30. The Best Choice

2.1K 300 120
                                    

Warn : 3400+ words.

Ini chapter terakhir di wattpad jadi ayo dong tinggalkan komentar di bawah. Jangan lupa vote juga oke!

***

Sup ayam yang hampir matang itu terus kuaduk. Aku semakin bersemangat menambahkan bumbu-bumbu tambahan saat mencicipinya dan rasanya masih kurang, sedikit. Meski bukan aku yang akan memakannya, tapi aku berusaha membuatnya sebaik mungkin.

"Cumi goreng untukmu sudah siap."

Senyum di bibirku merekah mendengar ucapan ibu. Itu yang kutunggu sejak tadi. Omong-omong, sebenarnya aku bukan pecinta seafood. Tapi mendadak aku mau cumi-cumi hingga ibu harus pergi membelinya untukku. Aku yang merasa bersalah pun berinisiatif membuatkan ibu sup ayam karena sejak dua hari yang lalu ia menginginkan sup ayam buatanku.

"Kau memasak sup ayam?"

Aku mengangguk. "Untuk ibu."

"Untukmu juga. Seungwan, jangan berpikir memakan cumi itu tanpa sayuran, tidak sehat." Lagi-lagi kepalaku mengangguk.

Aroma sup ayam semakin tajam menusuk indra penciumanku. Menandakan bahwa supnya sudah masak. Aku lantas mematikan kompor sebelum menyendoknya untuk ibu.

"Tidak terasa kau sudah di sini hampir empat bulan."

Alisku terangkat. Meski tak menjawab, aku mendengarkan semua kata-kata ibu. Ia sibuk menata meja makan sambil menyiapkan cumi goreng yang kumau. Sementara aku mengangkat sup ayam ke meja makan.

"Itu artinya sudah hampir empat bulan kau berpisah dengan suamimu."

Tanganku sontak berhenti bekerja. Aku berdiri, mematung di sini, di hadapan ibu yang sekarang tengah mengambil piring. Ibu bersikap biasa saja, bak kata-katanya bukan masalah. Mengucapkannya lancar seperti sapaan pagi hari.

"Apa maksud ibu?" tanyaku tidak berselera. Mencoba sebaik mungkin mengontrol emosiku yang rasanya tiba-tiba ingin meledak.

"Jangan lupa bahwa Kim Chanyeol adalah suamimu...," Ibu mengangkat pandangannya padaku. "Kim Seungwan."

Sendok yang tadi kupegang terlepas begitu saja. Cumi yang semula begitu kuinginkan mendadak tidak menarik lagi.

"Bu, tolong. Aku tidak ingin membahas apa pun tentang mereka."

"Tapi kau meninggalkan suamimu tanpa mengucapkan apa pun. Kau pergi saat dia sudah meminta maaf, menyesali semuanya, tertidur dengan harapan dia bisa memulai semuanya denganmu. Bisa tidak kau bayangkan bagaimana perasaannya ketika dia terbangun dan tidak menemukanmu?"

Keningku mengkerut. Ini bukan kali pertama ibu menanyakan keputusanku mengenai pernikahan kami. Namun aku berani bertaruh bahwa baru kali ini ibu seperti sangat emosi dan tidak lagi berpihak kepadaku. Aku jadi tidak mengerti, apa yang salah?

"Maaf, Bu tapi aku tidak ingin membicarakan tentangnya lagi."

"Kau egois sekali! Dia juga merasakan sakit hati karena kau pergi--"

"Bu!" Aku menggeram. Rasanya muak sekali. "Sejak awal dia berbuat sejahat ini padaku seharusnya dia sudah paham dengan konsekuensi yang akan dia dapatkan. Lagi pula ibu pikir aku ini siapa hingga Chanyeol harus sesedih itu hanya karena aku menghilang. Kita ini miskin! Kepergianku tidak berpengaruh apa pun untuknya apalagi keluarganya. Seandainya aku penting untuknya, dia pasti sudah menyusulku di hari pertama tidak menemukanku. Tapi ibu lihat? Tidak ada, kan?"

Kuusap kasar wajahku. Kepalaku mendadak pening hanya karena mengingat bagaimana sengsaranya aku di Seoul.

"Bukan hanya Chanyeol, tapi seluruh keluarganya terlibat dalam kejahatan itu. Dan ibu tahu, kan? Kesalahan itu hanya bisa dimaafkan, tapi tidak dilupakan. Aku masih sakit hati jika mengingat semuanya," ucapku menyerah.

Bite The Bullet ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang