Chapter 12

153K 9.2K 250
                                    


Ah, lapar. Inka paling benci keadaan di mana matanya sudah mengantuk namun perutnya meronta-ronta minta diisi. Tapi, ini salahnya juga karena melewatkan jam makan malam. Inka menoleh ke samping. Hera sudah tertidur pulas, mungkin sedang menjelajah jauh di alam mimpi.

Kalau saja ini di kosan, Inka tidak mungkin berpikir panjang untuk ke dapur dan memasakkan mie instan. Masalahnya, ini rumah Pak Endi. Dosennya! Inka tidak tahu apakah Pak Endi menyetok mie instan di dapur atau bahan apa saja yang bisa ia makan. Inka menimbang-nimbang untuk terakhir kalinya. Ini pertama kalinya menginap di rumah orang lain, tentu Inka merasa sungkan. Apalagi ini Pak Endi, ada kemungkinan kegiatannya di dapur bisa membangunkan Pak Endi.

Inka akhirnya menyerah. Masa bodo! Rasa laparnya lebih mendominasi.

Dengan langkah pelan, Inka keluar dari kamar menuju dapur. Lampu ia nyalakan kemudian mulai membuka satu persatu lemari bagian atas. Berharap ada satu mie instan yang terselip di sana.

Dan.. Ketemu! Inka tersenyum penuh kemenangan dan segera memasak air. Mie instan memang penyelamat umat kelaparan tengah malam.

“Mau saya orderin makanan?”

Inka berbalik cepat. “Astaga!” Lalu bernapas lega sembari mengelus dada ketika melihat Pak Endi duduk santai di meja makan.

“Astaga, Pak! Sejak kapan Bapak duduk di situ?” tanya Inka.

Pak Endi justru tersenyum. “Baru aja. Maaf saya jadi ngagetin kamu.”

“Iya deh Pak, dimaafin. Oiya, saya minta satu ya, Pak,” kata Inka mengangkat sebungkus mie di tangannya.

“Kamu mau makan semua juga enggak masalah.”

“Satu cukup kok, Pak,” sahut Inka mulai sibuk memasak mie.

“Salah kamu juga, tadi diajak makan malah enggak mau.”

Inka memonyongkan bibir tanpa menengok ke belakang. “Tadi enggak lapar, Pak,” kilahnya.

“Bapak kenapa belum tidur?”

“Ada kerjaan sedikit. Terus tiba-tiba dengar suara dari dapur, jadi saya keluar.”

Inka menengok sekilas, “Saya ganggu ya, Pak?”

Pak Endi menggeleng sembari tersenyum tipis. “Enggak sama sekali.”

Kemudian hening. Inka hampir selesai memasak ketika titah Pak Endi terdengar. “Inka, bisa minta tolong? Masakin juga buat saya.”

Inka menengok, memastikan. “Bapak lapar juga?”

Pak Endi menggeleng. “Biar kamu ada teman makan.”

Beberapa detik setelah itu, Inka diam mematung.

“Oh.. Iya, Pak,” jawab Inka linglung. Pak Endi selalu berhasil membuatnya bertanya-tanya.

Sesuai permintaan, Inka mulai memasak satu lagi mie instan dalam keadaan diam. Pak Endi tidak lagi membuka obrolan sampai dua mangkuk tersaji di atas meja. Inka lebih dulu menyantap mie di hadapannya dengan lahap. Tanpa memedulikan Pak Endi yang entah kenapa belum menyentuh mie-nya.

Satu Atap, Satu KampusWhere stories live. Discover now