Bagian Lima

8 3 0
                                    

Ada yang tak karuan, takut dikejar, juga dihantui bayangan seseorang, perasaan.
-cnsl

***

Pagi ini, hujan tak datang. Gagal membuat jiwaku bermalas-malasan. Apalagi hari ini hari senin. Upacara bendera akan dimulai sepuluh menit lagi, tapi aku belum juga berangkat.

Tatapanku masih fokus ke langit, pikiranku masih berkeliaran tentang Labirin. Aku takut.

Aku masih takut pada seseorang yang mengirimku surat daun berdarah, aku takut hal itu akan menerorku terus-menerus.

Tapi aku tak bisa menceritakan kejadian hari dimana aku menemukan seorang mayat wanita di Labirin juga. Setiap kali mengingat kejadian beberapa hari lalu, tubuhku selalu bergetar.

Aku selalu ingin menepis pikiranku tentang bayang-bayang mayat wanita itu.

Aku tak ingin pergi kemana-mana, aku tak ingin melihat apa-apa. Untuk pertama kalinya aku merasa sangat ketakutan dan bingung harus melakukan apa. Jika aku melaporkan hal ini ke polisi, aku takut karena tidak mempunyai bukti yang kuat.

"Yu, belum berangkat? Udah siang." Lamunanku buyar oleh suara Ibu. Aku menoleh ke arah Ibu yang berdiri dekat pintu, lalu beralih ke jam dinding.

Mataku melotot sempurna, aku bergegas mengambil tas dan handphone kedua milikku di atas kasur, sebab headphone yang biasa aku pakai hilang di Labirin itu, aku menyalami tangan Ibu yang menatapku heran, lalu lari terbirit-birit. Pasalnya, upacara akan dimulai lima menit lagi!

Di perjalanan, kakiku melangkah cepat, sambil celengak-celinguk ke arah jalan, berharap ada angkutan umum, atau seseorang yang bersedia memberi tumpangan.

Sekolah memang dekat, tapi aku malas berlari. Ini masih pagi, aku belum sarapan. Takut sakit perut, takut pas upacara malah pingsan. Kan berabe.

Aku mengigit bibir bawah, tanganku tak bisa diam. Sampai tatapanku berhenti sejenak, saat aku lihat jalan menuju Labirin Pesona, aku menelan salivaku. Bayangan Labirin indah dan mayat terpampang jelas di pikiranku.

Tin...tin...

Suara klakson motor mengagetkanku, kulihat Abim temanku menghentikan motornya tepat di depanku, "Lo kesiangan, Yu?" ucapnya membuatku berdecak.

"Menurut kamu?" balasku sinis, Abim terlihat tertawa pelan, lalu menyodorkanku helm cadangannya.

"Gak usah bilang makasih, karena bagaimanapun kita pasti dihukum. Upacara udah dimulai dari tadi," ceorocosnya membuatku menautkan kedua alis, ingin membalas ucapannya tapi aku rasa tak berguna berdebat dengan dia di saat waktu yang tidak tepat.

Aku menerima helm yang dia sodorkan, buru-buru memasangya dan naik ke motor Abim.

"Pegangan dong, syantik. Aa mau ngebut, nih." godanya membuatku mencubit perut bagian kirinya, dia terlihat kesakitan sambil tertawa, "Bim, buruanlah!" sarkasku membuat Abim menjalankan motornya.

"Lagian, lo. Rumah deket tinggal lari aja pake acara kesiangan segala. Sok nungguin gue lagi!"

Aku memutarkan bola mata, malas menanggapi ucapan Abim.

***

"Ayu dan---"

"Abimanyu, Pak. Abim dan Ayu, ciaelah." ucap Abim memotong ucapan Pak Guntur, salah satu guru di sekolahku.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah cowok di sampingku.

Sudah tidak asing lagi kalau Abim selalu menggodaku, itulah alasannya aku hanya dekat dengan Abim. Aku termasuk orang yang sulit bergaul, tidak. Aku hanya malas bergaul.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 12, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

H O L AWhere stories live. Discover now