20. Pertolongan pertama pada sahabat

5.1K 704 28
                                    

Sapa kemarin yang kangen Daniel. Nih orangnya muncul. 

Happy reading

***//***//***//***//***//***//***//***

Ponselku berdering di meja. Setelah melirik sejenak nama penelepon, aku menyentuh ikon hijau di layar dan mengangkatkan ponsel di telinga. 

"Kak," seru Dimas dari balik pintu kamarku. "Bang Daniel sudah datang." 

Aku memutar kunci. "Suruh masuk dulu, Dik. Tunggu sebentar," kataku dengan kepala melongok ke luar. Setelah mendengar jawaban samar dari Dimas, aku menutup pintu lagi. Berjalan ke meja dan mengambil sisir. "Ya, Al?" kataku. Melepas jepitan yang menyatukan rambutku di puncak kepala, lalu merapikannya. "Ada apa?" 

"Bukannya hari ini kita mau jalan?" 

Aku terdiam di tengah memeriksa isi tas, alisku menyatu bingung. "Eh?" Kapan kami janjian? "Memangnya ini kamu lagi di mana?"

Kudengar Alcander menghela napas. Artinya dia sedang mencoba bersabar. "Di rumah." Pria itu mengambil jeda sejenak sebelum menambahkan. "Kemarin aku sudah bilang kalau mau ajak kamu jalan hari ini." 

"Kamu nggak ada kabar sama sekali. Aku pikir kamu cuma bercanda." Jadi sewaktu tadi pagi Daniel menelepon dan memberitahu kalau dia sudah ada di Jakarta, aku segera mengiyakan ajakannya makan malam. 

"Aku sibuk banget, Bells." 

"Aku tahu. Tapi juga jangan nyalahin aku dong." Aku sedikit kesal. "Lagian kamu punya waktu sebelum berangkat ke sini. Atau setelah sampai." 

"God!" Alcander mengerang. "Kapan aku nyalahin kamu sih? Sekarang kamu gampang banget marah." 

"Nggak perlu teriak-teriak juga kali. Siapa juga yang gampang marah?" Lalu kami sama-sama terdiam. Aku memejamkan mata. Menghitung satu sampai lima sambil menarik dan mengembuskan napas pelan. "Ya sudah kamu ikut aja. Buruan." 

"Aku siap-siap dulu." 

Di ruang tamu, Bunda mengenakan celana panjang hitam dipadu tunik putih bermotif bunga biru dan rambut yang digelug sederhana, duduk menemani Daniel. Secangkir kopi panas dan sepiring kroket daging dengan cabai ada di depannya. Dimas sedang mengenakan sepatu di depan.

"Sudah siap?" tanya Bunda. Aku duduk di samping beliau.

"Tunggu sebentar ya. Al baru aja telepon, jadi aku ajak." Aku mengedikkan bahu ketika Daniel menatap. 

"Gimana kabar Olivia?" 

"Baik. Kemarin dia berangkat ke New York karena diterima magang di butik milik Dennis Basso selama musim panas ini."

"Wow." Aku tidak tahu siapa itu Dennis Basso selain alumni FIT seperti yang baru diberitahukan Daniel. Tapi pasti salah satu orang penting di dunia fashion terlihat dari bagaimana mata Daniel berkilat-kilat oleh rasa bangga atas keberhasilan adiknya. "Terus dia kapan balik ke Jakarta lagi?" 

"Desember lagi mungkin. Seperti kemarin." 

Lewat sudut mataku, aku melihat Alcander bahkan sebelum pria itu menyapa kami. "Sore semua."  

"Yuk," kata Daniel. "Nanti kemalaman." 

Karena Alcander enggan pergi tanpa membawa mobilnya, kami membagi dua bagian. Bunda dan Dimas bersama Alcander, sedangkan aku dengan Daniel memimpin di depan. Alih-alih ke Pacific Place seperti rencana Daniel atau ke Senayan seperti saran Alcander, kami pergi ke restoran di kawasan Darmawangsa dengan menu masakan Indonesia. Di sana, Abigail sudah menunggu di salah satu meja panjang di tengah ruangan. 

Extraordinary BestfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang