26. EVIDENCE & ARREST

245 42 0
                                    

"There is nothing more pleasurable than revealing the truth so tightly tucked away."

****

Tidak bisa memahami apa yang tengah Reysa lakukan sekarang ini. Mengorbankan keselamatannya hanya demi laki-laki labil yang tempo lalu menyatakan perasaan padanya.

Bukan menyatakan perasaan, lebih tepatnya memaksa dirinya untuk menjadi kekasih laki-laki itu.

Sepertinya ia terlalu banyak berkorban untuk Renald. Padahal laki-laki itu tampak tidak peduli dengan apa yang ia lakukannya selama ini. Laki-laki itu terlalu mengandalkannya, dari pada harus bertanya padanya apa yang harus dilakukan untul membantunya.

Reysa mendengus kasar ketika ia berada di depan rumah yang sudah lama tidak ia kunjungi. Suasana masih sama seperti dulu, sepi dan tidak ada suara apapun kecuali play film dari LCD proyektor.

Halaman rumah itu tampak bersih. Tidak ada daun kering yang tampak menonjol disana. Pasti sudah dibersihkan oleh asisten rumah tangganya.

Ia menghela napas. Butuh waktu satu jam setengah lebih untuk sampai ditempat ini. Butuh pengorbanan juga agar ia tidak terluka sedikitpun.

Sebelum sampai tempat ini, tadi sempat salah jalan karena ia tidak terlalu ingat alamatnya. Walaupun setahun yang lalu itu bukan waktu yang lama, tetapi tetap saja ia lupa.

Mungkin sekaligus melupakan semuanya.

Dan sekarang waktu menunjukkan delapan belas lebih lima. Masih ada dua jam lagi sebelum acaranya selesai. Masih ada dua puluh lima menit untuk masuk ke dalam, dan kembali lagi ke mobil.

Tak jauh dari sini, Bara dan Veran tengah menunggu Reysa di dalam mobil, dengan komputer dan juga earpons kecil yang terpasang ditelinga masing-masing.

Tadi Veran dan Bara yang akan masuk untuk mengambil sesuatu, tetapi Reysa melarangnya. Gadis itu yakin, asisten rumah tangga ataupun satpam tidak akan pernah mengizinkan siapapun itu masuk ke dalam. Kecuali tuan rumahnya yang mengizinkan. Bisa kacau nanti kalau sampai Bimo tau.

"Teh Echa?" celetuk Samsul yang membuyarkan lamunan gadis itu. Reysa membawa langkahnya mendekati Samsul yang dengan senang hati membukakan pintu pagarnya.

"Dari mana aja mbak, nggak pernah keliatan lagi?"

Reysa tersenyum tipis. "Saya pindah mang, makanya mang Samsul nggak pernah liat saya."

Pria itu manggut-manggut paham. "Mau saya panggilin den--"

Reysa menggeleng cepat. "Nggak usah, mang. Echa aja yang manggil sendiri."

"Oh, ya udah. Kebetulan ada teh Echa, mamang mau pulang dulu sebentar."

Setelah kepergian Samsul, Reysa membawa langkahnya masuk ke dalam. Ia mengedarkan pandangannya menatap ke sekeliling. Ia tahu, sekarang rumah itu sudah dipenuhi dengan CCTV.

Ia juga harus berjaga-jaga, kalau Fina tiba-tiba datang ke tempat ini. Ia membuka pintu utama rumah itu dengan sangat hati-hati. Ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan Bimo.

Sering kali, Bimo lebih memilih untuk duduk-duduk di ruang tengah. Walau hanya untuk melamun.

Zipper ankle boots milik Reysa tampak berdenting dengan keramik putih tulang itu. Derap langkah kaki tampat sedikit terdengar.

DISPARAÎTRE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang