八 | Niat Terselubung

2.6K 582 403
                                    

Hari ini mas Bian mengajak gue jalan-jalan di alun-alun kota di malam hari

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini mas Bian mengajak gue jalan-jalan di alun-alun kota di malam hari. Lelaki itu tidak punya jadwal pembedahan sehingga punya waktu luang untuk dihabiskan bersama gue. Gue pun sama, sedang berhenti sejenak menggarap skripsi bagian hasil dan pembahasan. Gue masih jenuh dan butuh rileksasi sejenak.

Kami berdua berangkat dari rumah selepas ibadah isya'. Kami naik mobil untuk sampai di alun-alun kota. Letaknya yang jauh dari rumah, membuat kita hampir tiba di sana sekitar jam delapan malam. Tidak masalah, sebenarnya. Toh, alun-alun biasanya tutup jam sebelas malam—di saat malam sudah sangat larut.

Dengan digandeng mas Bian, kami berjalan di alun-alun yang dipadati oleh manusia. Mungkin karena hari ini adalah hari Sabtu, makanya alun-alun dipadati kalangan muda-mudi maupun kalangan lansia. Kami menyusuri alun-alun itu, melihat-lihat stand makanan dan hiburan. Jujur saja meski sekadar malihat hiruk-pikuk alun-alun, gue merasa rileks.

Kami berdua terus berjalan hingga ke sebuah pelataran atau biasanya tempat pejalan kaki yang banyak terdapat kursi. Di depan pelataran itu ada kolam hias besar dan beberapa bangunan yang bentuknya buah-buahan atau hewan-hewan. Bangunan itu tampak indah karena dililit atau diterangi oleh lampu yang berkelap-kelip. Bagus sekali. Membuat bangunan-bangunan itu bersinar dan menerangi malam.

"Airis udah capek?" Mas Bian bertanya di sela-sela kita sedang berjalan di keramaian. Gue langsung menoleh ke arah kakak sulung.

"Gak. Baru jalan gak terlalu lama," balas gue sedikit keras. Siapa tahu mas Bian tidak terlalu jelas mendengar suara gue. Tadinya gue tidak terlalu jelas dengan apa yang mas Bian tanyakan. Hal itu dikarenakan suara-suara manusia bercampur aduk saat ini membuat suasana tambah ramai.

"Kita cari tempat duduk yang gak terlalu ramai, ya?"

"Iya."

Gue menurut saja saat tangan kanan gue ditarik oleh mas Bian entah kemana. Gue membiarkan dia menjadi penunjuk arah saat ini. Kemanapun mas Bian melangkah, gue akan mengikutinya dari belakang. Hingga akhirnya mas Bian berhenti di tempat yang agak sedikit jauh dari alun-alun, tapi masih satu area. Ia celingak-celinguk entah mencari apa, lalu menarik gue kembali ke depan sebuah kafe. Kami berhenti di depan kafe, tidak sampai masuk.

"Kok ke sini?" gue bertanya, sedikit heran mendapati mas Bian sudah duduk di atas salah satu kursi yang disediakan di depan kafe.

"Mau beli kopi. Pengen americano," katanya.

"Oh," gue memutar kepala sejenak, mengecek kafe yang tidak terlalu ramai di dalamnya.

"Airis jangan beli kopi. Kamu punya maag." celetuk mas Bian.

"Enggak, ih. Gak mau beli juga," jawab gue seraya menengadahkan tangan. "Sini Airis yang beli, mas."

Mas Bian kemudian mengeluarkan dompetnya dari saku celananya. Ia mengeluarkan selembar uang dan menyodorkannya ke gue. Begitu uang sudah di dapat, gue bergegas masuk ke dalam bangunan kafe. Di depan kasir, gue memesan americano dan coklat panas. Butuh sekitar sepuluh menit gue pesanan gue baru diantarkan. Selesainya, gue kembali ke mas Bian yang masih duduk dan memandangi alun-alun.

[S1] Enigma ft Hwang HyunjinWhere stories live. Discover now