Angkringan Tenda Biru

1.9K 371 20
                                    

Keduanya berakhir di sini. Menyeduh teh panas pada bangku cokelat beratap terpal biru sederhana.

"Biru, saya tidak ingin menerka perihal duka apa yang ada pada kamu," Bumi menggantungkan kalimatnya.

Sang adam memandang manik milik Biru sebelum melanjutkan,

"Tapi, Biru. Semesta menghadirkan tiap manusianya karena sebuah alasan. Saya harap, tidak ada lagi putus asa di sela tualangmu."

Biru tidak bergeming. Daksanya masih meluruh enggan kembali tegap dan pandangnya terpaku pada lalu lalang Jalan Sudirman.

Sedang Bumi, ia kembali meneguk teh panasnya diiringi harap pada tiap teguknya. Harap akan sang gadis membalas tatapnya.

"Ada apa, Biru?" tanya si Bumi begitu melihat Biru mengusap bulir yang terjatuh pada pipi.

Banyak sekali, Bumi. Terlampau dari kata cukup. Satu hari tidak mampu untuk mencapai usai.

Biru menggeleng sebagai jawaban. Dan setelahnya, ia menulis sesuatu pada catatan kecil miliknya lalu memberikannya kepada Bumi.

Bumi, saya hendak pamit pulang. Terimakasih untuk teh panasnya.

Biru tersenyum simpul dan membungkukkan sedikit raganya.

Lalu, sepasang tungkai itu beradu dengan gerimis senja Yogyakarta.

──────

bumi ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon