30. St MUNGO

1.1K 214 3
                                    

Aku terbangun dan menyadari telah berada di kamarku, di Charhide. Suara ombak bergulung-gulung memenuhi pendengaranku, dan langit malam  menembus jendela dari tirai yang terbuka. Sepertinya setelah segala keributan yang terjadi di Hospital Wings, Ayah membawaku untuk pulang. Aku menuruni  tangga menuju lantai tiga rumah kami. Ayah tengah bersandar di sofa depan perapian, menggigit roti isinya besar-besar.

“sudah bangun, sayang?” Tanya Ayah melihatku. Aku mendekatinya dan bergelung di bawah lengannya. “Dumbledore  telah memberikanmu Pil Penyembuh saat akan dibawa ke St Mungo. Aku terkejut dia melakukan sesuatu yang gila untuk memulangkanmu.”

“Ayah, apa Mr Weasley baik-baik saja?” tanyaku.

Mulutnya yang tengah  mengunyah roti isi terdiam selama dua detik sebelum akhirnya bergerak kembali. “dia masih hidup, setidaknya.” Katanya akhirnya. “kami tidak  tahu apa yang akan terjadi jika Harry tidak melihatnya.”

“Harry melihatnya?” tanyaku.

“ayah akan mengunjunginya besok pagi, kau mau ikut?” Tanya Ayah mengalihkan pembicaraan. Aku mengangguk sebelum akhirnya kami kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.

Keesokan paginya, aku dan ayah telah berjalan menyusuri tepi pantai Char Mouth, berhenti di halte sepi yang terdekat dengan rumah kami kemudian melambaikan tangan pemegang tongkat untuk memanggil Bus Ksatria.

Bus ungu cerah bertingkat tiga itu berdecit menyambut kami, sebelum akhirnya kembali berjalan diiringi dengan bunyi DUAR, DUAR yang memekak telinga. Aku dan Ayah duduk di kursi paling belakang yang tampaknya paling aman bagi kami setelah menyerahkan koin kami kepada kondektur bus. Kursi-kursi di dalam bus terlihat tidak dibaut.

Bus ini tampaknya tidak banyak memiliki banyak fitur keselamatan karena penumpang dan barang bawaan akan terlempar ke bagian belakang bus selama bus bermanuver serampangan. Kursi pengemudi lebih menyerupai kursi berlengan dibandingkan kursi mobil Muggle.

Kami melangkah keluar bus menuju udara musim dingin saat bus tiba di sebuh Halte Pusat Kota London. Jalan lebar yag diapit toko-toko dan dipenuhi orang-orang yang belanja untuk Natal. Ayah merangkulku agar tidak terpisah  diantara  Muggle.

Tidak mudah bagi penyihir untuk menemukan lokasi yang tepat untuk sebuah  rumah sakit. Tidak ada tempat yang cukup besar di Diagon  Alley dan kami tidak bisa mendirikannya di bawah tanah seperti Kementerian karena tidak sehat. Akhirnya, kami—para penyihir—berhasil mendapatkan  sebuah bangunan di pusat kota London. Secara teori, penyihir yang sakit bisa datang dan pergi, hanya cukup berbaur dengan kerumunan.

Aku dan Ayah tiba di luar sebuah department store besar, kuno, dan berwarna merah bata yang dinamakan Purge and Dowse Ltd. Tempat itu memiliki hawa kumuh dan menyedihkan, pajangan di jendela terdiri atas beberapa boneka retak dengan rambut palsu miring, berdiri sembarangan dan memperagakan mode yang sedikitnya sepuluh tahun ketinggalan zaman. Tanda besar pada pintu penuh debu bertuliskan ‘Ditutup untuk  Pembaruan’.

Kami mendekat ke sebuah jendela yang tidak memperlihatkan apa-apa kecuali sebuah boneka wanita yang sangat jelek. Bulu mata palsunya sudah hampir jatuh dan dia sedang memperagakan sebuah baju luar nilon berwarna hijau.

Ayah bersandar dekat ke kaca, sambil melihat kepada boneka yang sangat jelek itu, napasnya menguap di kaca. “kami ke sini untuk menjenguk Arthur Weasley.” Kata Ayah.

Detik berikutnya, boneka  itu memberi anggukan kecil dan memberi isyarat dengan jarinya, aku dan Ayah  melangkah tepat melalui kaca yang terasa seperti  sehelai air sejuk saat kami melewatinya, kemudian  muncul agak hangat dan kering di sisi lainnya.

Tidak ada tanda boneka jelek itu atau ruang tempat dia berdiri. Kami  berada di tempat yang mirip daerah penerimaan yang sesak di mana barisan penyihir duduk di atas kursi-kursi kayu yang reyot, beberapa terlihat benar-benar normal dan sedang membaca dengan teliti salinan Witch Weekly yang sudah basi, yang lainnya memperlihatkan keanehan yang mengerikan seperti belalai gajah atau tangan tambahan yang melekat pada dada mereka. Beberapa ruangan hampir sama bisingnya dengan jalan di luar, karena banyak pasien yang membuat bunyi-bunyi sangat aneh, seorang penyihir wanita di tengah barisan depan, yang sedang mengipasi dirinya sendiri dengan bersemangat dengan sebuah salinan Daily Prophet, terus mengeluarkan siulan melengking tinggi selagi uap keluar dari mulutnya, seorang penyihir tua yang tampak kotor di sudut bergemerincing seperti lonceng setiap kali dia berpindah dan, dengan setiap gemerincing, kepalanya bergetar dengan mengerikan sehingga dia harus memegang telinganya sendiri untuk membuatnya tenang.

GALVANIZEWhere stories live. Discover now