Pembeli dari Muntai

417 65 3
                                    

Lalu lalang pedagang maupun pembeli semakin ramai di siang hari. Akan tetapi Nimari belum mendapatkan satupun pembeli. hal itu tidak membuat Nimari nerkeluh - kesah. Ia tetap mengamati keadaan di Long paka, kegiatan jual beli maupun orang-orang disekitarnya.

"tampaknya kau memiliki banyak pembeli, Suroto." kata Nimari sambil melihat satu persatu pembeli kain batik Suroto.

"ya.. Itu karena kain batik Suroto diambil langsung dari Jawa." Sahut Ampong. 

"oh.." Nimari mengangguk paham.

"tapi kau mungkin belum tahu Nimari, kita harus waspada kepada para bandit di Long Paka ini," kata Suroto sambil berbicara pelan.

"bandit?" Nimari mengerutkan alisnya.

"ya, mereka suka menjarah dagangan kami jika salah satu diantara kami memiliki barang bagus maupun memiliki banyak pembeli. Tidak jarang juga mereka merampok kepingan emas atau perak kami." Sahut Ampong.

"mm.. Bukankah itu keterlaluan? darimana mereka berasal?" Nimari semakin penasaran.

"Mungkin dari Seberang.. Mm.. Muntai, mungkin?" terka Suroto.

"hush! jaga mulutmu, Suroto. Tidak mungkin itu. Pembelot di Muntai saja akan langsung di penggal kepalanya oleh raja Peguntur, apalagi bandit yang suka menjarah emas dan perak pedagang. Di Long Paka ini banyak orang yang berasal dari luar. Termasuk aku." Jawab Ampong.

"lalu, darimana kau berasal, Ampong?" tanya Nimari penasaran. 

"aku hanyalah anak gunung, Nimari. Jika kau berjalan terus ke arah matahari terbenam hingga keluar dari Long paka, kau akan menemui sebuah pegunungan Miri. Ya, disanalah aku tinggal."

Nimari mengangguk paham, bumi dayak begitu luas, pikirnya.. Benar apa yang dikatakan oleh Simbara. 

"ngomong-ngomong soal Muntai, Ampong.. Aku pernah mendengar sebuah desas-desus soal kerajaannya dari beberapa pembeli.." kata Suroto sambil mendekat kepada mereka berdua.

mendengar soal Muntai, Nimari menjadi antusias. Karena kabar tentang Muntailah yang ia cari selama ini. 

"desas desus apa, Suroto? lekas katakan. Kau membuatku sangat penasaran." kata Ampong

"dengar-dengar.." Suroto semakin mendekatkan wajahnya ke mereka berdua. Nimari dan Ampong mengerutkan alisnya, mendengarkan dengan seksama. "Raja Peguntur memiliki seorang anak laki-laki. Dan apa yang aku dengar dari mereka bahwa pangeran itu memiliki kelainan."

Mendengar hal itu Ampong tertawa kecil, "haha, hei Suroto.. Jangan bercanda kau."

Sedangkan Nimari hanya mengerutkan alisnya. Seingatnya, Ladepa tidak pernah menceritakan anak Peguntur.

"Aku tidak berbohong, Ampong. Sungguh.. Itulah kenapa raja Peguntur tidak pernah menunjukkan putranya selama ini. Itu karena dia sengaja menyembunyikannya." Tegas Suroto.

Ampong mengangguk paham. "Pernyataanmu benar masuk akal, Suroto. Sekarang aku tau mengapa raja Peguntur begitu gencar mencari putra mahkota Rengkang. Sedangkan kerajaannya sendiri sudah ia musnahkan sembilan belas tahun yang lalu."

"Tidak lain karena ketakutannya sendiri, Ampong." Sahut Suroto.

Ampong mengangguk mantap. "Ya, kau benar.. Peguntur takut jika suatu saat pitra mahkota Rengkang membalas dendam."

"Ehem.."

Suara besar seorang lelaki memecahkan gunjingan mereka bertiga. Mereka lantas kembali ke posisi masing-masing.

Namun mata mereka bertiga menatap kaku kepada seorang lelaki bertelanjang dada yang berdiri di depan dagangan Nimari.

Sebab, rajah yang nampak jelas mengukir lengan dan dadanya itu ialah rajah bermotif jata. Yang tak lain orang tersebut berasal dari Muntai.

Ampong dan Suroto menyibukkan diri dengan daganganya, seolah ia tak bersalah. Sedangkan Nimari menyipitkan matanya sambil menatap lelaki itu dingin.

Lelaki itu bertopang dagu mengamati Nimari, setelah sebelumnya mengamati tanaman obat milik Nimari.

"Apa yang kau inginkan?" Tanya Nimari sambil menatap tajam lelaki dari Muntai itu.


The Heart Of KapuasWhere stories live. Discover now