[29] Whole Nine Yards

Start from the beginning
                                    

Hanya di sinilah tempat dia menujukkan kesedihannya, rasa kehilangannya, dan kelemahannya. Dia tumpahkan semua air matanya di tempat ini. Tak ada isakan yang terdengar, namun semua yang melihatnya pasti bisa merasakan betapa rasa kehilangan itu mengerogoti setiap bagian tubuhnya. Sakit sekali rasanya, ketika dia tak bisa lagi merasakan bagaimana tubuh itu dalam rengkuhannya. Merasakan dan mendengarkan jantung yang ditakdirkan berdetak untuknya. Dan ketika jantung itu telah berhenti berdetak, rasanya seperti dia pun ikut mati. Tak ada lagi detakan yang bagai lullaby terdengar olehnya. Menghantarkan rasa nyaman. Meyakinkan dirinya bahwa belahan jiwanya masih berada disini, di dunia ini bersamanya.

Pria itu menurunkan kepalanya, menatap dengan lekat pada air kolam yang terlihat amat jernih karena cahaya lotus yang meneranginya. Disanalah dia bisa melihat wajah ayu yang sangat dirindukannya. Rasanya dia ingin sekali masuk kesana dan merengkuh tubuh itu seperti dulu. Meski pasti rasanya tak sama lagi.

Dia kembali teringat akan kejadian yang menyebabkan semua ini terjadi. Meski semuanya telah berlalu, tapi rasanya masih melekat kuat di ingatannya. Menemaninya sebagai mimpi buruknya di setiap malam. Bagaimana dia melihat belahan jiwanya terbunuh di depan matanya sendiri. Dia bahkan bisa merasakan ketika sebuah belati menembus jantung itu. Rasanya sakit sekali. Seakan nyawanya ikut direnggut saat itu juga, ketika tubuh itu terjatuh di depan matanya, dan ketika detakan itu tak terdengar lagi olehnya.

Juga saat dia tak bisa lagi merasakan apapun setelahnya. Jiwanya seakan mati rasa, raganya bergerak dengan sendirinya. Entah apa yang dilakukannya saat itu dia tak tahu. Ketika dia tersadar, dia telah berada di sebuah ruangan dengan banyak rantai yang mengikat tubuhnya. Dia tak tahu sudah berapa lama di dalam ruangan itu. Setiap kali mengingat kejadian itu, dadanya akan mulai memanas dan lagi-lagi dirinya tak tahu apa yang dilakukannya. Yang dia tahu, itu berlangsung lama. Hingga bisa mengendalikan diri.

Pun dengan adiknya, Ancelin, yang menghampirinya setelah dia keluar dari ruangan itu. Mengatakan bahwa dirinya akan mengantarkan dimana dia berada, matenya.

Dan disinilah Davion berada, di kolam dimana Elle berada disana, di dalam air. Sebagaimana yang Ancelin sampaikan melalui mimpi yang didapatnya waktu itu. Mungkin dengan cara ini matenya bisa kembali, meski kesempatan itu sangatlah kecil. Dibantu sengan Teressa dan buku Klan Saturia miliknya, wanita itu juga mengatakan jika cara ini mungkin bisa berhasil.

Namun hingga saat ini belum ada kemajuan sama sekali. Hari, bulan, bahkan tahun telah terlewati dengan dia yang selalu mengunjungi tempat ini setiap harinya, tak pernah sekalipun dia tak berdoa pada Dewi Bulan. Davion hanya ingin dia kembali, ingin kebahagiannya kembali. Clarabelle, matenya. Satu itu nama yang sangat dia rindukan.

***

Regan berjalan di sepanjang lorong. Melangkahkan tungkainya menuju ke salah satu ruangan dimana seseorang yang harus ditemuinya berada. Tangannya mendorong pintu besar di depannya, kemudian masuk dan disanalah dia melihat seorang lelaki sedang berdiri membelakanginya, menghadap ke jendela kaca. Pakaiannya yang serba hitam melekat di tubuhnya, sama seperti yang Regan kenakan saat ini.

Dis menunduk sesaat, meski pria itu berdiri membelakangi dan tak melihatnya.

"Persiapannya telah selesai, Alpha."

Lelaki yang dipanggilnya, Davion, masih diam selama beberapa saat. Regan terus menunggu di tempatnya berdiri. Hingga helaan napas itu terdengar olehnya. Lalu tanpa berucap apapun Alpha itu berbalik dan berjalan keluar ruangan, Regan mengikutinya dari belakang.

BLE MOU ✓Where stories live. Discover now