38. Perempuan Jahat

4.4K 693 99
                                    

Selamat hari raya Idul Fitri 1441 H

Buat teman-teman yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin.

**************************************

Happy reading ...

**************************************

Jika ini bisa dibilang normal, maka hidupku berjalan dengan sangat normal. Aku makan dan tidur dengan teratur. Bekerja dan bersenang-senang. Aku bahkan membalas nyinyiran Hana tentangku dan Alcander. Aku melakukan semua rutinitasku seperti biasa. Seolah tidak ada yang hilang. Tidak ada air mata karena memang tidak ada yang bisa ditangisi dari situasi ini.

Hari Selasa, sehari setelah Alcander berangkat ke Bali, Risma mengajakku ke mall. Rabu, aku, Risma, dan Tia makan siang di luar dan berkenalan dengan beberapa pria yang bekerja di gedung sebelah. Kamis dan Jumat, aku sibuk dengan pesanan kue. Jika kupikir akhir minggu aku akan kesepian, hal itu tidak terjadi. Hari Sabtu, Tante Lidya mengundangku untuk makan siang dan menemaninya berbelanja. Karena tidak ingin sendirian di rumah sedangkan Dimas pergi dengan teman-temannya, sebelum makan siang aku mendatangki salon spa langgananku dan baru pulang pada sore harinya dalam keadaan rileks dan segar, lalu mengobrol dengan Dimas dan teman-temannya di teras beberapa saat sebelum masuk ke kamar.

Aku menjauhkan pikiranku dari Alcander. Tapi pikiran itu selalu datang saat aku sendirian, saat tidak sedang sibuk bekerja.

Ada penyesalan. Aku terus berpikir, mungkin seharusnya aku mengikuti saran Daniel untuk mengikuti kata hatiku. Mungkin seharusnya aku mengungkapkan perasaanku saja kepada Alcander toh pada akhirnya aku juga kehilangan dia. Setidaknya aku sudah jujur. Tapi seperti kata pepatah lama, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi.

Hidup terus berjalan. Waktu terus berputar detik demi detik. Sang waktu tidak mengerti arti kata menunggu meski waktu kamu miliki terbatas. Ia tidak dapat melompat saat kamu hampir mati bosan, atau bahkan hanya saat kamu penasaran dengan hari esok. Waktu punya agendanya sendiri. Ia memiliki ketentuan yang tidak dapat diatur orang lain. Betapapun aku ingin melompati hari-hari ini, aku masih harus tetap menjalaninya, hari demi hari, detik demi detik, sampai hatimu menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Yah, aku cuma bisa berharap aku akan bisa cepat terbiasa tanpa ada Alcander dalam hidupku.

"Arabella?" Suara Tante Carla terdengar diiringi ketukan di pintu. Keningku berkerut seraya berjalan ke arah pintu. Ini sudah hampir jam sepuluh malam, tidak biasanya beliau ke sini saat malam hari. Bahkan tidak biasanya beliau ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dulu.

"Tante?" Aku membuka pintu dan mempersilakan wanita paruh baya itu masuk ke rumah. Wajahnya yang lelah dan tegang membuatku waspada. "Ada apa, Tan? Ada masalah dengan Alcander?" Aku langsung menebak.

"Bella..." Beliau mengambil jeda sejenak. Menarik napas panjang seraya memijat keningnya.

"Ada apa, Tante? Tante mau minum?" Aku menawarkan, berusaha meredam panik yang mulai menutupi akal sehat.

Beliau menggeleng. "Tante nggak tau sebenarnya Alcander ada masalah apa. Anak itu tertutup untuk urusan pribadinya. Tante merasa gagal menjadi orang tua karena nggak berhasil membuat dia terbuka dan percaya sama Tante." Beliau memulai dengan nada lelah. "Tapi Tante nggak bisa ngebiarin anak itu menghancurkan hidupnya sendiri seperti sekarang."

"Apa?!" Bukannya sekarang dia ada di Denpasar? Bekerja? "Ada apa, Tante?"

"Tante tau seharusnya nggak minta tolong sama kamu. Tapi selama ini Alcander selalu mau dengerin kamu, bahkan lebih dari tante, mamanya. Tante selalu berpikir mungkin Alcander sudah menganggap kamu seperti adik perempuan yang nggak pernah dia miliki."

Extraordinary BestfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang