22. THE PAST

285 49 1
                                    

"Knowing the fact that he was only used for other people's pleasure, was the worst thing he had ever experience."

***

Semua orang bahkan tidak pernah bisa membayangkan pada situasi sulit ini. Mencerna berbagai kemungkinan yang tak sengaja ia dengar dengan mata dan kepalanya sendiri. Tentang bagaimana seseorang yang selama ini ia anggap baik, ternyata sepicik itu.

Reysa mengepalkan kedua tangannya. Ia bersembunyi dibalik lemari barang antik tak jauh dari kedua orang yang tengah berbicara.

"Jadi, lo cuman manfaatin dia?" terdengar kekehan geli yang membuat Reysa semakin tidak bisa menahan emosinya.

Kedua orang itu adalah Fina dan Bimo. Kekasih Reysa yang selama ini ia anggap laki-laki yang paling baik padanya. Tetapi kenyataannya malah seperti ini.

Bimo tertawa kecil. "Lo tau kan, kalo Echa pinter ngeretas semuanya. Makanya gue manfaatin dia buat kesenengan gue." laki-laki itu merangkul Fina. "Lumayan, gue untung banyak karena bantuan dia."

"Lo... ambil semuanya?" tanya Fina sembari memandang laki-laki itu.

Bimo menggeleng. "Gue sisain seperempat doang. Kesian kalo gue transfer semua."

"Eh, tapi kok mau aja ngeretas perusahaan orang?"

Bimo mengangkat bahunya. "Entahlah. Mungkin dia cinta mati sama gue."

Mengapa Bimo menceritakan sebuah kebohongan? Padahal dia hanya mengajari laki-laki itu, dan tidak membantu sedikitpun Bimo untuk melancarkan aksinya. Sesekali ia hanya membantu mencari keberadaan seseorang atas perintah laki-laki itu.

Reysa mengusap wajahnya kasar. Harusnya ia tidak pernah mengenal laki-laki seperti itu. Sejak awal ia sudah memiliki firasat buruk tentang kedepannya.

"Lo kapan putusin dia?" tanya Fina yang membuat Reysa kembali mengepalkan tangannya.

"Bentar lagi. Gue udah nggak butuh dia soalnya." Bimo tertawa. Menertawakan kebodohan gadis itu. "Lagian, gue udah handal sama hal ngeretas."

Terdengar tawa bahagia dari mereka. Yang membuat Reysa sangat muak dengan keduanya. Ia mengambil vas bunga berukuran sedang, lantas melempar vas itu pada Bimo.

Vas itu jatuh ke lantai, membuat vas itu berubah menjadi kepingan-kepingan yang tidak akan pernah bisa menyatu. Fina terpekik ketika pelipis Bimo mengeluarkan banyak darah.

Reysa mendengus geli. Harusnya laki-laki itu langsung mati saja, agar ia merasa lebih bahagia dari ini.

Ia menghampiri mereka dengan raut khawatir. "Bimo! L-lo nggak papa?" ia mendekati Bimo, namun segera di dorong laki-laki itu.

"Lo yang lempar ini, kan?" laki-laki itu meringis ketika merasakan perih pada pelipisnya. Ia mengangkat wajahnya memandang Reysa yang masih menunjukkan raut khawatir.

Setelahnya Reysa tertawa geli. "Lo kira siapa lagi kalo bukan gue?"

Harusnya tadi ia melempar gucci atau kalau tidak meja yang berada disamping lemari. Pasti pertunjukkannya akan lebih seru.

DISPARAÎTRE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang