12. Pertunangan Nafisya

Mulai dari awal
                                    

"Maaf anda harus pergi." Dia menarik paksa tangan gue untuk menjauh. Sombong amat nih satpam! Awas aja gue bakalan nyuruh Rama pecat dia, karena udah kurang ajar sama gue.

"Nggak mau lepasin gue. Ramaaaaa tolongin gue!!" teriak gue sekencang mungkin, berharap Rama mendengar lalu nolongin gue. Gue mau minta penjelasan sama dia.

"Lepasin goblok!" gue terus meronta-ronta mendorong satpam itu berusaha keras untuk masuk kedalam rumah.

"Ramaaaaa tolong! Ramaaaaa." sampek sakit tenggorokan gue teriak-teriak mulu.

"CUKUP!" Satpam mendorong gue hingga gue jatuh terjerembab ke aspal.

"SIALAN." umpat gue. Nggak ada gunanya juga gue nglawan satpam sebanyak itu, pasti gue kalah. Daripada tenaga gue terkuras mending gue nunggu sampek satpam pea itu pada lengah, gue bakal masuk melalui celah.

"Dengar ya, gue bakal aduin perlakuan lo sama bokap gue. Bukan hanya kaki lo aja yang bakal dipatahin, tapi batangan lo juga bakal abis dicincang." ancam gue sambil nunjuk benda pusaka diselangkangannya sebelum gue pergi meninggalkan mereka yang tengah begidik ngeri di depan gerbang.

Gue duduk di trotoar jalan kayak gelandangan sambil meratapi nasip. "Tega banget sih lo Ram, padahal gue udah berusaha jadi istri idaman buat lo. Tapi tetep aja lo pilih siluman ular itu jadi pedamping lo. Apa sih kurangnya gue? Hiks..hiks..hiks." Nggak peduli gue nangis dipinggir jalan diliatin orang-orang.

"Dasar suami brengsek, perempuan ular! Huaaa, hiks-hiks." sesekali gue usap ingus gue yang keluar. "Gue bakal bales kalian semua keluarga setan yang udah ngedzolimin gue."

"Bangsat...bangsat...bangsat." gue lemparin batu-batu ke arah satpam dengan brutal, berharap kena kepala, biar gagar otak sekalian.

Sudah berjam-jam gue nunggu di jalanan kayak orang gila begini, kapan kelarnya sih pestanya? "Hoaaammm." Gue sampek ngantuk.  Gue lihat jam di hp menunjukkan pukul setengah 12 malam. Buset, gue udah nunggu hampir 4 jam.

Tak berlangsung lama kemudian, satpam membuka pintu gerbang untuk para tamu yang berhamburan pulang. Kayaknya semua tamu udah pada keluar semuanya, ini momen yang pas gue nyelinap masuk setelah mengelabui satpam goblok itu. Segera gue berlari masuk ke dalam rumah megah nek lampir yang dihiasi berbagai bunga dan renda-renda alay menurut gue. Di dalam rumah memang terlihat sepi, tapi masih ada sebagian orang yang belum pulang. Pandangan gue langsung tertuju ke arah siluman ular yang sedang berbincang dengan mertua gue.

Segera tanpa basa-basi diliputi amarah yang sudah meluap, gue membalikkan badan ular kadut yang membelakangi gue dengan kasar. Lalu menampar pipinya dengan keras hingga semua orang menoleh ke arah gue. "Dasar pelakor murahan!"

"Hei, atas dasar apa kamu tiba-tiba menampar anak saya?" Oh... ternyata pria tua tambun ini bokapnya uler kadut. "Kamu bisa saya laporkan polisi dengan pasal penganiayaan." ancamnya.

Gue tersenyum remeh. "Yang ada gue akan laporin kalian semua dengan kasus penipuan."

Pria tambun bersetelan jas di depan gue mengernyit bingung, bahkan semua orang kecuali keluarga mahesa yang malah nampak cemas, apalagi nek lampir sekarang sedang menggigit jari hingga memutih.

"Gue istri sahnya Rama dan-." gue mengelus lembut perut buncit gue menunjukkan kepada semua orang. "Gue sekarang sedang mengandung anaknya Rama."

Ular kadut seketika terkejut mendengarnya hingga dia hampir pingsan kalau saja bokapnya tidak sigap memeganginya, pasti dahinya udah benjol nyium lantai.

Gue mencengkram tangan kanan uler kadut dengan kuat hingga dia meringis kesakitan. "Anak lo yang kecentilan ini udah menggoda Rama yang berstatus suami gue. Mereka berdua berselingkuh di belakang gue."

MY BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang