38. SURPRISE

212 48 0
                                    

"Even though it took a long time, it finally produced a happy result."

***

Tidak ada yang terasa menyenangkan akhir-akhir ini. Bukan dirinya yang masih bersikap labil, tetapi Reysa yang tidak bisa dipercaya. Gadis itu seperti membodohinya, dan yang lebih menyedihkan lagi, ia pernah mempercayainya dengan sepenuh hati. Kebohongannya serasa dibungkus rapat oleh sikap manis dan cara menjelaskannya.

Awalnya memang ia kagum dengan Reysa, tingkahnya terbilang cukup menantang untuk ia labeli sebagai pacar. Tapi lama kelamaan, ia semakin enggan untuk mempercayainya lagi. Untuk sekarang ini mungkin ia akan berhenti mengganggu gadis itu, dan menenangkan pikirannya atas kejadian-kejadian tidak mengenakan seperti kemarin.

Pikirannya tak pernah bisa lepas dari bayangan Reysa yang selalu tampak menggemaskan sekaligus menyebalkan. Senyum gadis itu terus membayangi angan-angan, dan berakhir ia merasa tidak rela dengan semua yang terjadi sekarang.

Ia menggeleng untuk membuang pikiran-pikiran aneh itu. Renald lebih memilih masuk ke sebuah rumah mewah milik Reno. Tanpa mengetuk pintu, ia langsung menerobos masuk. Renald sediri begitu paham dengan kehidupan sahabatnya itu. Kedua orang tua laki-laki itu sibuk dengan pekerjaannya, serta Reno adalah anak tunggal. Jadi, setiap hari rumah itu hanya dihuni oleh Reno dan beberapa asisten rumah tangganya.

Renald pernah bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa Reno tidak merasa kesepian? Kalau ia menjadi Reno, pasti akan sangat bosan. Apalagi tidak ada saudara yang bisa diajak beradu mulut atau saling mengejek. Sepertinya dunianya akan sangat kaku.

Terlepas dari pikiran-pikiran aneh itu, Renald mengambil duduk di single sofa ruang tengah. Reno sendiri tengah leyeh-leyeh diatas karpet sembari menonton sinetron. Aldi tampak membawa beberapa minuman kaleng dari arah dapur, dan mengambil duduk di sofa panjang.

"Kusut amat muka lo!" ungkap Aldi yang mencoba mencairkan suasana. Ia menyodorkan satu buah minuman pada laki-laki itu. Ia berani taruhan kalau Renald tengah memikirkan tentang Reysa. Yang ia yakini laki-laki itu sedikit bimbang dengan pikirannya.

Sebenarnya ia juga tidak tahu keduanya tengah berselisih atas masalah apa. Reysa terlalu sulit untuk ditebak, dan Renald terlalu tertutup dan enggan untuk berbicara. Minimal laki-laki itu memberitahunya, agar ia bisa memberi saran pada Renald. Atau kalau memang itu privasi masing-masing, it's oke. Ia tidak akan memaksanya mengatakan sesuatu.

"Itu ada setrikaan nganggur, Ren. Pake aja, gue ikhlas kok. Mana tau muka lo nggak kusut lagi."

Reno menyahuti ucapan Aldi. Ia merasa geram sendiri pada laki-laki satu itu. Tidak terlalu mengenal dunia percintaan, tetapi masih memaksakan diri untuk membangun hubungan. Bukan bermaksud untuk mendoakan keduanya, tetapi sebentar lagi hubungan mereka akan kandas. Dilihat dari gerak-gerik dan tingkah keduanya, tidak lama lagi mereka akan bubar.

Ia hanya was-was kalau sahabatnya itu berubah menjadi laki-laki galauers. Yang kalau malam memutar lagu sedih dan duduk dipojoka kamar. Atau lebih parahnya, mendatangi kelab malam seperti dulu saat laki-laki itu frustasi karena masalah keluarganya. Bukannya ia terlalu berlebihan, itu hanya bayangan saja. Selebihnya ia tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya.

Mengenal Reno cukup lama membuat Renald paham. Kalau tidak melontarkan kalimat pedas, ya pasti cibiran. Tidak jauh beda dengan Aldi. Bedanya Aldi masih bisa kalem dan menjadi penasehat yang budiman.

"Belum pernah dipukul golok lo, ya?" sinis Renald.

Reno tergelak. Sudah ia duga, laki-laki itu pasti berang sendiri karena tidak terima atas perkataannya. Walaupun Renald tahu ia bercanda, tapi laki-laki itu akan tetap menyemburnya dengan kata-kata sinis.

DISPARAÎTRE [END]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora