[8] G o t c h a

1.2K 132 293
                                    

Pertemuan hari ini mengenai tentang pengembangan proyek di beberapa wilayah—tepatnya berada di benua Asia—telah selesai dalam waktu yang cukup lama. Dari adanya beberapa kendala dalam tahap selanjutnya dan pro-kontra pendapat dari pihak suara. Menyendiri di ruang kerja pribadi sesekali mengusap tengkuk, hingga seorang wanita masuk ke ruangannya dengan membawa secangkir kopi hitam berhias asap yang mengepul di udara.

"Sir, ini kopi untuk anda."

Pria itu menggumam. Melirik pun, hal yang tidak mungkin. Jika sibuk, Dalton hanya fokus pada apa yang disibukannya.

Hanna, sekretaris Dalton. Menaruh cangkir tersebut di atas meja. "Anda terlihat lelah. Ada yang bisa saya bantu, Sir?"

"Nothing."

Hanna mengangguk lalu membenarkan kaca matanya. "Baik, Sir. Saya undur diri."

Tak ada jawaban dari Dalton, Hanna keluar ruang karena tidak ingin mengganggu kesibukannya saat ini. Lembaran putih bergores tinta menguasai pikiran serta memotret bagai saksi bisu bagaimana tatapan iris hitam itu bekerja dengan sungguh. Tertanam sejak kecil, Dalton tidak pernah menumpuk tugas atau pekerjaan yang hanya membuat diri sendiri tidak nyaman karena ada kewajiban yang belum tuntas.

Ketukan pintu kembali terdengar, Dalton mengizinkan untuk masuk. Setelah itu, Gerald memasuki ruangannya dengan membawa dokumen penting.

"Saya mendapat kabar buruk, Tuan."

Dalton mengalihkan pandangan dengan wajah bertanya.

Si anak buah memberi beberapa dokumen di dalam map pada Dalton.

Dalton membuka dokumen itu. Ia melihatnya dengan wajah terhibur saat mengetahui isi dokumen tersebut.

Gerald meletakkan posisi tangannya di belakang tubuh. "Maaf, Tuan, Jack lolos dari peledakan."

Dalton tidak terkejut.

Jack selalu lolos. Jack pintar. Dalton tidak meragukan hal itu. Jika Jack berhasil lolos dalam genggamannya, pria itu akan selalu punya cara untuk menghilangkan skakmatnya.

Walau dengan demikian, sepintar tikus selokan itu, Jack tidak pernah bisa menggenggamnya atau membuat dirinya skakmat. Jika Jack pintar, maka tentu Dalton lebih cerdas darinya.

Dalton tersenyum simpul. "Biarkan, akan menyenangkan jika dia lolos," Dalton menutup dokumen tersebut dan menyimpannya di laci. "Aku beri tahu, Jack adalah pengecut yang handal. Dia melarikan diri dari wilayah teritorialnya."

Gerald hanya menatap tuannya tanpa bersuara.

"Bagaimana kabar kelompoknya setelah aku melakukan peledakan?" Dalton melirik Gerald melalui cangkir kopi yang sedang ia nikmati. Pahit yang teramat sangat, namun, Dalton menyukainya.

"Dari lima belas orang, sebelas orang meninggal. Itu sudah termasuk pengawal pribadi dan mata-matanya, Tuan." Gerald menunjuk waktu dan letak pada kertas yang diberikannya pada Dalton. "Jack sudah berada di sini saat saya berada di jarak sekitar kurang lebih 500 meter perjalanan menuju titik koordinatnya. Dia melakukan penyamaran."

Dalton mengangguk singkat, paham. "Sejak awal, dia hanya memancing. Aku sudah menebak." Seperti permainan catur, setidaknya Dalton sudah mengambil pion-pion penting milik bajingan itu. Dalton membuka dokumen lain. "Ada lagi?"

"Nothing, Sir. Saya akan mengabarkan bila mendapat info terbarunya." Gerald berlalu dari sana ketika Dalton menginzinkannya untuk keluar.

Hal yang lumrah untuk didengar jika perseteruan dua kelompok antara Wyxron dan Logähma bagai Selat Gibraltar . Presentase yang kecil atau tidak mungkin terjadi jika dua kelompok itu berdamai. Logähma seharusnya tahu diri untuk melihat lawannya, namun, karena ego yang tinggi, Jack akan terus berusaha untuk menjatuhkannya.

Opium For DaltonWhere stories live. Discover now