Destiny

148 16 7
                                    


Pertemuan dan perpisahan itu datang begitu saja. Tanpa adanya rencana dan tanpa ada seorang pun yang tahu. Termasuk dengan kedua manusia ini.

Mereka dipertemukan dengan ketidaksengajaan yang dinamakan oleh keduanya sebagai takdir. Takdir yang sama sekali tidak bisa dihindari.



Hari itu awan hitam bergerumul mendung. Bahkan rintikan hujan sudah mulai turun ke bumi dengan cukup deras.

Laki-laki yang  bernama Kim Jinhwan  beberapa kali mendesah. Hari sudah hampir malam tetapi ia masih terjebak di halte bus ini. Sendirian dan kedinginan.

Sudah sejak tadi kedua tangannya memeluk dirinya sendiri. Bibirnya sudah terlihat pucat. Rambutnya yang rapi juga sudah mulai lepek karena terkena rintikan hujan beberapa saat yang lalu ketika ia berlari ke halte ini. Ia mengutuk nasib sialnya hari ini yang dirasakan seperti tidak ada habisnya.

Ia terpaksa harus tinggal di sekolah lebih lama untuk menyelesaikan tugasnya yang harus dikumpulkan keesokan harinya. Sekarang ia harus menunggu bus yang belum tentu ada atau tidak, dengan cuaca buruk seperti ini. Sialnya lagi ia sama sekali tidak membawa jas hujan ataupun payung.



Disela kekhawatirannya, ia mendengar suara langkah kaki terburu-buru menuju halte. Dari ekor matanya ia dapat melihat seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu menyeka rintikan hujan yang menempel pada mantelnya dan setelah itu Jinhwan mengalihkan perhatiannya dari laki-laki di sampingnya.


"Kau menunggu bus?"


Jinhwan mendengar laki-laki itu bertanya. Tetapi ia tidak tahu apakah pertanyaan itu ditujukan kepadanya atau bukan. Takutnya jika ia menjawab ternyata pertanyaan itu bukan untuknya, ia akan malu setengah mati. Jadi ia memilih diam.



"Hei," pundaknya merasakan ada sebuah tangan yang mendarat. "Aku bertanya kepadamu."
"Oh eh aku?" JInhwan menunjuk dirinya sendiri. Laki-laki di sampingnya ini tertawa.
Jinhwan mengerutkan keningnya tidak suka, "Apakah ada yang lucu?"
"Tentu saja!" katanya masih tertawa. "Kau sangat lucu saat merespon pertanyaanku."
"Jangan tertawa! Aku bukan pelawak!" pekik Jinhwan kemudian. Ia membatin betapa tidak sopannya laki-laki di sampingnya ini. Menertawakan seseorang yang bahkan tidak dikenalnya.


Perlahan laki-laki itu menghentikan tawanya lalu tersenyum penuh arti kepada Jinhwan.


"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud." katanya.
Jinhwan mengangguk-anggukan kepalanya dan kembali mengalihkan perhatiannya selain pada laki-laki disampingnya.

Laki-laki itu kembali tersenyum beberapa saat lalu dengan cepat ia melepaskan mantelnya, "Ini."
Jinhwan menoleh, "Apa ini?"
"Mantel. Pakailah, aku tidak yakin hujan ini akan berhenti dalam waktu dekat. Aku juga tidak yakin akan ada bus yang lewat di jalan yang lenggang seperti ini."
Jinhwan menggigit bibir bawahnya. Ternyata laki-laki ini cukup baik dan cukup sadar dengan keadaan seperti ini.


"Ambillah." Laki-laki itu masih bertahan dengan menyodorkan tangannya yang memegang mantel.
"Aku-"
"Ambillah. Aku sama sekali tidak menerima penolakan!" ada nada ketegasan yang terdengar dari mulut laki-laki itu.
Jinhwan menerima mantel itu dengan ragu. Ia melihat wajah lelaki di depannya yang tersenyum meyakinkan.

Oneshoot Twoshoot BinhwanWhere stories live. Discover now