Chapter 8

207K 9.9K 157
                                    

Seperti biasa, sejak Hera datang. Pagi Inka selalu disambut oleh pemandangan punggung Hera yang tengah sibuk di dapur. Kalau tidak, biasanya makanan sudah tersedia di meja makan.

Pernah sekali, Inka meminta agar Hera tidak perlu memasak setiap hari. Tetapi, memang dasarnya Hera rajin atau bebal. Hera tidak mendengarnya.

Inka meletakkan paperbag berisi wadah makanan yang telah kosong di atas meja. "Hera, makasih, ya."

Hera yang sibuk menumpuk pancake di atas piring berbalik. "Itu apa, Kak?"

Inka mengerjap beberapa kali. Harusnya jawaban Hera 'Sama-sama, Kak', bukan malah balik bertanya. Benar, kan?

"Ini dari kamu, kan?"

Belum ada jawaban. Hera justru bergeming dengan kening mengernyit. "Aku?"

Oh, mungkin Hera lupa. "Iya. Pak Endi bawa ini kemarin ke rumah Tante aku."

Hera ber-oh ria sambil mengangguk-angguk. Ternyata benar, Hera lupa.

"Oh, itu. Astaga!" Hera menepuk jidatnya, "Maaf, Kak. Aku mendadak lupa."

Inka menggeleng kemudian duduk, menunggu hasil masakan Hera.

"Kalau boleh tau. Mas Endi kapan bawain ini?"

Kalau memang Hera yang meminta Pak Endi, kenapa Hera tidak tahu? Inka merasa ada yang janggal di sini. "Pagi."

Lagi-lagi Hera diam beberapa saat. Baru setelah itu mengangguk pelan. Meski penasaran karena merasa Hera menyembunyikan sesuatu. Inka berusaha untuk tidak bertanya. Itu bukan urusannya.

Inka lebih memilih menikmati pancake hasil buatan Hera. Hingga tidak sadar telah menghabiskan beberapa lembar.

"Enak, kan, Kak?"

Inka menelan makanan di mulutnya sembari mengacungkan ibu jarinya. "Enak. Seharusnya kalau kamu pintar masak, ajarin kakak kamu sekalian."

Alis Hera bertaut. "Dianya emang enggak bisa masak, Kak. Susah kalau enggak ada bakat."

Inka tersenyum. "Bisa. Kakak kamu perlu dibiasain aja. Aku dulu juga." Inka memotong pembicaraannya sendiri ketika mendengar suara pintu diketuk.

"Siapa?" tanya Inka pada Hera.

Hera buru-buru meneguk segelas air. "Mas Endi," lalu beranjak dari duduknya.

Padahal Inka sedang tidak ingin bertemu Pak Endi. Laki-laki itu malah datang lagi. Inka memasukkan sisa pancake dipiring ke dalam mulutnya. Jadi, begitu Pak Endi duduk. Inka bisa segera pamit.

"Pagi."

Melihat Pak Endi pagi ini, mengingatkan Inka pada penampilan kasual Pak Endi kemarin. Bagaimana rupa bahkan warna pakaian Pak Endi masih tercetak jelas di kepalanya. Jika ada yang tidak mengenal Pak Endi, pasti mereka akan berpikir Pak Endi itu mahasiswa.

Inka melempar senyum tipis pada Pak Endi yang baru saja tiba bersama Hera. "Pagi, Pak."

Mulutnya masih sibuk mengunyah sambil terus memperhatikan setiap gerakan yang Pak Endi lakukan. Mulai dari memindahkan beberapa pancake ke atas piring, menuangkan madu lalu mencoba satu suapan.

Satu Atap, Satu KampusWhere stories live. Discover now