Kamulah Takdirku-Part 4

40.1K 4.1K 143
                                    

"Berharap kepada manusia adalah cara instan untuk kecewa."

-Kamulah Takdirku-

🍃🍃🍃

Setelah memberikan makanan untuk Vino, aku segera pulang ke rumah. Saat di perjalanan, aku teringat kalau tadi aku belum izin kepada Kak Rafka. Abi berpesan padaku, ke mana pun aku pergi, aku harus meminta izin dulu pada suamiku. Tapi, sudah terlanjur. Lagi pula, kalau aku pergi kemana pun Kak Rafka tidak akan peduli.

Sesampai di rumah aku segera membersihkan dapur, seperti yang aku katakan mulai hari ini aku yang akan mengurus dapur. Mulai dari mencuci piring-piring yang kotor, juga merapikan alat-alat dan bahan-bahan memasak. Sedangkan Bi Imah, aku menyuruh beliau untuk mengurus hal lain saja. Seperti menyapu, mengepel, menyiram, dan lain-lain.

Setelah membersihkan dapur, aku beralih untuk membersihkan kamarku juga kamar Kak Rafka. Jika bukan aku yang membersihkan kamar Kak Rafka, lalu siapa lagi? Tapi aku yakin, jika suamiku itu tahu aku masuk ke kamarnya tanpa izin mungkin dia akan marah-marah padaku.

Ternyata bersih-bersih melelahkan juga. Tapi, ini sudah menjadi salah satu tugasku sebagai seorang istri. Tidak sempat beristirahat, aku kembali menuju dapur. Hari ini aku akan membuatkan makan siang untuk Kak Rafka. Untuk pertama kalinya, aku berinisiatif untuk membuatkannya makan siang dan mengantarkannya ke kantor.

Tanganku dengan lincah mengiris-iris beberapa bahan, mulutku tidak tinggal diam, ia ikut bergerak dengan melantunkan sholawat. Rasanya ada yang kurang kalau tidak ada suara apapun.

"Nyonya, lagi masak?"

Aku menoleh, itu suara Bi Imah. Perempuan paruh baya itu berjalan mendekat lalu berdiri di sampingku. Aku mengangguk seraya tersenyum sebagai jawaban.

"Pasti untuk Tuan Rafka ya?"

Lagi-lagi aku mengangguk, "Killa mau anterin makan siang buat Kak Rafka. Doain ya bik, semoga Kak Rafka suka."

"Bagus tuh, biar hubungan nyonya dan tuan semakin membaik. Insya Allah tuan pasti suka."

Aku tersenyum, "Aamiin."

"Mau Bibi bantuin?" tawar Bi Imah. Aku menolak dengan sopan. Aku memilih mengerjakannya sendiri agar Bi Omah fokus mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.

🍃🍃🍃

Hari ini aku memasak perkedel dan cumi-cumi untuk makan siang Kak Rafka. Aku berharap Kak Rafka suka dengan makanan yang aku masak, sebenarnya aku sedikit ragu. Aku ragu, kalau Kak Rafka suka dengan masakanku. Jangankan suka, menerima makanan dariku saja mungkin dia tidak mau. Bukan mau berburuk sangka, tapi...inilah yang aku rasakan.

Tetapi, jika tidak dengan cara ini lalu bagaimana caraku agar bisa berbakti kepada suamiku?

Aku optimis saja, semoga Kak Rafka menerima dan memakannya.

Detik demi detik terlewat, kini cumi kuah hitam dan perkedel kentang yang aku buat sudah siap. Tinggal aku pindahkan ke dalam rantang yang bersusun tiga, paling bawah nasi, tengah cumi-cumi, dan paling atas perkedel.

Aku bernapas lega, sudah siap semuanya. Tinggal berangkat menuju kantor Kak Rafka.

Aku menenteng rantang berwarna putih itu dengan hati yang berbunga-bunga. Dengan harapan besar bahwa Kak Rafka akan menerimanya. Dengan langkah semangat, aku berjalan ke luar untuk menemui Pak Mamat-satpam sekaligus supir pribadi.

"Nyonya, sudah mau berangkat?" tanya Bi Imah dengan sapu yang ada di tangannya.

Aku mengangguk, "Iya Bik. Pak Mamat mana ya, bik?" tanyaku sambil celingak-celinguk mencari keberadaan beliau. Pak Mamat adalah penjaga rumah sekaligus sopir jadi memudahkanku untuk kemana-mana.

Kamulah Takdirku [TAMAT]Where stories live. Discover now