Renald
Rey, bisa ketemu nggak di cafe
deket sekolah? Gue mau ngomong
sesuatu

Gadis itu melirik jam yang berada dipojok kiri atas. Lalu mulai mengetik balasan kepada laki-laki itu.

Reysa
Bisa.

Renald
Oke. Gue tunggu

"Rey? Itu mau ditemenin beli sama Vanda." tunjuk Alex yang sedari memperhatikan adiknya. Reysa mengangkat wajahnya, lalu mendengus.

"Nggak usah! Makasih!"

Kemudian Reysa beranjak dari sana. Tidak ada yang lebih penting dibanding Renald yang akan membicarakan sesuatu padanya. Setelah selesai bersiap, Reysa segera pergi. Sebelum itu, gadis itu berpamitan terlebih dahulu pada orang tuanya.

Reysa meletakkan ponselnya pada mini tripod holder yang berada di dasbor mobil. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sebenarnya ia tidak yakin akan bertemu Renald. Pasalnya Renald selalu masa bodo, dan sekarang memintanya untuk bertemu laki-laki itu?

Dering ponsel milik Reysa membuat gadis itu melirik ke arahnya. Ada nama Bara yang terpampang jelas disana. Ia menggeser ikon hijau, lalu menambah volume panggilan.

"Kenapa, bang?" tanya Reysa sembari fokus pada jalanan.

"Ke rumah gue sebentar, bisa nggak?"

"Sorry bang, gue mau pergi nih. Besok aja gimana?"

Kalau Bara menghubunginya malam-malam seperti ini, pasti ada hal yang sangat penting yang harus ia lakukan. Tapi untuk saat ini, ia lebih memilih untuk menemui Renald. Tidak ada waktu lagi, sebelum laki-laki itu benar-benar tidak mau menemuinya. Hanya hari ini, tidak mungkin Renald rela memintanya untuk bertemu dilain waktu.

"Oh, ya udah. Gue kira tadi lo di rumah. See you, darling."

Sambungan terputus. Reysa mengeluarkan decakan kasar setelah mendengar kata terakhir yang diucapkan Bara. Reysa sendiri sedikit geli ketika Bara yang menyebut itu, tetapi kalau orang lain ia pasti merasa biasa saja. Sepertinya itu bawaan dari sifat menyebalkan Bara, jadi ia sedikit risih dan geli.

Reysa berbelok ketika bangunan kafe yang dimaksud Renald sudah terlihat. Ia memarkirkan mobilnya, lantas turun dari sana. Ia membawa langkahnya masuk ke dalam kafe, terlihat beberapa muda-mudi yang sudah nangkring sebelum dirinya. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Renald, namun ia tidak mendapatinya.

Teguran dari sang pelayan kafe, membuat ia menoleh ke arahnya. Seorang gadis semuran dengannya tampak tersenyum sebelum menanyakan sesuatu. "Mbak Reysa, ya?" tanya pelayan itu.

Walaupun masih sedikit bingung karena pelayan kafe mengetahui namanya, Reysa tetap memberikan senyumnya. "Iya."

"Mari, saya antar ke table yang sudah dipesan mas Renald." ajak pelayan itu. Reysa mengekori sang pelayan sembari melihat-lihat seisi ruangan itu.

Sang pelayan membuka sebuah ruangan yang memang digunakan untuk hal yang bersifat privasi. Anehnya, mengapa Renald harus memesan tempat ini? Mengapa tidak yang diluar saja?

Reysa duduk disalah satu bangku setelah sang pelayan mempersilahkannya. Kemudian memberikan sebuah daftar menu, dan mulai menanyai Reysa. "Kata mas Renald, mbak Reysa suruh pesan duluan."

"Hot Caramel Macchiato deh, mbak." tanpa melihat daftar menu, Reysa memesan. Ia sudah terlalu hafal dengan menu minuman di kafe ini. Jadi ia tidak perlu lagi melihat daftar menu.

"Oke, ditunggu mbak."

Reysa mengangguk sekilas. Setelah kepergian sang pelayan, gadis itu memandang ke arah luar jendela yang menampilkan beberapa kendaraan yang sibuk berlalu lalang. Ia menopang wajahnya sembari terus menikmati pemandangan luar kafe. Tidak lama, pintu terbuka, menampikan pelayan yang membawa nampan berisi satu gelas Caramel Macchiato. Reysa memberikan senyum tipis, dan berterima kasih.

DISPARAÎTRE [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora