14. Ramayana Mahesa

11.7K 676 18
                                    

Setelah menikah dengan Risa, bukannya aku yang memberi penderitaan tapi malah dia yang membuatku gila. Dia berbuat semena mena, mulutnya itu bahkan mengumpat tidak sopan didepan Mama, dan rasa possesive-nya sungguh keterlaluan.

Meskipun begitu aku akui kegigihannya berusaha untuk menjadi istri yang baik dengan memenuhi segala keperluanku. Padahal aku sudah menyiksanya dengan kata-kata menyakitkan dan tindakan kasarku, tidak membuatnya menyerah juga.

Dasar wanita keras kepala! Dia fikir dengan perhatiannya itu aku bisa semudah itu luluh, apalagi tingkahnya yang sok baik terhadap Oma membuatku muak. Dia telah berhasil mendapatkan simpati dari Oma sampai-sampai Oma membongkar semua aib masa kecilku kepadanya hingga membuatku malu.

Di rumah ini cuma Oma saja yang menyukainya. Setidaknya kalau Risa bertengkar dengan Mama ada yang menengahi. Mama selalu mengeluhkan Risa yang tidak becus melakukan semua hal sebagai menantu, itu membuatku pusing. Ditambah lagi Risa yang selalu merengek seperti anak kecil minta diajak jalan-jalan, itu sangat menggangguku

"Rama-rama-rama yuk kita jalan-jalan pergi dugem, ke taman hiburan apa keliling kota liat pemandangan. Gue bosen dirumah terus." Aku tercengang, bisa-bisanya dia lagi bunting malah ngajak dugem. Mau jadi apa anakku kelak jika di didik oleh perempuan sepertinya, masih dalam kandungan saja sudah diperkenalkan tempat laknat itu oleh ibunya. Jelas aku menolak keras!

"Mata lo buta! Nggak liat gue lagi sibuk ngerjain pr segini banyaknya." gue sengaja membentaknya, tidak akan aku biarkan pernikahan ini berdampak pada nilai rapotku di sekolah jadi jelek karena stress.

Dia berdecak kesal "Betapa membosankannya hidupku ini mendapat suami seperti dirimu~." keluhnya yang terdengar seperti penyair. Aku terkekeh geli mendengarnya, sebenarnya dibalik perilaku bar-barnya kadang dia juga bertingkah lucu membuatku tertawa geli. Tapi aku sebagai pria cukup bisa mengendalikan emosiku, aku harus terlihat garang didepannya agar dia takut dan tunduk kepadaku.

"Terserah lo dah." Dia beranjak mengambil tas selempang pergi keluar meninggalkan kamar. Mau kemana dia? Dengan penasaran aku mengintipnya dari jendela ternyata dia janjian dengan Doni didepan gerbang, entah mereka mau kemana. Palingan juga cuma pergi ke angkringan warung, cowok miskin seperti Doni mana mungkin bisa memenuhi kebutuhan Risa yang meterialistis.

Entah kenapa aku benci melihat kedekatan mereka berdua. Rasanya tidak rela jika Risa pergi bersama pria lain padahal aku suaminya. Mungkin perasaan ini disebabkan karena gue terlalu benci dengan cecunguk Doni, ya karena itu.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Tiada hari tanpa masalah dan pertengkaran. Ketika aku menasehati Risa malah kami berujung saling emosi adu bacot dengan kata-kata kasar yang terucap. Aku harus bagaimana lagi tuhan?

"Ram sebaiknya kalian pindah saja dari rumah ini." ucap Mama tiba-tiba.

"Mama usir Rama?" tanyaku bingung.

"Cuma dengan cara ini satu-satunya jalan agar kami bisa menyiapkan pesta pertunangan kamu dengan Nafisya tanpa diketahui perempuan sundal itu." Bener juga kata Mama, dengan begitu aku yakin pesta akan berjalan dengan lancar.

Aku dan mama sepakat menjalankan rencana ini. Aku tahu Mama sangat menyukai menantu seperti Nafisya. Karena dia berasal dari keluarga baik-baik dan yang pasti dia mempunyai tata krama dan sopan santun tidak seperti Risa.

"Pesta pertunangan Rama dengan Nafisya harus berjalan lancar bagaimanapun caranya. Rama nggak mau kehilangan Nafisya karena Rama sangat mencintainya ma."

"Mama akan usahakan apapun demi kebahagiaan kamu nak. Setelah wanita sundal itu melahirkan, kamu harus segera menceraikannya lalu menikah dengan Nafisya." Ya memang itu tujuanku

MY BABYOnde histórias criam vida. Descubra agora