Bagian Dua

9 4 0
                                    

Aku tidak pernah tahu, bahwa aku akan terperosok pada jurang yang indah. Membuatku betah, pun membuatku ingin muntah.
-cnsl

***

Rumahku memang dekat dengan kota, untuk pergi ke sekolah saja, aku hanya perlu jalan kaki selama 5 menit. Makanya, aku tak pernah merasa heboh karena takut kesiangan.

Di sudut kota, suasana sore ini ramai, entah itu oleh kendaraan, para pejalan kaki, penjual asongan, dan masih banyak lagi kehidupan yang aku lihat.

Toko tujuanku sebentar lagi sampai. Sedari tadi, aku berjalan dari rumah hanya memakai sendal capit hitam, jogger hitam, dan kaos oblong.

Dengan rambut di kuncir kuda, menyisakan sedikit rambut di bagian pelipis. Tak lupa headphone yang memutar lagu One Direction-- I wish, kesukaanku.

Namun, ada yang menarik perhatianku. Kupikir itu hanya sampah, ternyata kertas berisi pengumuman beberapa orang hilang dalam sebulan ini berhamburan. Ada yang masih melekat tertempel di dinding dan tiang, ada juga yang berterbangan dibawa angin.

Aku memungut secarik kertas yang terbang dan jatuh ke kakiku, lalu membacanya untuk meredakan rasa penasaranku.

DI CARI ORANG HILANG!
NAMA : SITI ZUBAEDAH ZULKARENDAH
UMUR : 35 TAHUN
CIRI-CIRI : SELALU MEMAKAI ANTING BUNGA MAWAR BESAR, DAN KONDE BUNGA MAWAR BERWARNA PERAK.
HILANG DI SEKITARAN LABIRIN PESONA MINGGU LALU.

BAGI YANG MENEMUKAN HARAP MENGHUBUNGI KONTAK DI BAWAH INI
085X-XXXX-XXXX.

Aku menghela napas, orang hilang di Labirin Pesona? Mungkin saja orang itu tersesat di Labirin, ‘kan?

Yang aku tahu, Labirin Pesona itu salah satu tempat wisata yang jaraknya dari rumahku lumayan dekat, sekitar 15 menit untuk sampai ke tempat itu. Tapi aku tidak tahu gosip tentang Labirin Pesona. Toh, aku juga belum pernah ke sana.

Tapi, berita orang hilang di sekitar Labirin Pesona membuat rasa penasaran merajai pikiranku. Dan aku tersenyum miring sambil menjentikkan jari, ide yang aku punya mungkin sedikit menarik.

***

“Acha, aduh, maafin Ayu. Si Abim gak sekolah, nyuruh Ayu ikut ke rumahnya, bundanya Abim lagi sakit, nih.”

“Suruh yang lain aja, deh, yang beli lilinnya. Acaranya kan dimulai nanti malem.”

“Iya, takutnya Ayu gak bakal keburu.”

“Iya, Acha. Ayu usahain pulang cepet, kok. Udah dulu, ya. Iya, Acha bawel. Bye!”

Tut… tut…

Suara sambungan telepon terputus, aku menghubungi Acha, memberi tahu dia bahwa aku akan pergi bersama Abim. Sebenarnya, tidak ada Abim, tidak ada pergi ke rumah Abim. Aku hanya akan pergi ke Labirin Pesona.

Aku terpaksa berbohong karena aku tahu Acha pasti akan marah, bisa-bisa aku diberi petuah selama satu hari satu malam nanti.

Menuju ke Labirin Pesona, memang harus melewati jalan yang dipenuhi pepohonan berdaun lebat dan menjulang tinggi, tempat ini juga sangat sepi.

Dulu memang ramai, semejak ada berita tentang Labirin Pesona. Tempat ini seakan terlupakan, siapa juga yang mau melewati tempat sepi ini, sinar matahari saja tertutupi saking lebatnya daun dari pohon-pohon yang menjulang tinggi ini. Tapi aku tidak pernah tahu berita tentang Labirin Pesona.

H O L AWhere stories live. Discover now