali ke kamarnya karena kini ia sudah bersama dengan Nick.

"Aku dengar, kau mengalami kecelakaan? Apa itu benar?" tanya Nick yang terlihat sangat antusias.

Caroline tersenyum tipis lalu mengangguk. "Iya, tapi ... sekarang aku sudah baik-baik saja," jawabnya kemudian.

"Syukurlah." Nick menghela nafasnya dengan lega. "Bagaimana keadaanmu sekarang? Maafkan Aku karena tidak sempat mengunjungimu. Aku sangat sibuk," sambungnya kemudian.

Caroline tertawa kecil. "Tidak apa. Em ... kenapa kau ada di sini? Kau sakit?"

Dahi Nick mengernyit. Lelaki ini terdiam sesaat sebelum menjawab, "Ah, tidak. Ayahku memerintahkanku untuk mengontrol keadaan di Rumah sakit ini. Ada beberapa masalah yang harus kuselesaikan."

"Rumah Sakit ini milik Ayahmu?" Nick mengangguk, membuat Caroline ber'oh ria.

"Jika Aku boleh tahu, masalah apa? Kenapa harus kau sendiri yang mengecek ke sini?" tanya Caroline lagi. Entah dari kapan Caroline bisa menjadi kepo seperti ini.

Nick bergumam seraya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Ada seseorang yang mencuri stok darah di Rumah sakit ini. Itu membuatku harus segera mencari pendonor baru agar para pasien di sini tidak perlu khawatir jika mereka kekurangan darah," jawabnya.

Alis Caroline bertaut, merasa penasaran dengan topik pembicaraan sekarang. "Siapa orangnya?"

Nick tertawa ringan lalu mengacak rambut Caroline dengan gemas. "Jika Aku tahu, Aku tidak akan repot-repot untuk datang ke sini dan menyelidikinya," kekeh Nick di sela-sela tawanya.

Caroline tersenyum kikuk. "Semoga masalahnya cepat selesai," gumamnya , disambut dengan senyuman tulus dari Nick.

Hal ini membuat Caroline teringat dengan sesuatu. Apa ... ini ada hubungannya dengan Sebastian? Lelaki itu kan seorang vampier. Dan vampier, mengkonsumsi darah sebagai makanannya. Apa Sebastian yang melakukan semua ini? Dia kan sering berada di Rumah sakit ini untuk mengikuti Caroline. Apa Sebastian adalah pelakunya?

"Erm, Caroline. Aku harus segera pergi. Ada beberapa urusan kecil yang harus kukerjakan sekarang." Nick bangkit dari duduknya, membuat Caroline juga ikut beranjak dari posisinya.

Caroline sedikit kaget ketika Nick tiba-tiba meraih tangannya. "Ayo, Aku antarkan kau untuk kembali ke kamarmu," ujarnya kemudian.

Caroline mengangguk kecil. Keduanya kini berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggenggam. Caroline tidak tahu saja, sepasang mata tajam telah memperhatikannya sedari tadi.

Mata hitam kelam itu ...
Menatapnya dengan penuh amarah.

_________________________________

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now