Epilog

3.3K 335 47
                                    

Pukul 7 malam tepat, orang tua Jimin dan Raisya datang. Mereka terkejut ketika melihat perut Raisya yang menyembul ke depan. Sempat terjadi acara diam-diaman karena para orang tua mereka marah anak-anaknya tidak membicarakan ini lebih awal. Tapi setelah diberi pengertian, mereka akhirnya gembira. Bukan hal biasa saja jika mengingat mereka akan memiliki cucu pertama dari dua anaknya.

Mereka kini tengah berkumpul di meja makan. Beberapa hidangan sudah tersaji di sana dan mereka kini tengah melangsungkan makan malam seraya berbincang mengenai kehamilan Raisya yang begitu mengejutkan.

"Apa Raisya merepotkanmu, Jim?" tanya Yuna. Jimin terkekeh lantas menggeleng, "Tidak juga sebenarnya, hanya saja terkadang permintaannya aneh ma," jujur Jimin. Raisya hanya mengangguk saja karena nyatanya itu memang benar.

"Ah, sepanjang ini, apa permintaannya yang paling aneh?" tanya Minji.

"Eum, Raisya pernah minta memelihara singa waktu itu. Katanya singa itu mirip Taehyung, jadi dia mau singa ada di rumah."

Jimin tidak mengada tentang Ini. Raisya pernah minta singa waktu itu. Gadis itu sampai menangis meminta singa pada Jimin tapi tidak pria itu berikan. Bagaimana jika singa malah menerkam Raisya? Kan lebih baik Jimin saja yang menerkam Raisya. Itu lebih menyenangkan.

Kedua orang tua mereka nampak terkejut. Baru kali ini mereka mendengar hal seperti ini. Maksudnya, ini terlalu bar-bar untuk disebut keinginan.

"Raisya? Lain kali jika meminta sesuatu harus dipikir dulu, tidak boleh asal minta dan Jimin harus mengabulkannya!" omel Yuna. Raisya lagi-lagi hanya mengangguk dan fokus pada makanannya.

"Tidak apa-apa ma, aku paham keinginan Raisya. Lagipula akhi-akhir ini sudah tidak begitu."

"Iya-iya baiklah. Suami memang harus terus membela istri," goda Juhyun pada Jimin.

"Appa juga seperti itu kan pada eomma?" tanya Jimin lagi.

"Iya-iya, kau memang replika dari appa,"

"Ye? Menurutku Jimin lebih manis daripada dirimu!" ucap Minji tak terima ketika sang suami berkata jika Jimin adalah replika dari dirinya.

"Kau belum tahu saja kalau Jimin ini sama sepertiku!"

"Menurutku Tidak!"

"Aigooo, appa! Eomma?! Kalian ini kenapa malah ribut?" tanya Jimin. Heran juga kenapa eomma dan appanya kerap kali bertengkar seperti ini.

"Menurutku, appa dan Jimin oppa tidak jauh berbeda. Kalian sama-sama manis, mungkin memang ada sedikit perbedaan, tapi tidak terlalu signifikan," ucap Raisya akhirnya membuka suara.

Setelah itu semuanya kembali pada keadaan tenang. Tidak ada pertengkaran hingga akhirnya baik Raisya maupun Jimin dibuat tersedak ketika Juhyun bertanya, "Kau melakukannya berapa kali Jim hingga Raisya bisa cepat kembali terisi?"

Demi apapun Jimin ingin sekali menyumpal bibir ayahnya sendiri. Kenapa juga ayahnya malah berkata demikian? Raisya hanya tersenyum malu seraya sesekali terkekeh.

"Appa ini bicara apa? Jimin tidak mengerti. Lagipula baguskan jika Raisya bisa cepat isi, artinya kalian akan cepat punya cucu," ucap Jimin. Sebenarnya ia selalu malu jika kedua orang tua mereka malah bertanya seperti ini.

"Berhentilah menggoda anakmu Juhyun-ah!" ucap Raka akhirnya. Tidak tega juga melihat Jimin dengan wajah merah seperti itu.

"Baiklah-baiklah. Kalian sudah memikirkan nama untuk cucu appa nanti?" tanya Juhyun lagi.

"Belum, kurasa kami belum menemukan nama yang cocok. Lagipula masih ada banyak waktu sampai menunggu proses persalinan," ucap Jimin.

"Eum, kira-kira menurutmu Raisya mengandung anak laki-laki atau perempuan?" tanya Minji.

"Ah, di Indonesia ada yang mengatakan jika si calon ibu selalu cantik itu artinya tengah mengandung anak perempuan, sebaliknya jika sang ibu terlihat tidak bisa mengurus diri, bisa jadi tengah mengandung anak laki-laki. Aku tidak tahu juga sih itu benar atau tidak," ucap Yuna.

"Apakah Raisya mengandung anak perempuan? Sejauh yang aku lihat, dia bersih dan cantik setiap hari," ucap Jimin seraya menatap istrinya yang sibuk mengunyah patbingtsu.

"Aigoooo, kenapa eomma yang memerah ketika kau mengatakan demikian?" tanya Minji. Rasanya ia seperti tengah digoda oleh anaknya sendiri. Melihat Jimin yang tumbuh sebaik ini memberikan satu kepuasan juga untuk dirinya.

"Aigooo, apa appa tidak pernah merayu eomma?" tanya Jimin.

"Appamu ini sudah kolot, jadi tidak ada romantis-romantisnya sama sekali!" acuh Minji.

"Kau tau, Jim? Eommamu itu jika appa rayu seperti ikan piranha yang menggelepar kekurangan air. Menyeramkan!"

.

.

.

Setelah makan malam selesai, Jimin dan Raisya kembali ke kamar. Orangtua mereka memutuskan untuk menginap malam ini karena mereka keasyikan mengobrol hingga tidak tahu waktu.

Raisya tengah membersihkan wajahnya. Ia jadi terbiasa menggunakan skincare akhir-akhir ini karena Jimin yang terus memintanya.

Jimin menghampiri istrinya yang tengah duduk di atas meja rias. Mendudukkan dirinya di sebelah sang istri lantas mengambil kapas dan menuangkan micellar water dan memposisikan Raisya agar duduk menghadap ke arahnya.

Mengarahkan tangannya kearah wajah sang istri dan mulai mengusapkannya pada permukaan kulit secara perlahan. Raisya hanya terdiam dan membiarkan Jimin yang membersihkan wajahnya.

Jimin itu adalah definisi suamiable di mana kalian akan dibuat nyaman juga merasa dihargai. Jimin tidak pernah memaksakan kehendaknya dan selalu merundingkan sesuatu yang menyangkut masalah masa depan pada Raisya.

"Kau itu cantik, apakah anak kita akan lahir perempuan?" tanya Jimin. Ia sudah selesai dengan micellar waternya.

Jimin kembali mengambil kapas dan menuangkan micellar keatasnya lantas memberikannya pada Raisya. Si wanita menerimanya lantas menyibak sedikit rambut di kening Jimin. Mengusap wajah sang suami perlahan sama seperti Jimin yang mengusap wajahnya.

"Menurut oppa bagaimana? Apa aku mengandung anak perempuan atau laki-laki?" Raisya kini balik bertanya.

"Aku pikir perempuan. Tapi, aku tidak tahu juga. Aku akan menerima gender apapun anak kita nanti. Aku tidak masalah asalkan sehat," ucap Jimin. Raisya menganggukkan kepalanya. Ia satu pendapat dengan Jimin. Tidak terlalu perduli juga dengan jenis kelamin sang jabang bayi, asalkan sehat dan persalinan lancar, Raisya sudah bersyukur.

"Eum, aku juga berpikir begitu. Oppa harus menjadi ayah yang baik untuk anak kita nanti," ucap Raisya yang kini sudah selesai membersihkan wajah Jimin. Ia menatap manik hitam Jimin lekat. Di balik perkataannya, Raisya menyisipkan suatu ketakutan yang ia alami.

"Kau juga harus jadi eomma yang baik. Jangan pernah memaksakan apa yang anak kita inginkan, dan kita harus seringkali mengobrol dengannya. Kita harus menjadi orang tua yang sebaik mungkin untuk anak-anak kita nanti," ucap Jimin yang lantas membawa Raisya pada dekapannya.

Jimin sangat menyayangi istrinya lebih dari apapun hingga rasanya ia tidak ingin berpisah sedetikpun. Jikapun maut yang akan merenggut kebersamaan keduanya, Jimin ingin nyawa keduanya diambil secara bersamaan agar ia bisa kembali bertemu dengan sang istri dan tidak kesepian diakhirat nanti.

"Kalau begitu, besok kita adakan pesta di satu gedung, bagaimana?" tawar Jimin.

Raisya tentu saja lantas mengangguk. Kesempatan yang sama sekali tak boleh di lewatkan. "Besok? Apakah waktunya cukup untuk persiapan?" tanya Raisya. Bisanya pesta harus memiliki waktu yang cukup untuk persiapan.

"Tidak apa, kita hanya akan mengundang beberapa orang saja. Aku akan meminta Hoseok hyung menyiapkannya."

.

.

.

Ngga terasakan kann ini udah epilog aja. Update selanjutnya adalah part terakhir. Jadi, siapkan tissue yang banyak. Mungkin akan mengandung bawang. Jadi, yap tunggy pestanya yaaaa yeorobun..

See yoy in the next part.

Papai

DREAMS ✴PJM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang