1. The Angel

9.6K 701 62
                                    

Seorang wanita memeluk mantel tebalnya yang tidak lagi tampak baru. Berjalan dengan koper di tangannya. Ia perlu buru-buru sampai ke alamat yang tertulis pada note yang berada di kantong kanan mantelnya. Sesekali ia menoleh untuk memastikan dirinya tidak salah arah.

Sepertinya keputusannya untuk terus berjalan tanpa mampir untuk buang air kecil tadi adalah kesalahan besar. Pasalnya, dirinya harus bertarung dengan jalanan yang licin dan rasa ingin buang air kecilnya yang semakin menjadi-jadi.

Ia meraih kertas itu lagi ketika dirasa rumah besar di seberang jalan sana adalah rumah yang ia tuju. Membaca alamatnya sebentar, ia mengangguk.

"Ah ... benar itu alamatnya."

Roda kopernya yang bergesekan licinnya jalanan adalah suara lain yang bisa ia dengar selain suara kendaraan yang semakin ramai saja. Padahal sudah malam hari. Tapi nyatanya, berjalan di Seoul pada malam hari bukan berarti tidak akan ada kendaraan yang berlalu lalang.

Bagian bawah dari rambut kecokelatannya beterbangan begitu angin yang lumayan kencang datang. Kupluknya nyaris terlepas jika ia tidak menahannya dengan cepat. Hingga kakinya sudah berada tepat di depan rumah besar itu, ia mengembuskan napasnya.

"Permisi, apa benar ini alamat Tuan Kim?"

Dua pria bertubuh besar yang berjaga di depan gerbang kokoh berbahan besi itu menatapnya datar. Matanya meneliti gadis itu dari atas hingga bawah.

"Im Seungwan?" tanyanya. Seungwan mengangguk. "Silakan masuk, kau sudah ditunggu."

Seungwan mengangguk. Kepalanya ia tundukkan dengan senyuman tipis yang nyaris tidak terlihat. Ia pun diantar oleh salah satu dari dua pria tadi.

Besar dan mewah bak istana.

Itu yang pertama kali Seungwan pikirkan tatkala dirinya mendongakkan kepalanya pertama kali untuk melihat sekelilingnya. Tepat di depan sana--sekitar 20 meter--ada bangunan super mewah yang membuat matanya membulat.

Seungwan semakin mempererat pegangan pada mantelnya. Tampaknya, bukan hanya suhu dingin yang mengganggunya, tapi juga fakta bahwa dirinya akan tinggal di tempat sebagus ini. Sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya.

"Im Seungwan...."

Pelukan hangat langsung ia dapatkan dari Tuan Kim. Pria paruh baya itu menunggunya dan orang pertama yang ia temui ketika kakinya baru menginjak rumah ini.

"Kau tumbuh dengan baik," kata pria itu. Kedua tangannya memegang bahu Im Seungwan. Senyuman pada wajahnya menunjukkan betapa bangganya ia melihat gadis di hadapannya.

"Bibi...." Im Seungwan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berjalan untuk menerima pelukan hangat dari sosok lainnya.

"Ah ... kau sehat, Sayang?" suara lembut keibuan itu menyapa pendengaran Seungwan. Dan ia balas dengan senyuman yang meyakinkan bahwa dirinya sangat baik-baik saja. Lalu ia merasakan punggungnya diusap dengan sayang.

Dan tepat di belakang wanita tua itu, ada satu sosok yang tengah menatapnya dingin. Kedua tangan terkepal kuat menampakkan urat-uratnya. Rahangnya yang mengeras serta alisnya yang menukik cukup untuk membuat Seungwan paham bahwa pria itu tidak menyukai keberadaannya.

"Kenapa tidak memberi kabar agar kami bisa menjemputmu? Kau terlihat lelah sekali." Seungwan lantas tersenyum kecil, ia bahkan sempat merutuki dirinya sendiri karena menolak memberi kabar tentang keberangkatannya. Alasannya klise, ia tidak mau banyak merepotkan keluarga Kim.

"Chanyeol sudah menunggumu."

Seungwan tersenyum lagi. Itu adalah kebohongan pertama yang ia dengar di rumah ini. Membuatnya berpikir jauh ke depan. Perihal hal buruk apa saja yang sudah menantinya. Atau jika pernyataan itu benar, maka pria itu pasti menunggu dirinya untuk segera memberikan penderitaan.

Bite The Bullet ✔Where stories live. Discover now