Alaia bergeser ke tengah, mendekati Langit. Di posisi ini lebih baik daripada di pojokan tadi, meskipun cipratan air yang jatuh ke pagar saung tetap menyerang mereka.

Langit melirik Alaia, menatap wajah itu dari samping. Alaia nampak cemas, padahal yang terjadi sekarang hanyalah hujan turun deras.

"Ga bakal kenapa-napa, nanti juga berenti ujannya," ungkap Langit. "Semoga."

Alaia menoleh dan tersenyum tipis. Dia bingung dengan perasaannya. Seperti ada yang mengganjal dan ini membuatnya sedikit tak nyaman. Tapi, apa ya?

Berada di dekat Langit memberi kehangatan tersendiri bagi Alaia, seakan dirinya dijaga. Jantung Alaia berpacu cepat ketika lengan Langit menyentuh lengannya.

Keduanya terdiam, hanya suara dari alam yang terdengar. Semakin lama udara makin dingin, hamparan laut di hadapan mereka terlihat agak mengerikan.

Ketika kepala Alaia tertoleh ke sisi kiri, ia melihat adanya mobil besar datang dan menepi. Mata Alaia menyipit, dalam diam berpikir kenapa mobil itu bentuknya sangat besar.

"Langit, itu apa?" Alaia bertanya sambil menunjuk mobil tadi.

Langit melihat mobil itu dan mengumpat, "Edan, eta jurig datang deui."

"Itu mobil pengangkut ikan," jawab Langit pada Alaia. "Biasanya mereka ambil lumba-lumba buat dibawa ke penangkaran."

"Lumba-lumbanya mau diapain?" tanya Alaia lagi.

"Dilatih biar bisa ngasilin duit," ungkap Langit.

Kening Alaia mengerut. "Apa itu dibolehin?"

"Sebenernya ilegal. Mereka-nya yang serakah." Langit menuturkan. "Lebih parah lagi itu lumba-lumba disimpennya di kolam doang padahal habitat mereka di lautan."

Mata Langit berpindah lurus ke depan, menghadap laut. Ia menunjuk satu titik dan meminta Alaia untuk melihat ke arah sana juga. "Itu kapalnya. Dari sana, lumba-lumbanya dipindahin ke mobil."

Kapal itu berada di jauh sana, sedang berlayar mencari lumba-lumba. Alaia seketika bangkit berdiri dan keluar dari saung. Instingnya membawa ia untuk melakukan itu.

Langit tersentak, lantas berteriak memanggil. "Eh, mau ke mana?!"

Hujan masih deras, namun untuk sekarang sama sekali tak menjadi masalah bagi Alaia. Ia berlari menuju dermaga. Langit tidak diam saja, ia mengejar gadis tersebut.

"ALAIA!" seru Langit, mempercepat langkahnya tapi Alaia masih terus berada di depan.

Kecepatan lari Alaia makin meninggi saat ia berada di dermaga. Agar kakinya leluasa bergerak di atas permukaan basah yang sedikit licin, Alaia pun melepas sandal.

"HEH, ALAIA!" Langit panik.

Setibanya di ujung dermaga, Alaia mengedarkan pandangan. Lumba-lumba tak terlihat di sekitarnya. Seakan mereka bersembunyi karena tau akan kehadiran para pemburu itu.

Lima detik kemudian, Alaia nyebur ke laut.

"Goblooog!" Langit kalut.

Dia hampir saja menangkap Alaia, tapi gadis itu keburu lompat dan sekarang wujudnya tak kelihatan lagi. Langit semakin gila karena ia berpikir Alaia tak bisa berenang tapi mau menyelamatkan lumba-lumba.

"Udah tau pernah tenggelem. Sekarang nyebur lagi. Ga ada kapoknya!" Langit marah-marah sendiri.

"Terus gua ngapain?" Lalu Langit terdiam.

Dia menunduk, Alaia benar-benar tak menimbulkan kepala ke permukaan laut. Gawat!

Secepat mungkin Langit melepas sepatunya dan bersiap-siap untuk ikutan masuk ke air. Baru saja Langit mau nyebur, Alaia mendadak nongol dengan raut muka yang tak biasa.

"LANGIT, KAKI AKU ILANG!!!" Alaia memekik.

"Hah?!" sahut Langit, makin-makin tak karuan.

Alaia mundur, posisi badannya perlahan berubah jadi telentang agar Langit bisa melihat seluruh tubuhnya.

Ada dua hal yang membuat Langit syok.

Satu, dada Alaia terpampang nyata.

Dua, kaki Alaia berubah menjadi ekor yang sangat indah.

"Itu—" Langit kehabisan kata.

"Apa aku sejenis lumba-lumba?" celetuk Alaia.

Langit berjongkok, ia menyuruh Alaia untuk menurunkan ekor itu. Sekarang yang terlihat hanya kepala Alaia. Gadis itu menatap Langit dengan tatapan melas yang alami, tak dibuat-buat, imut sekali.

"Langit," panggil Alaia. Sepertinya suara Alaia yang lembut lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang Langit favoritkan.

"Iya," sahut Langit.

"Apa kamu masih mau sama aku?" Alaia bertanya. Ia takut kondisinya yang seperti ini membuat Langit tak ingin lagi berteman.

"Mau." Langit berkata.

"Selamanya?" Tatapan Alaia penuh dengan harapan.

"Kalo selamanya berarti harus jadi pasangan gue ya," ceplos Langit.

"Iya." Alaia menyahut begitu polos.

Langit ketawa. "Emang ngerti maksud gue apa?"

Alaia memiringkan kepala, dia jadi bingung sendiri. "Apa maksudnya?"

"Nanti aja dibahasnya. Lo mau nyari lumba-lumba, kan?"

Alaia mengangguk. "Kamu tunggu di situ ya.. Jangan tinggalin Alaia juga."

"Iya, ga bakal ninggalin."

Alaia tersenyum. Senyumnya hampir membuat Langit meleleh. Cewek itu berputar badan, lalu menyelam. Sementara itu Langit terdiam di sana dengan berbagai pertanyaan yang menyelinap ke benaknya.

"Kok bisa ye?!" 🤔Langit terheran-heran dengan semua ini.

⚪️ ⚪️ ⚪️

hai sahabat,, terima kasih buat 30K reads!! 🥺🤗

—————————————

Terima kasih udah baca Alaia!!!
Jangan lupa share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa😍🧜🏻‍♀️

instagram: @radenchedid

instagram: @radenchedid

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
ALAÏA Where stories live. Discover now