09

9.3K 1.3K 199
                                    

Dua tahun berlalu dengan cepat.

Banyak hal mulai berubah meski sebagian lainnya masih berjalan dilingkaran yang sama.

Bagi keluarga Jiang, dua tahun masih belum cukup untuk membuat mereka terbiasa dengan ketiadaan Wei Wuxian di rumah mereka.

Selama ini, pemuda itu seperti halnya matahari di musim panas. Membawa keceriaan dan suasana cerah dikediaman mereka yang terkadang mendung.

Ia seperti halnya bunga yang tumbuh ditengah gurun pasir yang gersang.

Wei Wuxian adalah sebuah alasan kehangatan di rumah mereka.

Dan sekarang, dia menghilang tanpa jejak.

Hari dimana ia pergi adalah badai bagi keluarga Jiang.

Jiang Yanli bahkan enggan keluar kamarnya selama beberapa hari ketika mengetahui kepergian adiknya yang tiba-tiba.

Ia sempat memilih membatalkan pernikahannya sampai Wei wuxian kembali.

Meski pada akhirnya ia tetap menikah setelah bujukan ayah dan ibunya.

Berbeda dengan Jiang Cheng yang lebih memilih menghancurkan barang-barang dikamarnya.

Ia tak percaya pada apa yang ia dengar dari ayahnya, bahwa Wei Wuxian telah pergi tanpa pamit.

Ia merasa marah, namun juga menyesal.

Ia kecewa, pada dirinya sendiri yang tak bisa jujur pada perasaannya.

Ia marah karena telah melontarkan kalimat kasar pada pemuda itu.

Andai saja ia bisa lebih menahan emosinya.

Mungkin ia tak akan kehilangan Wei Wuxian dengan cara seperti ini.

.
.

Dua tahun telah berlalu,

Dan hari ini adalah hari yang paling dinanti baik oleh keluarga Jiang maupun Jin.

Setelah hampir dua tahun pernikahan putra putrinya, akhirnya cucu pertama mereka lahir.

Dengan wajah lelah Jiang Yanli menggendong bayi mungil dilengannya. Bibir pucatnya mengulas senyum lembut, ia merasa bahagia atas kelahiran putranya itu.

"A Li, selamat. Bayimu sangat tampan." Nyonya Jin mengusap rambut Jiang Yanli lembut. Ia meminta untuk menggendong cucu pertamanya.

"Hai tampan, ini grannie." Bayi dalam gendongannya menggeliat kecil membuat dirinya gemas.

Mengingatkannya pada Jin Zixuan saat baru lahir dulu.

"Bukankah dia tampan sepertiku?" Jin Guangshan tersenyum lebar, namun segera disikut oleh nyonya Jin.

"Kau pria tua. Menjauh sana!" Ujarnya galak.

Jin Guangshan berdecak jengkel. Istrinya itu memang selalu menyebalkan.

Pintu ruangan terbuka, Jin Zixuan berjalan menghampiri istrinya dan mengecup dahinya lembut, "Kau baik-baik saja?" Tanyanya, Jiang Yanli terseyum sambil mengangguk lemah.

"Zixuan, lihat putramu." Nyonya Jin menghamipiri Jin Zixuan dan memperlihatkan bayinya.

Ayah muda itu meraih si bayi mungil dan mendekapnya dalam pelukan.

"Hai baby." Bisiknya lembut.

Jiang Yanli yang melihat itu tak bisa menahan tangis. Ia merasa terharu.

Meski pada awalnya ia merasa ragu akan perasaan suaminya, namun lambat laun pria itu mulai membuka hati padanya dan memperlakukannya dengan sangat baik dan lembut.

A Boy Named Wei WuxianOnde histórias criam vida. Descubra agora