Part 2

64 14 0
                                    

"Ati-ati donk kalau jalan!" teriaknya. Ah, ternyata seorang aktor yang lagi naik daun, Arnold Imawan. Seharusnya aku denger kata-kata Nico tadi! Artis papan atas emang pada belagu! Tapi gimana-gimana, sinetronnya yang terbaru juga adalah hasil karyaku. Bahkan sinetron itu yang mengangkat namanya.

"Sori," ujarku singkat lalu bangkit berdiri, siap-siap berbalik ke lokasi syuting.

"Eh, tunggu-tunggu. Kamu mau pergi gitu aja? Yakin? Nggak mau foto atau tanda tanganku? Kamu fansku kan? Nggak usah malu-malu deh," ujarnya lalu tertawa, "udah jauh-jauh ke sini kok malu-malu..."

"Sori, tapi aku bukan fansmu," ujarku dingin.

"Bukan? Aduh, memang jaman sekarang ini banyak orang yang pemalu, ya. Sudahlah. Sini kertasnya, aku tanda tangani! Atau kamu bawa posterku?"

"Aku bilang sekali lagi, aku bukan fansmu," ujarku lagi. Belagu en ke-GR-an banget sih orang ini?
"Kalau bukan lalu siapa? Dasar! Nggak usah buang-buang waktuku deh! Selamat menyesal karena nggak dapet tanda tanganku, apalagi fotoku! Sori, aku sibuk! Bye!" teriaknya kesal. Lama-lama aku kesal juga melihat tingkahnya. Kuputuskan memberinya pelajaran.

"Tunggu!" seruku, "kamu mau tahu siapa aku?"

"Nggak penting!" teriaknya, "udah! Aku sibuk!"

"Aku Rensi, penulis skenario sinetron 'Kupu-kupu Cinta'. Kalau nggak salah, kamu Arnold Imawan yang main di sinetron itu kan?" tanyaku pura-pura kaget.

"Hah? Kamu pikir aku percaya sama kamu? Rensi itu nggak mungkin punya tampang culun kayak kamu! Cih! Udah deh, nggak usah narik perhatianku! Aku sibuk! Kalau mau minta tanda tangan, ntar aja ya! Bye!" ujarnya sinis lalu pergi. Apa? Dia bilang aku culun? Sialan banget... Kalau saja aku punya hati kejam, sudah kutelepon si sutradara dan kusuruh ganti pemain!

**********

"Rensi ya? Silahkan masuk! Ayo, duduk, duduk," ujar pemilik production house itu padaku, ketika aku mengetuk pintu kantornya.

"Hm, terimakasih, Pak. Ini skenario terbaru saya. Harap Bapak bisa menggunakan skenario ini untuk sinetron terbaru Bapak," ujarku sopan. Terpaksa. Agar skenarioku tak ditolak.

"Ah, Rensi, kamu ini terlalu sopan! Karyamu sudah terkenal di antara sinetron-sinetron remaja! Bahkan kabarnya, kamu membuat skenario film layar lebar yang judulnya... apa tuh?"

"Oh, Cinta Semu, Pak," jawabku malu.

"Ah, ya! Betul sekali! Saya benar-benar tertarik dengan kamu! Bahkan sebelum saya membaca, saya tahu karya kamu ini bagus!"

"Bapak terlalu memuji. Sebaiknya Bapak baca dulu baru memutuskan," saranku.

"Ah, nggak usah. Saya sibuk! Pokoknya saya yakin ini bagus! Oh ya, saya juga berniat untuk melibatkan kamu langsung dalam pembuatan sinetron pendek ini. Gimana? Kamu setuju kan?"

"Apa? Tapi, Pak, saya cuma penulis biasa, saya tidak berpengalaman dalam hal broadcasting atau sebagainya..."

"Aduh, Rensi, soal honor itu gampang..." ya ampun, siapa yang bicarakan honor?? Orang ini kayaknya agak sinting, putusku.

"Pokoknya saya minta kamu bekerja sama dengan sutradara untuk mengamati jalannya film. Kayaknya emang lebih bagus jika si pembuat cerita sendiri yang mengamati akting setiap pemain. Lagian, sekarang banyak yang begitu kok!" paksanya.

"Kalau Bapak memaksa, saya bisa apa..." ujarku pasrah. Yang penting honor pas, dan kerjanya nggak susah.

"Bagus! Bagus sekali!" teriaknya sambil bertepuk tangan. Apa? Memangnya aku tandak bedes?

"Baiklah, Rensi. Kamu boleh kerja besok!"

Scenario WriterWhere stories live. Discover now