A little truth

7.8K 425 22
                                    

*Dylan's POV*

Aku tidak datang ke bioskop tadi malam karena aku harus menemani Kak Sadrie dan Rezka pemotretan, selain itu aku juga dalam masa pembelajaran untuk menjadi seorang fotografer. Mungkin turun dari Kak Sadrie, bedanya aku tidak berbakat menjadi model yang anggun.

Hari ini sekolah tidak terlalu ramai, di kelasku pun hanya ada 5 orang -kutu buku- yang tentunya aku tidak terlalu akrab dengan mereka. Akhirnya aku berjalan menuju perpustakaan sekolah, di sana juga tidak terlalu ramai.

Seperti biasa, aku memilih tempat duduk yang paling pojok dan tersembunyi karena tertutup oleh rak-rak buku selain itu juga ada AC di dekatnya.

Bukan termasuk orang yang suka membaca, hanya saja di sini memberikan ketenangan untukku.

Kejenuhan mulai datang menghampiri, tidak tahu apa yang harus dilakukan aku mengeluarkan sebuah buku catatan kosong berwarna biru langit dan ballpoint pen.

Pikiranku mulai melayang ke arah Gamar, perlahan tapi pasti tanganku mulai merakit kata demi kata di atas buku catatan itu.

" Semakin hari, semakin sedikit murid yang turun sekolah dan besok adalah hari terakhir sekolah. Kalaupun hanya ada 15 murid yang bersekolah, aku akan tetap pergi ke sekolah asalkan aku bisa melihat Gamar.

Tidak tahu mengapa, aku hanya terlalu mengaguminya. Seperti aku mengagumi seorang Demi Lovato, seperti itu juga aku mengagumi Gamar. Eh, mungkin aku sedikit lebih mengagumi Demi. Hahaha.

Tapi Gamar terasa lebih nyata, aku bisa memandanginya kapanpun aku mau, aku bisa menyentuhnya, aku bisa bicara padanya dan itu semua sangat berharga bagiku, setiap detiknya.

Tidak peduli berapa lama dia membalas pesanku, tidak peduli berapa kali dia tidak membalasnya, tidak peduli dengan kenyataan bahwa dia sering menghindariku di sekolah, tidak peduli dengan semua bullshit yang orang katakan tentangnya, perasaanku tetap kokoh.

Dia, gadis dengan alis yang menakutkan. Alisnya adalah hal pertama yang membuatku penasaran. Alisnya berwarna hitam pekat, sepekat rambut panjangnya.

Saat pertama kali aku melihat wajah datarnya dengan alis semacam itu, jujur saja, aku merasa takut. Dia terlihat seperti kakak kelas yang jahat. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, dia membuatku penasaran. Rasa penasaran yang terus memaksa untuk terus mengikutinya, memperhatikannya.

Semuanya terasa aneh, semakin aku melawan rasa penasaran ini maka semakin kuat juga dia.

Setelah berminggu-minggu aku memperhatikannya dari kejauhan, barulah aku mengenalnya, melalui Rezka dan Andre. Entah mengapa, hanya dengan mengetahui namanya saja aku merasa sangat-sangat senang. Aku payah dalam hal mengingat, susah untuk mengingat namanya. Gamar, nama yang cukup langka dan aneh. Untuk pertama dan beberapa kali setelahnya yang ku ingat hanyalah Garam, tidak terlalu jauh beda dengan Gamar kan?

Dan saat itu aku hampir saja mengalami heart attack. Ya, seperti judul lagu milik Demi!

Waktu itu aku sedang sibuk menulis, dan tanpa ku sadari Gamar dan seorang temannya memasuki kelasku. Dia berbicara padaku, tapi aku tidak menghiraukannya, aku tetap fokus pada soal yang sedang ku kerjakan selain itu aku juga tidak tahu kalau Gamarlah yang sedang berbicara. Hal itu memaksanya untuk menghampiri tempat dudukku, tapi aku tetap tidak peduli sampai akhirnya dia lebih memilih untuk bersabar menunggu.

Aku baru menghiraukannya saat aku selesai menulis, dan aku juga tidak menoleh ke arahnya. Aku hanya mendengarkan apa yang dia katakan, lalu aku menandatangani sebuah kertas dan memberikan nomor teleponku di sana. Semuanya masih berjalan normal, hingga aku selesai dan melihat ke arah nya.

Is It A Wrong Love?Where stories live. Discover now